25. Perfect Imam-Keputusan Nayla

857 68 1
                                    

Sebagai seorang istri yang harus mengikuti suami kemana saja. Nayla bimbang dengan hadiah yang Fadil berikan, sebuah pilihan yang melibatkan rasa juga jarak.

"Gak ada pilihan lain, Mas?" Nayla mencoba bertanya seperti itu, siapa tahu Fadil hanya bercanda.

Fadil menggeleng tersenyum rapuh. "Aku tahu, ini pilihan terberat untuk kamu. Tapi untuk aku juga Nay, aku ninggalin tanggung jawab aku."

Nayla menunduk dalam perasaan yang dilema, rasanya ia ingin berteriak dan memulai sesuatu yang ia inginkan. Berkuliah dan seterusnya ada disamping Fadil.

Fadil tahu kedilemaan Nayla, Fadil sudah memikirkan hadiah terbaik ini dari jauh-jauh hari. Setiap detiknya Fadil berfikir apa yang terbaik untuk keduanya, bukan! Ini berat untuk Fadil, bayangkan saja Fadil meninggalkan tanggung jawabnya dikejauhan jarak yang membentang tajam.

"Boleh aku pertimbangkan semua ini?" Nayla menatap Fadil gusar.

Fadil mengangguk lalu menarik selimut untuk memberikan kehangatan kepada Nayla. Dirinya tidak bisa memberikan kehangatan manual berupa pelukan, Fadil tidak bisa melakukannya, itu sangat berat untuk keadaan yang seperti ini.

Nayla mencekal pergelangan tangan Fadil ketika Fadil hendak beranjak dari ranjang. "Tidurlah Nayla, aku harus melihat email aku terlalu lama meninggalkan pekerjaanku di Jerman."

Nayla menatap kepergian Fadil dengan menatap tangannya yang tadi mencekal Fadil, ada apa dengan suaminya? Ini hampir shubuh, Nayla yakin Fadil belum tidur dari semalam.

*****

Fadil mengelus rambut Nayla yang sedang tertidur, Fadil tahu bahwa ia mengabaikan Nayla dari shubuh. Ternyata, mengacuhkan Nayla tidak mudah.

"Sholat shubuh Nay." Fadil tersenyum ketika Nayla membuka matanya, Fadil juga mengecup kening Nayla.

"Kenapa enggak tahajjud dulu?" Tanya Nayla yang keheranan, karena biasanya sebelum mereka sholat shubuh, mereka biasanya tahajjud terlebih dahulu.

"Udah adzan, ayo cepat ambil air wudhu." Titah Fadil, mengecup kening Nayla lagi, lalu berlalu pergi ke mushola yang ada di rumahnya.

*****

Rike memperhatikan kecanggungan diantara Nayla maupun Fadil, Rike keheranan, tidak seperti biasanya. Rike mencoba berpikir baik, bukannya Fadil selalu diam saat makan? Tapi, diamnya kali ini sangat berbeda.

"Tambah lagi Nay?" Tanya Rike yang melihat Nayla meneguk air putih.

Nayla menggeleng. "Aku udah kenyang, Bun."

Fadil selesai makan, tidak bicara apa-apa dan langsung saja beranjak dan pergi ke ruang kerja Ayahnya.

"Kamu ada masalah dengan Fadil?" Tanya Rike.

Nayla menggeleng, lalu tersenyum. "Mungkin Mas Fadil rindu Ayah, juga dia banyak pekerjaan Bun"

Rike hanya mengangguk lalu membantu Nayla membereskan meja makan, dibantu beberapa pelayan dirumah.

*****

Nayla berjalan pelan ke ruang kerja almarhum sang Ayah mertua, dirinya ingin menemui Fadil dan berbicara pilihannya sekarang, Nayla juga ingin bertanya, kenapa Fadil seperti mendiaminya saat ini?

Sebelum Nayla membuka knop, pintu sudah terbuka menampakkan Fadil yang menatap Nayla datar, hampir tanpa ekspresi. Jadi Nayla tidak bisa membaca bagaimana suasana hati Fadil saat ini.

"Aku mau ngomong sama kamu Mas." Akhirnya Nayla memberanikan diri untuk bersuara.

Fadil mengangguk lalu menggandeng bahu Nayla pergi ke kamar.

Perfect ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang