"Kamu yakin nggak ikut Rin?" tanya Zia yang sibuk memasukkan tupperware ke dalam tas.
"Nggak Mbak. Ada tugas kelompok soalnya."
"Hmm... Iya deh. Biar aja Ayahnya yang sibuk jagain Melva ntar."
Zia memainkan matanya sedangkan Risa menyambut dengan senyum penuh arti. Melva sangat hiperaktif seharian jika Zia tidak dibantu dengan Risa dan Mamanya entah bagaimana jadinya. Hobinya jalan, sekalinya digendong langsung nangis. Masih usia satu tahun tujuh bulan tapi omongannya sudah banyak meski tak jelas apa yang diomongkannya.
Tetapi Melva sering jadi bahan cubitan Omanya, saking gemasnya, apalagi kalau sudah berjalan lucu seperti bebek karena Melva selalu menggunakan diapers. Hari ini Adam menjanjikan mengajak Melva jalan-jalan ke kebun binatang.
Adam yang hanya memiliki waktu di hari minggu terkadang tak menyadari betapa merepotkannya mengurus Melva. Ia sekadar memiliki waktu dimalam hari dan menemani Melva menonton Thomas dan Marsha and the Bear hingga ia tertidur. Saat itu energi Melva pasti sudah menurun drastis karena seharian dipakainya untuk bermain.
"Aduh...!! Mas...!!"
"Aduh...!! Mas...!!"
Tidak itu bukan suara Zia melainkan... Zia dan Risa saling bersitatap lalu sedetik kemudian tertawa terbahak. Mereka segera berhambur ke ruang keluarga.
"Zi... kamu yang ajarin Melva ngomong gitu ya?" tuding Adam dengan wajah tercengang setengah marah, tak mempedulikan Melva yang sudah berjingkat-jingkat meraih tubuh Zia sambil menangis.
Zia mengendikkan bahu seraya mengambil Melva dalam gendongannya. "Nggak ada! Ini kenapa Melva jadi nangis gini?" balas Zia.
"Nggak tahu. Mas, cuma pakaiin sepatu terus Melva nangis."
"Sepatunya kekecilan nih Mas," ujar Risa menyahuti sambil melepas sepatu Melva.
"Mas gimana sih. Masak nggak bisa kira-kira mana sepatu yang pas. Ini sepatu lamanya Melva."
Adam meringis dan hanya bisa menggaruk tengkuknya. Ia mendekati Melva yang masih menangis. "Aduh... Mas..." ucap Melva lagi dengan suara tangisan lebih pelan.
"Ayah Melva. Ayah," kata Adam seraya mengambil Melva dalam gendongannya.
"Ayah... Ayah..." ulang Melva membuat Adam gemas dan mengecupnya berulang kali.
"Zi. Besok kamu jangan panggil Mas lagi ya," tukas Adam sontak membuat alis Zia menungkik.
"Terus panggil apa?!"
"Ya, Ayah. Sama kayak Melva, biar Melva nggak niruin omongan kamu."
"Nggak, kan Mas suami Zia bukan Ayah Zia. Lagian udah kebiasaan."
Risa melirik pasangan suami isteri itu dan memilih mundur teratur.
"Ya dicoba."
"Iya. Iya... dari pada kelamaan ntar nggak jadi malah nggak jadi pergi," gumam Zia yang langsung memutar langkah ke dapur sedangkan Adam segera beralih ke rak sepatu dan memilih sepatu yang baru untuk Melva.
***
Cuaca terik ditambah Melva yang tidak bisa diam membuat Zia memutuskan untuk duduk disalah satu bangku taman. Biar saja Ayah dan Anak itu melihat-lihat hewan yang ada sedangkan Zia sudah tak lagi tertarik karena kelelahan, maklum saja ia yang bertugas menenteng barang bawaan kemana-mana sedangkan Adam bertugas menjaga Melva.
"Rapah..."
"Iya. Jerapah..."
Masih terdengar suara nyaring Melva dan Ayahnya. Zia membuka tasnya dan meneguk botol minumannya. Ia masih memperhatikan dua orang tercintanya itu sambil membuka perlengkapan Melva, sudah waktunya anak itu minum susu. Melva sudah berhenti asi sejak usia tiga bulan, Zia juga tak tahu apa sebabnya, mungkin rasa ASInya sudah tak enak lagi. Mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense
General FictionSinopsis : Zia memercayai satu hal, jika ia menemukan jodohnya maka jantungnya akan berdebar hebat. Begitupun saat pertama kali ia bertemu dengan Adam, yang meski dalam situasi tak mengenakkan Adam tetap membuat matanya berbinar. Jatuh bangun mendap...