. . ."Hati-hati dijalan."
Lubu mengangkat dan melambaikan tangannya ke arah mobil yang telah mengantar dirinya pulang. Bukan tanpa alasan, supir orang tuanya itu masih harus mengantarkan Alvin pulang setelah ini. Jadi setelah dirasa cukup, Lubu baru berhenti melambai dan membuka pagar.
Berjalan masuk ke dalam rumah, Lubu melepas sepatu sambil meraba dinding untuk menyalakan lampu. Ketika cahaya menerangi rumah, pandangannya langsung berhenti ke sebuah benda yang terparkir tepat di tengah-tengah ruang tamu dan menghalangi jalan masuk kedalam.
"Sepeda siapa ini?"
Tanya Lubu dengan raut curiga. Tanpa sengaja matanya menemukan selembar kertas tertempel di atas dudukan sepeda dan lalu mengambilnya.. .
Ayah membawa sepeda lamamu dan mengantinya dengan ini. Rusakkanlah sesering mungkin, ayah akan membelikan kembali.
Tertanda : Ayah yang tampan.
. .
Rusakkanlah sesering mungkin? Tanya Lubu dalam benaknya, hingga tanpa sadar meremas kertas itu.
"Apa maksudnya dengan ayah yang tampan? Jika diganti dengan kata 'menyebalkan', itu barulah tepat!" Ia terdengar kesal.Melihat lebih dekat merk sepeda di depannya. Lubu sadar bahwa ini adalah salah satu sepeda jenis terbaru yang baru dipasarkan beberapa bulan lalu dengan harga jual sangat tinggi. Dirinya tahu karna sempat melihat iklan penjualannya di komputer perpustakaan sekolah.
Sambil mengelus, Lubu mencoba membayangkan sedang mengendarai sepeda ini menuju sekolah.
Kira-kira, rasanya mengayuh sepeda mahal itu seperti apa ya? Pasti lebih nyaman dari sepeda lamaku."!!" Tersadar dari hayalnya, ia segera bangkit untuk berdiri.
Memandangi sepeda itu lagi, Lubu menghela napas. Ia kemudian segera melepas dan meletakkan sepatunya ke dalam rak. Setelah itu, dirinya masuk ke dalam kamar, melempar tas ke sembarang arah dan membuka lemari untuk berganti pakaian.
. .
Saat melepas kancing bajunya, Lubu mengambil kertas kumal berisi pesan ayahnya dari dalam saku. Ia membuka kertas itu lagi dan mencoba mengingat kembali sebuah kejadian masa lalunya yang pahit.
Ini hanya sisa ingatan samar dari masa kecilnya yang sedang menangis dan bersembunyi ketakutan dari balik kursi sambil melihat ibunya yang sedang dipukuli oleh ayahnya. Sebenarnya kejadian menakutkan itu hanya berlangsung sebentar, namun setiap adegan yang ia lihat berhasil membuat Lubu mengingatnya hingga dirinya dewasa.
Terutama ucapan ayahnya dulu.
"Kau kira aku menganggap dirimu sebagai istri dan bocah itu sebagai anakku? Aku hanya memiliki satu anak dan kalian berdua bukan siapa-siapa!"
Lubu mengingat setiap detik hingga setiap detil dari ekspresi ayahnya kala itu.
"..."
Selama beberapa detik Lubu tak bergerak hingga secara tak sengaja, ada setetes air mata mengalir keluar dari sudut matanya. "Astaga.." Buru-buru ia mengelap matanya.
Setelah menenangkan diri, Lubu memasukka kertas itu ke dalam sebuah buku dan berkata. "Inilah alasan aku tak percaya bahwa ayahku telah berubah. Aku.., tak pernah percaya."
Lubu yang merasa perasaannya tak nyaman-pun segera melepas seragamnya dan berganti pakaian.
* * *
Di tempat lain, Dirga yang merasa bahwa keberadaannya sudah tak dibutuhkan lagi, pergi keluar restoran dan menghubungi seseorang untuk menjemputnya. Kemudian, sambil menunggu supirnya datang, Dirga berdiri dan bermain dengan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Stop Me Now! (BoyxBoy)
Teen FictionWARNING!! Boys Love story! M.Dirga Marhadi, siapa dia? Anak semata wayang dari keluarga kaya yang cukup terpandang di ibu kota. Memiliki wajah di atas rata-rata, pintar dan selalu dikelilingi banyak wanita. Jangan pernah bicara dan bertanya soal cin...