****
Hari sudah senja ketika Dirga mengemudi mobil dalam perjalanan mengantar Lubu pulang ke rumahnya.
Sebelumnya, Dirga memaksa Lubu untuk pergi ke rumah sakit dan berencana menemui seorang dokter spesialis kenalannya untuk menanyakan keadaan Lubu yang tak terlihat membaik pasca insiden perkelahian disekolah. Setelah dipaksa oleh Kakek dan Nenek, Lubu yang terang-terangan menolak terpaksa mengikuti kemauan Dirga.
Disaat perjalanan, Lubu mengajak Dirga untuk pergi ke dokter praktik saja ketimbang dokter dirumah sakit. Alasannya?
"Apa kau lupa bahwa rumah sakit terbaik dikota ini jaraknya cukup jauh. Selain itu, aku berani jamin bahwa dokter itu pasti sudah kembali pulang ke rumahnya." Ucap Lubu.
"Dokter yang akan kita temui ini adalah dokter kenalanku, dia tak akan berani pergi sebelum aku sampai kesana." Dirga menjelaskan.
"Tapi, kita tak bisa pulang lebih cepat jika harus kesana!"
"Memangnya kenapa jika kita pulang terlambat?"
"Apa kau lupa, kita meninggalkan kakek dan nenekku dirumah hanya berdua saja?"
"Aku pikir mereka bisa menjaga diri mereka sendiri."
Lubu mengeretakkan giginya.
"Kau sialan! Aku sudah mau ikut denganmu saja harusnya kau sudah bersyukur!""Aku tak tertarik bersyukur untuk orang sepertimu." Ucap Dirga datar.
Lubu memandang Dirga kesal.
"Aku tak akan mau turun selangkah pun dari mobil ini jika kau tak mau membawaku ke dokter praktik!""Hei, kau bocah.. jan.."
Belum selesai Dirga bicara, Lubu sudah menutup kupingnya dan mulai bernyanyi-nyayi tak jelas. Ia tak ingin mendengar perkataan Dirga....
Setelah beradu mulut cukup lama, Dirga memutuskan untuk menuruti kemauan Lubu asalkan nantinya Dirga bisa ikut masuk ke dalam ruangan. Lubu bengong sebentar. Saat ini, dirinya hanya memakai kaos singlet dan celana rumahan yang tipis. Jika mengingat bagaimana dokter praktek itu bekerja.. maka..,
Akhirnya Lubu setuju secara terpaksa dan memberikan satu syarat bahwa Dirga hanya boleh menggunakan telingannya dan tak boleh melihat walaupun hanya untuk 0,01 detik. Awalnya Dirga tak mengerti dengan maksud Lubu, namun setelah sampai ditempat praktik yang Lubu bicarakan; akhirnya Dirga paham maksud dari perkataan itu.
Masih di dalam kendaraan, Dirga menundukkan sedikit kepalanya untuk bisa melihat tulisan besar yang terpampang di atap sebuah rumah.
"Pijat Roman, melayani pijat trasional seperti keseleo, salah urat, dan pijat plus-plus lainnya." Dirga membaca tulisan tersebut.
Dirga kembali duduk tegap, ia menatap ke arah Lubu yang sedang memperhatikannya.
"Sepertinya kau salah, diluar sana adalah tempat pijat dan bukannya tempat dokter praktek." Ucap Dirga sambil menunjukkan jempolnya ke arah luar. "Ayo kita pergi dari sini." Sambungnya."Tidak-tidak-tidak! Ini benar tempatnya, kita sudah sampai!"
"Hah?" Dirga menaikkan sebelah alisnya bingung, ia mengintip keluar lagi lalu kembali menatap Lubu sambil tetap menunjuk tempat itu dengan jempolnya. Dirga memberikan pandangan tak suka.
Lubu mengangguk-angguk sambil tersenyum mengejek.
Dirga akhirnya turun dari mobil, ia berjalan kearah Lubu, menggendong, dan menyesuaikan tubuhnya agar Lubu bisa menyandarkan kepala nya di pundak Dirga.
Begitu sampai, Dirga mengetuk-ngetuk pintu rumah dan keluarlah seorang perempuan muda yang hanya menggunakan kaos pendek tipis memperlihatkan dadanya yang tak terlindungi dan celana mini yang hampir menyerupai dalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Stop Me Now! (BoyxBoy)
Fiksi RemajaWARNING!! Boys Love story! M.Dirga Marhadi, siapa dia? Anak semata wayang dari keluarga kaya yang cukup terpandang di ibu kota. Memiliki wajah di atas rata-rata, pintar dan selalu dikelilingi banyak wanita. Jangan pernah bicara dan bertanya soal cin...