16 :

11.9K 1.5K 126
                                        

***

🌾

Berjalan terburu-buru, Lubu mengambil sepeda yang sebelumnya ia tinggal di tempat parkir dan langsung mengayuh dengan kuat sepedanya, mencoba meninggalkan area parkir secepat mungkin.

"Lubu, kau mau kemana?!" Terdengar suara teriakan seseorang yang berasal dari belakang. Tentu saja itu adalah Dirga

"Aku pulang duluan!" Jawab Lubu tanpa berniat menghentikan sepedanya.

"Tunggu, kita harus bica--" Dirga tak sempat menyelesaikan kalimatnya karna Lubu sudah menghilang.

"Ah! Sial!!"

. .

Lubu masih mengayuh sepedanya dengan penuh tenaga hingga tubuhnya sangat berkeringat. Ketika hampir sampai di sebuah pertigaan, Lubu yang curiga bahwa Dirga bakal mengejarnya, langsung memutuskan untuk berbelok ke arah perumahan di sebelah kanan.

Ini adalah perumahan pekerja kantoran yang mana jalanannya sepi dan jarang dilalui setidaknya pada jam kerja. Bagi Lubu sendiri, sebenarnya ini adalah jalur tercepat menuju rumahnya. Hanya karena dirinya tak ingin terkena kejahatan jalanan yang mungkin bisa terjadi. Lubu hanya mau menggunakan jalur ini ketika merasa terdesak.

"..."
Selagi mengayuh, Lubu mencoba mengingat lagi kejadian yang baru saja dirinya lihat di sekolah. Dimana dirinya menjadi saksi dari adegan ciuman yang gagal terjadi antara Dirga dan seorang siswi yang menjadi...

"Eh?!!"

Bruk! Bruaaak!! 
Karna melamun, Lubu tak sadar akan adanya lubang jalanan di depan dirinya. Karena tak siap, dirinya yang mengerem sepeda secara mendadak langsung terpeleset dan jatuh terguling dua kali di jalanan.

"Aaauu..., sakitnya..." Keluh Lubu sambil berusaha untuk duduk.

Memegangi wajahnya yang terasa perih, Lubu memandangi sepeda yang ikut terkapar di depannya. Ia juga melihat sekitar, tak ada seorangpun yang lewat di jalanan sepi ini. Hal seperti ini malah semakin menambah perasaan kesal di dalam benak Lubu.

"Sial! Sial-sial-siaaaal!!" Katanya. "Seseorang, tolong aku.."

. . .

Keesokan harinya, Lubu yang hampir terlambat berhasil masuk kelas tepat waktu. Ia berbicara sebentar dengan ketua kelas sebelum akhirnya berjalan menuju meja belajarnya. Saat ini, semua teman sekelas bisa melihat plester luka di beberapa bagian tubuh Lubu. Seperti pipi, siku, ataupun pangkal lengan.

Tak hanya ketua kelas dan siswa lainnya. Dirga yang sejak tadi sudah menunggu kedatangnya bocah sial ini pun langsung duduk dengan tegang. Matanya terbuka sedikit lebih lebar yang jelas menunjukkan keterkejutan.
"Lubu, kau kenapa?" Tanyanya sambil melihat luka-luka kecil itu. "Ini, ini dan.."

Lubu melirik ke arah Dirga untuk sesaat sebelum memalingkan wajah.
"Pagi, Dirga." Katanya mengabaikan pertanyaan tadi.

Dirga mengerutkan alis. "Pagi." Sahutnya.

Meraba-raba kolom meja, Lubu menemukan seragam olahraganya yang tertinggal kemarin. Ia kemudian mencoba mencium baunya.
Ah, masih aman!

Tiba-tiba Lubu merasa seseorang sedang menyentuh pundaknya.

"Oi!"
Dirga mendorong-dorong pundak Lubu dengan jari telunjuknya.

Tak ingin menoleh, Lubu hanya menjawab dengan gumaman.
"Em?"

"Ini kenapa?" Dirga menunjuk sebuah jahitan dengan benang bewarna biru di pundak Lubu.

Lubu mengintip jahitan itu dan menjawab. "Sobek."

Don't Stop Me Now! (BoyxBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang