Dua wanita yang terikat hubungan ganjil itu saling menatap. Menilai satu sama lain. "Zia di dalam. Masuklah!" tawar Weni namun dengan nada tidak bersahabat.
"Aku tunggu disini saja," ucap Intan yang berdiri di depan pintu.
"Kalau begitu aku temani tunggu disini." Ucapan tak terduga yang keluar dari mulut Weni.
Intan mengalihkan pandangannya dan tanpa perlu permisi duduk di bangku beranda rumah mantan suaminya tersebut.
Weni mengikutinya, duduk di bangku yang kosong lainnya. "Zia akan kamu ajak kemana?"
"Apa kamu sedang menginterogasiku?" sengit Intan tak kalah.
"Kalau suamiku bertanya setidaknya aku bisa menjawabnya."
"Ah... begitu. Bilang saja pada suamimu. Kalau Mama Zia mengajanya keluar, tidak penting kemana yang jelas aku akan mengantarnya pulang kembali, nanti."
"Apa tidak bisa kalian mengobrol disini saja?"
Intan memutar bola matanya. "Tidak bisa." Jawabnya tegas. "Apa kamu punya masalah denganku?" tanya Intan tanpa perlu merasa sungkan lagi, melihat sikap yang ditunjukkan istri mantan suaminya itu.
"Apa kamu sering menelpon suamiku?" tanyanya dengan nada cemburu yang sangat kental.
Intan tertawa. "Apa ada yang salah kalau menelponnya menanyakan kondisi anakku?"
Weni menipiskan bibirnya. Ia hendak berucap lagi tapi Zia keburu datang. "Ayo. Ma..." cetusnya saat mendekat.
"Zia. Kamu tidak boleh keluar lama-lama." Ucap Weni yang langsung disambut kernyitan di dahi Zia. "Itu pesan Papamu." Lanjut Weni. Tak ingin berlama-lama Zia langsung mengangguk singkat.
"Kami pergi dulu." Ucap Intan sambil menarik tangan Zia.
"Apa dia selalu ingin tahu seperti itu?" bisik Intan.
Zia mengendikkan bahu. "selama di sini Zia jarang mengobrol sama istri Papa."
Intan menganguk-anggukkan kepalanya sambil membuka kunci mobilnya.
***
Intan menggeleng kepalanya, melihat puterinya yang makan seperti orang kesetanan. Ia sempat mengira hal pertama yang diminta puterinya adalah bertemu dengan Adam ternyata dugaannya meleset. Dengan suara diperutnya yang tak terhindarkan Zia langsung memintanya mengantarkan ke sebuah restoran.
"Sudah berapa lama kamu tidak makan?" tanya Intan dengan nada kesal.
"Um... Mama jangan tanya-tanya dulu. Biarin Zia abisin makanannya dulu," ucap Zia tak jelas dengan mulut yang mengembung penuh dengan makanan.
Intan membiarkannya. Membiarkan puterinya menghabiskan semua makanan yang dipesannya.
Waktu berlalu. Intan hanya menyesap sedikit demi sedikit kopinya.
"Ma... Apa Mama benar-benar nggak mau bantu Zia?" ucap Zia meraih serbet dan mengelap mulutnya.
Intan hanya menaikkan sebelah alisnya. Zia tak perlu tahu apa yang sudah dilakukannya untuknya.
"Ma... Mama beneran nggak peduli ya sama Zia."
"Udah berapa lama kamu nggak makan?" tanya Intan tegas mengalihkan pertanyaan Zia.
"Zia makan. Tapi cuma snack yang dibeliin Cindy." Ucapnya menghela napas. "Zia mau mogok makan sampai Papa merubah pemikirannya."
"Kamu kira Papamu nggak tahu kalau kamu minta makan sama adikmu." Kata Intan meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
General FictionSinopsis : Zia memercayai satu hal, jika ia menemukan jodohnya maka jantungnya akan berdebar hebat. Begitupun saat pertama kali ia bertemu dengan Adam, yang meski dalam situasi tak mengenakkan Adam tetap membuat matanya berbinar. Jatuh bangun mendap...