Sedari tadi Nayla tidak bebas untuk berkumpul bersama temannya, boro-boro berkumpul! Untuk sekedar bercengkrama saja tidak bisa. Fadil selalu mengikutinya kemanapun.
"Aku kesini buat senang-senang loh. Perpisahan sama teman aku yang lain, tau gini mendingan kamu gak usah ikut!"
Nayla duduk ditangga sambil meneguk minumannya.
"Jangan ngomel deh. Ayo mendingan kita lanjut lagi naik ke atas, masih banyak loh tangganya."
Fadil mencolek dagu Nayla yang sedang cemberut.
"Nyesel deh aku ikut, tau kamu bakalan ngintit aku kemana aja. Gak bebas! Inikan perpisahan aku sama temen-temen, Fadil izinin aku bebas ya? Kali ini saja."
Nayla memejamkan matanya merasakan angin yang bertubrukan dengan wajahnya.
"Aku izinin kamu! Tapi, aku ikut kemanapun kamu pergi."
Nayla yang awalnya tersenyum langsung kembali cemberut mendengar penuturan Fadil.
"Kenapa? Ayo! Nanti aku fotoin kamu sama teman-teman centil kamu."
"Teman centil?"
Fadil mengangguk.
"Berarti aku juga centil dong? Kan aku juga teman mereka."
Fadil terkekeh. "Yaa enggaklah kan kamu istri aku."
Nayla terbahak-bahak. "Centil deh, udah jago gombal."
"Kenapa gombal? Kan kamu memang benar istriku."
Nayla menggeleng, lalu berdiri mengikuti Fadil yang telah berjalan terlebih dahulu.
Nayla dan Fadil sudah sampai dipuncak candi, Nayla melihat teman-temannya menjulurkan tangannya kelubang arca-arca. Mitos atau Fakta, katanya kalau kita berhasil menyentuh patung didalamnya maka kita akan beruntung.
Nayla juga melihat temannya yang banyak mendapatkan koin atau bunga setelah mencoba memasuki arca-arca itu. Nayla terkekeh ketika melihat Alifya yang dipasangkan bunga disisi kerudungnya oleh Dika.
"Mau koin apa bunga? Kata orang sih kalau dapat dua-duanya bakalan beruntung. Tapi, menurutku akan lebih beruntung jika aku memberikannya kepada istriku."
Fadil datang dengan sangat tiba-tiba, lalu memperlihatkan koin dan bunga yang ada pada tangan kanan-kirinya.
Nayla terkekeh lalu mengambil bunga itu, menyelipkannya disela telinga Fadil.
"Unchh... Cantik sangat suamiku."
Fadil terbahak mendapat perlakuan seperti itu dari istrinya.
"Gabung gih sama temen-temen kamu!"
"Serius?"
Fadil mengangguk. "Iya, soalnya daritadi aku hanya liat wajah cemberut dari istriku ini. Gihh samperin teman-teman kamu, kamu bawa uang sama ponsel 'kan?"
Nayla mengangguk, sambil memperlihatkan sling bag nya serta kamera yang menggantung dilehernya.
Fadil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya lalu memberikannya pada Nayla.
"Ini Nafkah Borobudur dari aku. Uang kamu simpen aja ya, sekarangkan kamu istriku, berarti sudah kewajiban aku menafkahi kamu."
Fadil mengusap puncak kepala Nayla. Nayla mengangguk lalu memasukan uangnya kedalam dompetnya.
Fadil tersenyum melihat kepergian istrinya ke arah teman-temannya. Nayla benar, kan ini adalah acara perpisahan untuk Nayla, dan Fadil tidak boleh mengengkangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Imam
RomanceBerawal dari masa kecil yang sering bermain nikah-nikahan. Dan sebuah janji akan menikahi ketika sudah kembali. Sama-sama berjuang diawal dengan orang tercinta sangat tidak disukai oleh Fadil, Fadil adalah laki-laki gentlemant yang ingin berjuang se...