Fifteenth Run (Part 2)

977 167 3
                                    

"Dah, Hyung!"

"Apa aku boleh tinggal lebih lama?"

"Tidak, kau pulang sana! Kau sudah bertengger di dalam tempatku selama dua hari. Aku muak denganmu."

Para anggota kru beranjak keluar dari tempat Namjoon. Taehyung sedang merengek karena tidak ingin mengakhiri malam tersebut. Namun seluruh anggota kru harus pulang ke rumah masing-masing. Hari sudah larut. Namjoon pun memiliki kerja sambilan di pom bensin dan Jungkook harus menghadiri hagwon-nya. Ibunya telah memberikan peringatan jika dia lagi-lagi bolos, dia akan mendapat masalah. Belum lagi mengenai kabur dari rumah sebelumnya. Jungkook cukup beruntung karena ibunya bersedia mendengarkan permintaannya sedikit.

"Aku benci hagwon-hagwon itu." Jungkook terlihat tidak bersemangat mengenai jadwal yang harus dia penuhi, namun itulah kesepakatannya. Dia boleh memiliki waktu kosong untuk bergaul dengan BTS, namun sebagai gantinya dia harus berjanji akan menghadiri kelas-kelasnya. "Bagaimana bisa kau mendapat nilai yang bagus tanpa mengikuti hagwon, Namjoon Hyung? Itu tidak dapat dipercaya. Kapan kau punya waktu untuk belajar jika jadwalmu sepadat ini? Apa kau punya kemampuan mengingat yang fotografis? Berapa IQ-mu?"

Namjoon mendengus tanpa menjawab.

"Kalau saja aku bisa membujuk ibuku untuk menukar hagwon dengan belajar darimu, Hyung. Mungkin aku akan punya lebih banyak waktu untuk bermain."

"Aku tidak punya waktu untuk mengasuh kalian semua. Kembali sana ke rumah kalian masing-masing."

Namjoon memutar matanya. Tidak dari Jungkook juga. Dia sudah muak. Namjoon mendorong semua orang dari depan pintunya. Yoongi sudah berada satu langkah sebelum menuruni tangga. Dia sedang menanti dua yang lainnya untuk pergi bersamanya.

Hanya setelah semua orang telah pergi sajalah Namjoon dapat kembali bernapas lega. Bersosialisasi adalah hal yang sangat melelahkan. Dia tidak akan pernah terbiasa dengan hal tersebut.

"Kulihat akhir-akhir ini kau selalu punya seseorang keluar masuk di tempatmu. Apa yang sedang kau lakukan dengan mereka sebenarnya?" Sebuah suara terdengar sebelum Namjoon dapat kembali masuk ke dalam ruangannya. Itu adalah Rahoon yang muncul dari kegelapan di sisi lain tempat itu.

"Itu bukan urusanmu." Namjoon tidak ingin Rahoon tahu apa yang dia lakukan, namun dia juga yakin pemuda itu sudah tahu. Rahoon tidak pernah benar-benar butuh jawaban ketika dia bertanya.

Rahoon mengendikan bahu selagi menatap Namjoon.

"Kenapa kau terus-terusan datang ke mari?" Namjoon merasa janggal dengan kehadiran Rahoon di tempatnya. Ini sudah kedua kalinya. Setelah semakin kasar padanya, apakah kali ini Rahoon pun memutuskan untuk mengganggu Namjoon di tempatnya?

Rahoon berjalan untuk menduduki dipan kayu lebar yang sering kali digunakan sebagai tempat makan di luar ruangan. Kedua tangannya disembunyikan di dalam kantong celana.

"Kenapa? Tidak boleh? Bukankah tempat ini juga datangnya dari uang keluargaku?"

Tempat ini adalah satu-satunya hal yang tidak pernah didapatkan dari uang keluarga tersebut. Itu adalah satu-satunya hal yang Namjoon miliki sebelum dia memasuki rumah Rahoon. Namjoon tahu itu terdengar konyol untuk terus-terusan bergantung pada kenangan yang telah memudar. Namun tempat ini dulunya adalah rumah orang tuanya, kenangan terakhir Namjoon mengenai keluarganya sendiri. Meskipun saat ini dia hanyalah seorang penyewa di sini.

"Apa yang membawamu ke sini?" Namjoon menghela napas. Dia tidak ingin berdebat dengan pemuda tersebut meskipun dia sangat ingin membantah apa yang dia katakan.

"Jung Yosa-nim (Nyonya Jung yang terhormat) menyuruhku untuk mengirimkan ini pada anak laki-laki tercintanya." Rahoon menyenggol bungkusan tinggi yang dibungkus kain berwarna cerah di sampingnya. Namjoon baru menyadari hal tersebut ada di sana setelah Rahoon menyebutkan mengenai itu. Mungkin adalah side dish yang dibuat oleh ibu Rahoon.

Youth Of LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang