Bisma'2

1.7K 68 0
                                    

"Anjir!"

Umpatan itu reflek keluar dari mulut Bima ketika seseorang menyenggol lengannya, membuat kata terakhir yang ia tulis tercoret dengan pulpen yang ada di tangannya.

Indra hanya menyengir mendapati tatapan tajam dari Bima karena tidak sengaja mengganggu pemandangan langka yang dilakukan sahabatnya itu. "Nggak sengaja, sih." Elaknya berbohong. "Lagian tumben banget lo nyatet. Pantesan semalem di rumah gue hujan guludug."

"Bodo amat, Dra." Kata Bima malas meladeni ucapan Indra karena ingin cepat-cepat menyelesaikan catatan Sejarahnya. Manusia di sebelahnya ini entah kenapa ada di bangkunya. Padahal tempat duduknya ada di depan Bima.

Indra cemberut atas sikap Bima yang sedang cuek mode-on. "Sekalian, dah, tuh tulisin yang gue. Liat ngapa buku gue nganga gitu minta ditulis?" Ia melirik buku tulisnya yang masih bersih tanpa setitik pun tinta terbuka lebar di meja depan.

"Lo punya tangan sendiri kenapa harus gue yang nulis? Udah sana balik ke asal lo!" Bima mendelik galak.

"Karena lo juga punya tangan," balas Indra enteng.

"Terserah,"

Indra berdecak. Kalau tahu begini, lebih baik ia ikut dengan kedua temannya yang sedang salat. Meskipun ia sudah lebih dulu salat bersama Bima. "Duh, ini Duo Macan yang lagi salat lama banget, dah."

Selang dua detik kemudian, orang yang Indra maksud barusan muncul dari pandangannya. Abi masuk ke dalam kelas bersama Gian. Laki-laki itu tampak geleng-geleng kepala, sedangkan di belakanganya Gian tertawa.

"Goblok, goblok."

"Kenapa?" tanya Bima begitu mendengar suara Abi. Laki-laki itu menutup buku sejarahnya. Kenginginanya untuk mencatat mendadak lenyap.

"Lo pada harus tau," ucap Abi seperti siap bercerita. "Tadi pas lagi wudhu, dengan gobloknya Gian mukul pantat orang."

Orang yang sedang dibicarakan tertawa, namun mengelak. "Kagak, Anjing!"

"Lah, si Goblok," sahut Bima. "Siapa orangnya?"

"Gue nggak tau siapa namanya. Tapi anak kelas sebelah." Jelas Abi lagi masih dengan ketidakpercayaannya atas apa yang baru saja temannya lakukan di mushola sekolah.

"Terus gimana orangnya?"

"Ya, dia langsung berhenti wudhu lah," celetuk Gian santai. "Tapi sebelum dia tau siapa yang mukul, gue udah keburu kabur."

"Dongo, 'kan si Gian!" damprat Abi tidak habis pikir.

"Gara-gara lo, Nyet." Kata Gian memandang Abi tidak terima. "Suruh siapa nendang sepatu gue sampe ke got. Untung nggak ada airnya."

"Gue nggak sengaja, Kampret." Kilah Abi sengit. Lalu menatap Bima dan Indra karena sudah merasa gerah adu mulut dengan Gian. "Temen lo yang satu ini goblok banget dah. Masa pas gue mau baca niat, dia langsung dateng di sebelah gue dan langsung Allahuakbar. Mana nggak baca niat dulu."

"Gue baca niat ya pas lari." Gian membela diri.

"Bodo," Abi tidak peduli dengan pembelaan yang Gian buat.

"Untung yang dipukul cowok, ya. Coba kalau cewek, M-A-T-I." Sahut Bima sambil menggerakkan tangannya seolah memotong leher.

Ponsel yang ada di saku celananya tiba-tiba bergetar. Ia mengambilnya dan melihat pesan dari Line. Sementara ketiga temannya mengobrol tentang bagaimana jika Gian ketahuan memukul bokong orang sembarangan dan menjadi tersangka.

Isma Pramudita: Butuh tiketnya berapa?

Kedua sudut bibir Bima terangkat melihat pesan itu. Ia lantas mengangkat kepalanya. "Kita ikutan pensi."

Bima & Isma [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang