Bisma'8

1.1K 53 0
                                    

"Astaga,"

Sambil terus melangkah, Bima menatap layar ponsel di genggamannya begitu menekan tombol aktif dan langsung menampilkan foto Raisa yang menjadi wallpaper

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil terus melangkah, Bima menatap layar ponsel di genggamannya begitu menekan tombol aktif dan langsung menampilkan foto Raisa yang menjadi wallpaper. Ia berdecak. Antara kagum dengan kecantikan Raisa, dan muak dengan kelakuan sahabatnya.

Gian yang kebetulan berjalan di sebelah Bima dan mendengar decakan sahabatnya, lantas melotot melihat Bima yang sedang memegang ponselnya. "Siniin!"

Bima memutar kepalanya sekian derajat begitu Gian merebut ponselnya dengan garang. "Yaelah, minjem bentar!"

"Enggak,"

"Yan, Raisanya nggak akan gue ambil, astaga ."

"No way!" Gian menggerakkan jari telunjuknya pelan di depan Bima. Membuat laki-laki itu memundurkan kepalanya.

"Dih, najis!" Bima mendorong tangan Gian dari hadapannya. "Hape gue low, Monyet. Katanya mau nyari lagu buat seni?"

"Pake hape Abi aja. Kalau nggak Indra."

"Pelit, dah, najis."

"Dalam satu menit lo udah nyebut gue najis dua kali, ya! Lo lebih najis dari gue, tau nggak?!" tatapan Gian berubah galak.

"Nggak usah belagak marah. Lo kurang laki." komentar Bima mendengus geli melihat reaksi berlebihan Gian.

"Bodo,"

Pembicaraan mereka berhenti ketika keduanya memasuki ruang seni atau bisa dibilang studio sekolah. Jam pelajaran kedua hari ini, adalah pelajaran seni. Bu Ayi--selaku guru seni sedang tidak masuk hari ini, dan tidak ada guru pengganti. Minggu lalu, beliau sudah memberikan tugas selanjutkan pada kelas Bima. Maka dari itu, Bima, Gian, Abi dam Indra datang ke ruang seni untuk sekedar memegang alat musik. Anak kelas yang lain lebih memilih diam di kelas karena sudah memikirkan konsep untuk tugasnya, tidak seperti mereka berempat.

Abi sedang memetik gitar sambil menunduk, membenarkan sinar gitar yang terdengar sumbang. Sedangkan Indra duduk di depan satu set drum dan memukul asal benda itu. Bima berjalan ke arah sudut ruangan. Entah dari mana, ada charger yang menganggur di sana. Mungkin milik seseorang yang tertinggal, namun Bima tidak peduli. Yang penting ponselnya bisa menyala sekarang.

"Nanti kita nyanyi lagu Shawn Mendes aja, deh, yang baru. Gue lagi demen nih sama lagu doi," celetuk Gian tiba-tiba yang terlentang di sebelah Abi sambil memainkan ponselnya.

Tidak ada yang menyahut ucapan Gian, membuat laki-laki itu mendengus dan tetep mencari daftar lagu yang cocok untuk mereka bawakan di pengambilan nilai nanti. Sebenarnya, Bu Ayi tidak terlalu menuntun semua anak untuk bernyanyi dan memainkan alat musik. Karena sudah kelas 12, jadi Bu Ayi membebaskan anak-anak untuk melakukan apapaun. Asal masih berbau seni.

Bima sebenarnya mendengar ucapan Gian, namun ia lebih memfokuskan indra pengelihatannya pada deretan kata yang yang ada di layar ponselnya.

Isma Pramudita: Bim, diajakin abang gue main ke rumah minggu depan. Ditunggu, katanyaaa

Bima & Isma [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang