I.L13

951 61 1
                                    

'Apa kamu bahagia?'

Aku bertanya kepada seorang wanita yang berbaring manis dipangkuanku. Aku melihat senyumnya merekah seperti bunga sepatu berwarna merah yang ia mainkan.

'Ya aku bahagia ! Apa kamu juga bahagia?'

Tanyanya seraya bangkit lalu menatap wajahku dengan wajahnya yang berbinar bahagia.

'Tentu, aku sangat bahagia bersamamu disini'

Senyumnya masih merekah,senyum yang sangat aku rindukan selama tujuh tahun ini. Tapi tiba-tiba senyumnya luntur dan wajahnya telihat muram dan sendu.

'Ares !'

'Iya Ara kenapa?'

Ia mengeleng dan satu tetes air matanya terjatuh.

'Jangan pergi'

Ucapnya, lalu ia mengulurkan tangan kananya untuk menyentuhku tapi tanganya tidak pernah sampai.

'Ares ! Jangan pergi.. Jangan pergi lagi'

'Tidak Ara aku tidak akan pergi'

Setelah aku mengucapkan itu aku merasa diriku semakin jauh dan Ara tidak dapat mengapaiku.

"Ares !"

"Ara !"

'Kamu ninggalin aku lagi'

'Tidak ara... tidak'

"Aresssssss'

'Araaa'

"Michel ! Sayang kamu bangun?"

Aku mendengar suara Mami tapi terdengar samar.

"Dokter ! Dokter ! Anak saya sudah siuman"

Aku mendengar suara Mami lagi dan kali ini terdengar dengan jelas. Aku mencoba membuka kelopak mataku yang terasa dilem dengan perekat. Saat aku baru membuka sedikit mataku,silau cahaya lampu membuat aku memejamkanya kembali.

Saat aku memejamkan mataku ,aku mengingat dibawah alam sadarku sebelum aku bangun,aku bersama Ara disebuah taman.

Dadaku mengalir rasa panas saat mengingat Ara berteriak menyuruhku tidak meninggalkanya lagi,kenapa Ara begitu nyata dibawah sadarku? Aku merasakan sebuah cairan yang terasa panas mengalir disudut mataku.

pertanyaan itu membuat dadaku semakin sesak. Air mata dengan lancarnya menetes disudut mataku.

Aku mendengar suara Mami kembali terdengar samar-samar yang tadi jelas aku dengar. Aku merasakan sesuatu yang dingin menempel didadaku lalu keperutku. Lalu aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karna kesadaranku mulai menghilang.

'Ares ! Kamu kembali?'

Aku menoleh kebelakang saat aku mendengar suara wanita yang aku cintai berteriak gembira.

Ia berlari menghampiriku dan tanganya masih memegang bunga sepatu yang sudah mulai rontok kelopaknya.

Aku merentangkan kedua tanganku untuk menyambutnya kedalam pelukanku. Ku lihat ia tersenyum dengan indahnya walau matanya masih sembab karna tangis.

Saat ia merentangan tanganya juga ingin memelukku,,

Saat tubuh kami hampir berdekatan,,

Saat itu kami berdua tercengang.

Ara tiba-tiba berada dibelakangku,saat aku menoleh berlahan. Aku melihatnya memeluk dirinya sendiri dan bahunya bergetar. Ia kembali menangis karna ia tidak dapat menyentuhku.

'Pergilah !'

'Ara !'

'Tempatmu bukan disini lagi'

Aku diam. Aku tidak mengerti apa yang dikatakan Ara.

'Pergilah Ares,orang-orang terdekatmu sekarang sangat menghawatirkanmu,jangan pedulikan aku. Aku terbiasa sendiri'

Aku masih diam. Aku melihat bunga sepatu yang Ara genggam terjatuh,aku memperhatikan bunga itu dan tidak menyadari kalau Ara telah menghilang dari pandanganku.

Aku melihat kesekitar,taman yang hijau dan penuh bunga kini menjadi tempat asing. Aku seperti didalam cahaya yang tiba-tiba menarikku kepusaran.

Saat aku hampir sepenuhnya tertarik,aku melihat Ara dengan wajah sendunya,ia mengulurkan tangan kananya dan aku juga mengulurkan tanganku.

Aku semakin terisap kepusaran. Sebelum tangan kami bersentuhan.

'Araaaaaaaaa'

Aku mendengar diriku sendiri berteriak memangil nama seseorang. Entah kenapa aku terbangun meneriyakan namanya.

Aku mencoba menggerakan jariku yang ternyata sangat sulit. Aku merasak sebuah benda yang seperti besi menempel-nempel di sekitar dadaku.

Aku mendengar beberapa orang berbicara dengan bahasa Jerman dan ada seseorang mengatakan kalau kondisiku semakin membaik.

Semakin membaik?

Pertanyaan itu mengingatkanku akan kecelakan dijalan Tol waktu aku menju kelestoran Reno.

Mengingat kecelakan itu membuat kepalaku terasa sakit seperti dihantam es balok.

"Dia sudah siuman,mungkin matanya sedang beradaptasi dengan cahaya kamar"

"Apa kondisinya akan kembali memburuk seperti kemarin Dok?"

"Kita lihat saja nanti!? Tapi dalam perhitunganku seperinya tidak,detang jantungnya sudah sangat normal,suhu tubuh dan lainya sudah normal"

"Terimakasih kalau begitu Dokter"

"Iya Mrs, saya permisi"

Setelah Dokter itu pergi,aku merasakan tangan Mami membelai wajahku.

"Michel ! Buka matanya,kamu tidak mau lihat Mami?"

Aku ingin menjawab tapi tengorokanku terasa tercekik. Kenapa aku berteriak tadi sangat terasa ringan tanpa kendala dan sekarang tiba-tiba tengorokanku terasa kering.

Aku mencoba membuka berlahan mataku walau retina mataku masih mensesuaikan dengan cahaya lampu diruangan ini. Seandainya ada yang mengerti,pasti mereka mematikan lampu itu.

"Sayang ! Sayang ! Michel membuka matanya"

Mami berteriak sambil berlari keluar. Apa Papi berada disini juga?

Rasanya tidak mungkin. Atau karna kebetulan saja?

Aku melihat Mami,Papi dan adikku Olivia mengitari ranjang yang sedang aku baringi ini. Mami memberiku Air didalam botol tanpa sdotan. Aku melirik Mami lalu melirik botol didepan wajahku.

"Sdotanya mana Mi?"

Tanya adikku yang pengertian ini. Mami meringis lalu mencari sedotan didalam lemari nakas disamping tempat tidurku.

"Bagaimna perasaanmu Son?"

Tanya Papi,aku menjawab dengan suara lemah tapi terdengar ditelingaku.

"Kaku"

"Jelas lah tubuhmu terasa kaku kalau empat bulan kamu tidak bangun dari komamu"

Ucap Mami sambil menyuguhkanku botol yang sudah ada sedotanya. Tapi ucapan Mami membuat aku membulatkan mataku.

Empat bulan, koma?

Ingat Aku ! Lumpuhkan Ingatanku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang