Bisma'14

864 44 0
                                    

Dua anak remaja yang masih mengenakan seragam sekolah dan duduk bersebelahan di dalam mobil, belum juga mengeluarkan suara sejak sepuluh menit yang lalu. Tidak ada satupun dari mereka yang berniat menyalakan radio yang untuk setidaknya membunuh kesunyian di antara mereka. Apalagi untuk memulai sebuah obrolan. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Seolah tidak ada orang di sebelahnya. Seolah mereka tidak sadar, jika kesunyian ini terjadi karena perasaan yang mereka sendiri belum sadari.

Yang perempuan duduk sempurna dengan kedua tangan berada di atas tas di pangkuannya yang sengaja tidak ia simpan di belakang. Pandangannya lurus ke depan. Menatap kosong jalanan di siang hari menjelang sore ini. Sesekali matanya terpejam. Mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Deretan kejadian yang terjadi hari ini kembali terulang di dalam otaknya. Ia yang bertemu Bima di pagi hari. Ia yang lagi-lagi melihat wajah Akbar yang penuh dengan memar. Akbar yang tiba-tiba membawanya ke lapangan basket indoor dan tidak terduganya menyatakan cinta. Sampai kedatangan Bima di antara dirinya dan Akbar. Itu semua terlalu jelas untuk diulang.

Yang terlalu membuatnya tidak mengerti adalah dua kejadian terakhir. Dimana Akbar yang tiba-tiba memintanya untuk menjadi kekasih laki-laki itu. Begitu dengan mudahnya. Seakan hal tersebut bisa ia lakukan kapan saja, tanpa menunggu waktu yang tepat. Jika Isma mendengar pertanyaan itu beberapa bulan yang lalu, jika ia mendengar pertanyaan itu lebih cepat dari ini, mungkin Isma akan mengangguk tanpa berpikir panjang dan semuanya akan selesai.

Namun itu tidak segampang ia menggerakkan kepalanya. Ada sesuatu yang menghalanginya untuk melakukan itu. Hatinya seolah ragu untuk menerima Akbar. Seakan ada sesuatu yang harus ia pertimbangkan. Dan setelah ia berpikir hampir sepuluh menit, Isma belum juga menemukan jawabannya.

Isma tidak merasakan debaran bahagia saat mendengar pernyataan cinta Akbar. Ia tidak merasakan sesuatu yang seharusnya dirasakan oleh seorang perempuan ketika laki-laki yang ia sayangi menyatakan cinta--TUNGGU.

Isma tertegun beberapa saat. Sayangi. Ia tahu apa jawabannya sekarang. Bahwa rasa yang ia punya untuk Akbar telah hilang. Akan tetapi ia sedikit tidak yakin bahwa semua benar-benar sudah hilang. Itu bisa menjadi alasan kenapa ia tidak merasa bahagia saat mendengarnya dan kenapa ia tidak langsung merasa yakin dengan hatinya. Yang justru mendatangkan rasa sakit. Karena semuanya sudah terlambat.

Suara pintu terutup dari arah kanan menyadarkan Isma bahwa dirinya sedang tidak sendirian. Ia melirik ke depan. Lalu sebuah ringisan keluar dari sela bibirnya. Bahkan ia tidak sadar kalau sekarang ia berada di pom bensin.

Sementara di sisi lain, Bima menyalakan mesin mobilnya dan keluar dari pelataran pom bensin. Ia sempat mendengar suara ringisan di sebelahnya. Ia mati-matian untuk tidak menoleh dan bertanya. Bukan karena gengsi atau apa. Tapi ia masih harus mencerna apa yang sebenarnya terjadi pada hatinya. Rasanya seperti ada sesuatu yang berat menimpa hatinya ketika mendengar dan melihat langsung apa yang terjadi pada Isma dan laki-laki itu.

Bima sengaja meninggalkan jam pelajaran terakhir agar bisa menjemput Isma tepat waktu tanpa membuat perempuan itu menunggu. Ia bahkan sudah sampai satu jam sebelum bel pulang. Terhitung sepuluh menit sejak bel sekolah Isma terdengar samar-samar dari dalam mobil, perempuan itu tak kunjung datang. Sampai ia melihat perempuan yang pernah ia lihat di Instagram Isma. Yang kalau tidak salah bernama Laras.

Kurang dari lima menit dari itu, Isma belum juga datang. Dan kebetulan Laras masih berdiri di gerbang sekolah, seperti menunggu jemputan. Bima akhirnya turun dan menghampiri Laras.

"Lo Laras temennya Isma 'kan?" tanya Bima saat itu, sekedar memastikan.

Laras tidak langsung merespons. Ia sedikit terkejut dengan kehadiran laki-laki yang sepertinya tidak pernah ia lihat di pelataran sekolah. Ia tidak bisa melihat lokasi sekolah atau name tag dari laki-laki itu. Karena tertutupi bomber hijau armi yang dipakainya.

Bima & Isma [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang