Thirteenth Run

953 186 7
                                    

Why can I still not give up on you?

I hold onto the withered memories. 

Is it greed?

The lost seasons I try to restore,

I try to restore them


Terdapat seorang anak laki-laki berdiri di luar rumah. Dia sedang menatap erat ke dalam melalui jendela. Di dalam rumah, terdapat seorang remaja putra berusia sekitar enam belas tahun dan seorang pria. Mereka sedang berteriak pada satu sama lain. Anak laki-laki itu tidak dapat memahami apa yang sedang mereka perdebatkan. Sangat mengganggu dan dia ingin menutup telinga.

Tiba-tiba saja terdengar suara yang lebih keras. Seseorang terjatuh dan mendorong serta furnitur besar ketika dia terjebab. Itu menyebabkan suara decitan yang sangat berisik. Pemuda itulah yang tergeletak di atas lantai dengan setitik darah di ujung bibirnya.

Situasi berubah. Masih dengan anak laki-laki kecil itu di luar dan pemuda berusia enam belas tahun di dalam rumah. Hanya saja kali ini, pemuda yang lebih tua itu sendiri di dalam ruangan tersebut. Wajahnya menunjukkan jejak lebam yang sudah nyaris pudar. Dia memegang sebuah pisau berbentuk lurus ke arah lengan kirinya. Dan darah telah mengalir dari lengan satunya. Ada beberapa aliran yang mengalir turun dari sekitar dua pertiga bagian di atas pergelangan tangan. Warna merah di mana-mana.

Pemuda yang lebih tua itu mendesiskan rasa sakit, mengeratkan gigi. Dia mengedarkan pandangan matanya seakan dia sedang mengucapkan selamat tinggal pada sekelilingnya. Itu adalah saat ketika mata mereka bertemu. Pemuda yang lebih tua itu meletakkan satu jari di atas bibir sambil tersenyum sebelum dia berjalan keluar dari ruangan. Dia menyuruh anak laki-laki yang lebih muda itu untuk tidak mengatakan pada siapa pun.

Saat itulah anak yang lebih kecil itu menyadari sesuatu yang salah telah terjadi. Pertemuan pemikiran itu ke dalam benaknya mengirimkan sengatan dingin ke sekujur tubuh anak kecil itu. Tubuh mungilnya bergetar hebat. Pandangannya mengabur. Dunia di depan matanya bercampur aduk menjadi sesuatu yang tak lagi dapat dia identifikasikan. Kenangan akan pertemuan mata dengan pemuda lebih tua itu terus berulang di dalam benaknya.

Merah. Adegan tersebut silih berganti dengan gambaran akan darah yang mengalir dari pembuluh arteri pemuda tersebut.

Merah. Kemeja putih yang pada hari itu dikenakan pemuda tersebut ternoda oleh warna merah darah.

Merah. Bercak-bercak darah kecil dan besar berserakan di atas lantai. Mereka ada di mana-mana.

Anak laki-laki itu merasakan ada gumpalan yang tertahan di tenggorokannya. Dia dipenuhi oleh air mata. Dia ingin kabur dari tempat itu.

Taehyung terbangun dengan keringat dingin memenuhi punggungnya. Dia menarik napas tajam selagi duduk tegak, mencoba menghilangkan gambaran dari mimpinya. Dia terbatuk berkali-kali seakan air liurnya telah mencegat saluran pernapasannya. Suara bising itu membangunkan Namjoon yang tidur di tenda yang sama dengannya.

"Apa kau baik-baik saja, Taehyung?" Namjoon duduk untuk membantu Taehyung menenangkan batuknya.

Taehyung menggerang rendah dan menggeliat hingga ke ujung tenda. Matanya bergerak liar. Taehyung berteriak dengan sangat pilu selagi mencoba membungkam suara tersebut dengan tangannya. Namjoon mencoba menyadarkan pemuda tersebut namun Taehyung terlihat tidak menyadari sekelilingnya.

"Taehyung ... Kim Taehyung ...." Namjoon berteriak keras namun tetap tidak ada respons. Tubuh Taehyung bergetar kuat seperti sedang mengalami kejang. Namjoon memutuskan untuk berlari keluar dari tenda untuk meminta bantuan dari tenda lain.

"Hyung, Taehyung bersikap aneh." Dia berlari ke tenda Hoseok di samping. Di sana terdapat Jungkook dan Jimin pula. Mereka bertiga terbangun nyaris di saat yang bersamaan. Mereka pun mendengar teriakan Taehyung.

Hoseok adalah yang pertama kali keluar dari tenda, diikuti oleh Jungkook dan Jimin. Begitu mereka tiba di sana, mereka melihat Taehyung telah menjadi tenang, jika sedang menangis dapat dihitung sebagai kembali tenang. Hoseok mendekati pemuda yang sedang menangis tersebut dan memeluknya. Taehyung tidak berhenti menangis.

"Apa yang terjadi di sini?"

Yoongi dan Jin adalah yang terakhir sampai di tempat tersebut. Mereka terpaku ketika melihat Taehyung menangis di dalam pelukan Hoseok. Pemandangan yang asing dari Taehyung yang menangis membuat ngeri setiap orang yang hadir di tempat tersebut. Rasanya tidak biasa untuk mereka melihat Taehyung bersikap seperti ini. Jika itu adalah Jimin, mungkin mereka sudah dapat memahami situasinya. Namun mereka tidak dapat memecahkan apa yang sesungguhnya terjadi pada Taehyung.

"Merasa lebih baik?" Hoseok bertanya pelan setelah beberapa menit berlalu dan Taehyung melepaskan diri dari pemuda yang lebih tua. Pemuda yang ditanya itu mengangguk sebagai jawaban.

"Apa yang terjadi?" Yoongi kembali bertanya.

"Taehyung mengalami mimpi buruk kurasa." Kali ini Hoseok menjawab pertanyaan Yoongi. Dia telah terbiasa dengan situasi seperti ini di rumah. Sesekali Hani akan membangunkannya di tengah malam ketika dia mengalami mimpi buruk. Itulah sebabnya Hoseok adalah orang yang paling tenang dalam bereaksi terhadap situasi tersebut.

"Memangnya dia anak-anak?" Yoongi tidak dapat mempercayai jawaban tersebut. Jin menyikutnya.

"Apa kau ingin bercerita?" Jin bertanya.

Taehyung menggeleng kuat. Dia tidak dapat membiarkan dirinya kembali mengingat kejadian di dalam mimpinya lagi.

"Baiklah kalau begitu. Apa kau baik-baik saja sekarang?" Jin kembali mengkonfirmasi.

"Aku baik-baik saja. Maaf telah membangunkan kalian." Suara Taehyung menjadi serak setelah menangis begitu lama.

"Sudah nyaris subuh. Kita bereskan saja tenda dan pulang. Kurasa kalau lebih lama lagi berada di sini aku akan menjadi semakin gila." Yoongi menguap dan berpindah keluar dari tenda Namjoon dan Taehyung.

Begitu dia memasuki tendanya sendiri, Yoongi mengusap wajahnya dan melemparkan barang-barang di dalam dengan frustrasi. Yoongi mungkin terlihat sangat kuat di luar namun sesungguhnya dia pun merasa kewalahan melihat seluruh situasi yang terjadi sejak semalam. Itu membuatnya merasa sangat buruk ketika dia tidak dapat melakukan sesuatu untuk membantu masalah setiap orang.

"Apa yang kau lakukan, Yoongi? Apa kau baik-baik saja?" Jin yang memasuki tenda secara tidak sengaja melihat tindakan tersebut.

"Tidak ada." Yoongi bangkit.

"Apa kau punya masalah yang kau ingin ceritakan juga?" Jin mencoba menyentuh pundak Yoongi, namun pemuda tersebut memberontak keras.

"Aku baik-baik saja. Kenapa aku harus punya masalah untuk kukatakan?"

"Tapi kau terlihat pucat, Yoongi."

"Aku memang punya warna kulit yang pucat."

"Ya sudah kalau tidak ada yang salah. Kenapa juga kau merasa tegang hanya karena pertanyaan yang sederhana?"

Jin berpindah ke sisi lain dari tenda untuk merapikan barang-barangnya. Sikap Yoongi membuatnya kesal pula.

Siapa yang menyangka sebuah cara jalan-jalan sederhana yang mereka rencanakan akan menghasilkan sesuatu yang mengerikan seperti ini. Setiap orang merasa lebih lelah daripada sebelumnya, secara fisik maupun mental. Hal hanya semakin menjadi asing. Semua orang menyimpan rahasia. Sebuah rahasia yang besar.

☆☆☆☆☆☆☆

Youth Of LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang