I

9.8K 642 21
                                    

BRAKK!!

Jungkook meringis ketika punggungnya bertemu dengan loker besi. Dalam hati dia hanya dapat pasrah merelakan nasibnya pada 3 orang yang menyeringai di depannya sekarang.

"Sunbae... aku janji akan membayarnya besok. Tolong lepaskan aku kali ini saja..." pinta Jungkook lemas. Wajahnya memelas karena takut.

"Hoobae macam apa kau? Berikan uangnya!" bentak salah satu dari ketiga orang yang lebih tinggi dari Jungkook ini. Dua yang lainnya tertawa-tawa mengejek.

"Ya! Kalian!" seru seseorang. Empat orang biang keributan di tengah koridor sekolah menoleh ke arah sumber suara.

"H-hyung..." lirih Jungkook lega sekaligus berharap. Itu Kim Namjoon, murid teladan di sekolah ini. Dalam hati, Jungkook sangat-sangat berharap sunbae teladan, sekaligus kakak angkatnya yang baru itu akan menolongnya. Lagipula Namjoon yang membuatnya menunggu di sini selagi ia melakukan sesuatu di ruang guru. Lalu tiga berandalan itu datang.

"Jangan ganggu dia." tegas Namjoon dengan tatapan horrornya ke arah tiga preman sekolah itu. Namjoon bergeser melindungi Jungkook, menghalangi tiga orang berandalan itu dari adik angkatnya yang baru. Ketiga orang itu mendecih kesal dan segera pergi. Dapat dilihat dari kejauhan mereka mengancam Jungkook. Hal itu membuat Jungkook semakin ketakutan. Wajahnya mulai memucat.

"Kau kenapa? Kau sakit?" tanya Namjoon segera setelah menyadari wajah Jungkook yang hampir seputih kertas HVS itu. Nada kekhawatiran tercampur dalam pertanyaannya. Jungkook menggeleng dan segera menyinggungkan senyum pahitnyam

"Gomawo, hyung. Gwenchana." balasnya singkat. Jelas terlihat dia sedang berbohong.

"Ck. Kau pasti ketakutan." simpul yang lebih tua. Jangan heran, dengan IQ 148, kepintaran analisisnya tentu tak dapat diremehkan. Banyak orang yang menganggap Namjoon adalah seseorang yang kaku dan kutu buku karena otaknya yang seakan berasal dari dunia lain. Tapi dibalik itu, ternyata Namjoon adalah seseorang yang lembut dan perhatian. Sikapnya mungkin dingin dan cuek pada berpuluh-puluh gadis yang yang telah menyatakan cinta mereka, tapi percayalah sikapnya yang demikian disebabkan dirinya yang berjuang menutupi rona merah di pipinya tiap kali gadis-gadis cantik nan imut itu mengatakan kata "suka". Kata yang sakral dalam kamusnya. Jungkook tidak dapat menolak apalagi berontak ketika Namjoon menarik tangannya dengan lembut ke kelasnya.

Untungnya hari masih sangat pagi. Salahkan Namjoon yang setiap hari memutuskan untuk berangkat sekolah  jam sebelum sekolah dimulai. Masih tersisa sekitar satu setengah jam sebelum bel masuk berbunyi. Tentu saja tidak ada murid lain yang sudah datang. Maklum, mereka mengambil kelas siang.

Jungkook hanya dapat duduk dengan canggung di bangku kelas Namjoon sambil menunggu kakak angkatnya tersebut kembali. Kelas itu sangat sepi, hampir tidak ada suara di sana. Suasananya beda tipis dengan kuburan. Jungkook hanya bersyukur Namjoon datang tepat waktu untuk mengusir tiga orang murid berandal dari kelas pagi yang mengganggunya. Meskipun ia baru sedikit mengenal Namjoon pagi ini, ketika ia bangun pagi di rumahnya yang baru dan ketika ia bersama-sama berangkat ke sekolah dengan bis bersama Namjoon.

Tapi memang aneh, siapa yang mau repot-repot menunggu di sekolah hanya untuk menunggu korban bully dari kelas siang?

Jungkook mengalihkan perhatiannya ke bangku di sebelahnya, bangku milik Namjoon. Bagaimana rasanya menjadi murid teladan? Semua tidak akan berani mengganggu dirinya karena takut diadukan dan lalu berurusan dengan guru BK yang bak tentara militer itu. Tapi Jungkook tidak mungkin menjadi siswa teladan. Nilainya mungkin dapat dibilang cukup bagus dan di atas rata-rata, tapi kepribadiannya yang pemalu dan introvert tersebut tentu saja menghambat kesempatan tak nyata itu.

Tepat saat itu, Namjoon datang dengan membawa dua kaleng soda yang dibelinya dari vending machine di tangannya. Disodorkannya salah satu dari kedua soda kaleng itu pada Jungkook. Jungkook menerimanya dengan senang hati. "Mereka yang dari kelas pagi itu, kan? Yang kau ceritakan tadi pagi?" tanya Namjoon sembari mendudukan dirinya di bangku miliknya sendiri, yaitu di sebelah Jungkook sekarang.

Jungkook mengangguk pelan. Netranya menatap pilu ke kaleng soda yang terisi tiga perempat pada genggaman tangannya di bawah meja. Pikirannya mengatakan untuk pasrah saja jika lain kali Namjoon tidak ada untuk membelanya. Namun lagi-lagi Namjoon dapat membaca ekspresi Jungkook. Entahlah, mungkin Namjoon lebih cocok menjadi peramal daripada pelajar.

"Aku akan tetap di sisimu." kata Namjoon tiba-tiba.

Jungkook membulatkan matanya. "M-mwo?" Jungkook menuntut pengulangan. Barangkali ia salah dengar.

"Kau tidak akan menghadapi mereka sendirian lagi. Ingatlah kalau sekarang kau adikku. Mungkin kau tidak memiliki siapapun dulu, tapi sekarang kau bisa mempercayaiku." jelas Namjoon sambil tersenyum lembut, dimplenya terlihat jelas.

"Ah, ani, hyung. Aku tak ingin merepotkanmu." tolak Jungkook. Dia segan menerima bantuan Namjoon. Namjoon terdiam cukup lama. Jungkook khawatir ia menyinggung perasaan Namjoon.

"Kook, bolehkah aku bercerita sedikit padamu?" izin Namjoon tanpa menatap Jungkook. Pandangannya tetap kosong ke arah lantai di bawah meja. "N-ne..." balas Jungkook.

"Kau tahu kenapa orangtuaku mengadopsimu kemarin? Itu karena permintaanku. Kau tahu, kan, dulu aku mempunyai seorang adik perempuan? Dia... meninggal karena aku yang gagal melindunginya. Aku sudah mencoba berbagai cara untuk menghukum diriku sendiri atas kesalahanku. Tapi aku tetap tak bisa melupakannya. Aku ingin menebus kesalahanku. Beberapa bulan yang lalu aku melihatmu diganggu oleh beberapa anak murid sialan itu. Anak murid kelas pagi yang sama yang mengganggumu tadi. Aku ingin menolongmu karena kau mengingatkanku pada adikku. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak berani. Aku merasa akan menghancurkanmu sama seperti yang telah kulakukan pada adikku dulu. Setelah beberapa hari, akhirnya aku bisa mengumpulkan keberanian untuk memulai menebus kesalahanku. Aku ingin menolongmu, karena kau memang sangat mirip dengan adikku. Apalagi setelah aku mengetahui latar belakang keluargamu, aku semakin yakin akan keputusanku. Jadi... tolong berikan aku kesempatan, Kook. Aku ingin memiliki adik yang dapat kulindungi seperti dulu. Aku ingin mengulang semuanya lagi. Kali ini aku ingin melakukannya dengan benar. Aku janji." cerita Namjoon. "Lagipula kau juga..." Namjoon menghentikan kalimatnya.

Kepalanya menunduk. Mungkin dia sedang menahan tangis sekarang, mungkin juga tidak. Siapa yang tahu? Tapi yang jelas kalimat-kalimatnya tadi mengandung unsur rasa sedih, rasa bersalah, dan penyesalan.

"Namjoon-hyung..." panggil Jungkook, membuat Namjoon mengangkat kepalanya perlahan dan menoleh ke arah Jungkook. Rasanya jantung Namjoon berhenti berdetak ketika secara tiba-tiba tanpa peringatan Jungkook memeluknya dengan erat.

"Aku juga kehilangan kakak dan keluargaku karena kesalahanku." bisik Jungkook dengan suara yang bergetar, diambang tangis. "Aku juga ingin seorang kakak." ucap Jungkook. Namjoon terdiam. Lalu ia tersenyum gembira dan balas memeluk Jungkook.

"Gomawo." bisik Namjoon.

To Be Continued.

Saran, please?

Goodbye, HyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang