Zia jalan terburu mengejar Adam yang beberapa langkah di depannya, ia bangun kesiangan tadi. Hanya sempat meminum segelas susu untuk mengisi perutnya.
"Mas kok nggak bangunin aku ..." rajuknya setelah berhasil bersisian dengan Adam.
Kening Adam berkerut dengan mimik wajah gugup menoleh kesekitarnya, takut-takut ada teman kantornya yang melihat dan terakhir jadi bahan ledekan. "Biasanya juga bangun sendiri," jawab Adam menoleh ke arah lain.
"Iya, tapi gara-gara tadi malam aku jadi bangun telat."
Adam berdeham dan mempercepat langkahnya. Sampai mereka tepat di depan zebra cross, Zia kembali menyalip disebelah Adam dan senyum-senyum sendiri. Ia menyadari kegugupan Adam, ia pasti enggan berdekatan dengan Zia jika di tempat umum seperti ini.
Tetapi bukan hanya itu, jika ia melintasi zebra cross tersebut sekelebat ingatan mengenai pertemuan pertamanya dengan Adam selalu muncul, dan selalu membuat seulas senyuman di wajahnya timbul.
Setelah sampai di depan kantor ponsel Zia berbunyi, ia mengamati nomor tak di kenal di layar ponselnya, ia membiarkan Adam berjalan sedangkan ia mundur beberapa langkah.
"Hallo."
"Dasar anak nakal!" sambut sebuah lengkingan dari balik telpon, Zia sudah tahu siapa itu. "Cepat kirimkan alamatmu!"
"Hmm," sahut Zia lalu mematikan sambungannya.
Ia menyapukan pandangannya, Adam sudah tak tampak disana.
***
Zia menghempaskan tubuhnya di kursi, "Mas Adam kemana sih?" gumamnya.
"Rapat." Sahut Dedek disebelahnya yang ternyata mendengar gumamannya.
"Kan udah lewat jam makan siang?"
"Yah, palingan selesai rapat dia langsung ke warung Bang Mul. Kamu ada perlu apa sama Mas Adam?" tanya Dedek.
"Eh .. eum ..." Zia menegakkan tubuhnya, "ada yang mau aku tanyain aja, takut salah soalnya. Kamu yakin Mas Adam di warung Bang Mul?"
"Biasanya sih gitu."
Zia berdiri membawa beberapa dokumennya. "Entar kalau ada yang cari aku bilang aku disana ya ..." Dedek hanya mengacungkan jempolnya tanda mengerti.
***
"Zia mau kemana?" tanya Raihan saat bersisian.
"Oh. Um. Mau cari Mas Adam."
"Oh, udah makan siang?"
Zia menggeleng.
"Makan siang aja dulu, baru cari Mas Adam."
"Nggak deh, ada kebutuhan mendesak soalnya."
"Perlu apa emangnya?"
Zia mendesah, memandang jengah pada Raihan yang selalu ingin tahu urusannya. "Ya, ada deh... aku duluan ya..." ujarnya lalu berjalan cepat meninggalkan Raihan. Kebutuhan mendesaknya adalah bertemu dengan Adam.
Sampai di depan warung Bang Mul, Zia ragu ingin masuk, banyak karyawan lain disana. Tetapi dia sudah terlanjur disini, Zia menghela napas panjang lalu melangkah pelan. Suara-suara godaan juga siulan langsung menyambutnya.
"Mau cari siapa neng?"
Zia hanya menjawabnya dengan senyum tipis.
"Zia ..." panggilan seseorang membuatnya menoleh, ada Dian disana, ia segera mendekat.
"Mas Adam mana Mbak?" tanyanya langsung.
"Lagi keluar ... sini duduk." Tawarnya ke kursi kosong di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
General FictionSinopsis : Zia memercayai satu hal, jika ia menemukan jodohnya maka jantungnya akan berdebar hebat. Begitupun saat pertama kali ia bertemu dengan Adam, yang meski dalam situasi tak mengenakkan Adam tetap membuat matanya berbinar. Jatuh bangun mendap...