10. Perfect Imam-New Life

1.2K 80 1
                                    

Kreuzberg, Berlin, Jerman.

Sinar matahari perlahan masuk kedalam celah-celah gorden yang sejak shubuh tadi sudah dibuka. Udara segar menetobos masuk memasuki kamar lewat pintu kaca balkon yang baru saja dibuka oleh seorang gadis yang masih memakai piama tidur warna brown.

Mata gadis itu menyelidik menatap laki-lakinya yang setelah sholat shubuh tadi tidur kembali. Sepertinya laki-lakinya itu kecapekan, pikirnya.

Nayla meniup-niup kecil telinga Fadil, bermaksud akan mengerjainya. Nayla tersenyum ketika Fadil mulai terusik dari tidurnya, Fadil membuka matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya yang onyx.

"Lha... Nay, kamu bangun kapan?"

Fadil beranjak dari tidurnya berjalan ke arah Nayla yang duduk disofa, didepan gorden.

Fadil mengucek matanya. "Masih jetlag ya, yang?"

Nayla mengangguk. "Sedikit."

Kreuzberg, Berlin. Disinilah sekarang mereka tinggal. Di daerah yang berada dikota Berlin, tempat tinggal baru bagi Nayla dan Fadil, bukan hanya tempat baru bagi mereka. Tapi... Kehidupan baru, karena semua kisah cinta mereka akan direkam disini, akan diingat disini.

Fadil menggandeng bahu Nayla untuk keluar kamar, lalu mangajaknya keliling rumah yang diberikan kakek Fadil sebagai hadiah pernikahan kecil katanya.

Nayla berdecak kagum dengan interior yang sangat indah dan klasik.

Lampu kristal ukuran jumbo menggantung indah ditengah-tengahnya, guci-guci juga pernak-pernik berjajar rapih disetiap sudut ruangan juga lemari kaca yang dapat terlihat kilau mewahnya.

Para Pelayan membungkukkan sedikit badannya ketika berpapasan dengan Fadil dan Nayla. Sebenarnya, mereka sudah terbiasa dengan kehadiran Fadil yang sesekali suka berkunjung kemari tapi dengan kehadiran nyonya baru dirumahnya ini mereka jadi canggung.

Fadil mengajak Nayla duduk diruang TV yang langsung menghadap ke kaca yang memperlihatkan bagian luar kota.

"Kamu udah istikharah mau ngambil jurusan apa? Kan tadinya mau Pendidikan Pancasila, tapi ini 'kan bukan di Indonesia... Hehe"

"Ekonomi kayaknya, akuntansi gitu. Boleh?" Nayla tersenyum.

Fadil mengangguk. "Boleh, apa aja asal kamu tau kodrat kamu sebagai wanita. Wanita 'kan kodratnya itu ada sebagai Istri dan seorang Ibu, kamu boleh bekerja asal jangan lupa sama kewajiban kamu sebagai Istri dan seorang Ibu nanti."

Nayla tersenyum manis. "Jadi boleh kalau aku jadi Akuntan?"

Fadil mengangguk lalu mengusap kepala Nayla. "Boleh, jadi kamu juga nanti bisa bagus ngurusin keuangan kitanya, hehe."

Nayla terkikik.

*****

Nayla memgeratkan kupluk coklatnya, sekarang ia akan diajak Fadil untuk melihat Perusahaan yang akan dikelola oleh suaminya itu

Fadil membuka pintu mobil untuk Nayla, mempersilahkan istrinya itu masuk terlebih dahulu, setelah itu baru dirinya.

"Terakhi ke sini status aku masih bujang, eh sekarang udah jadi suami orang aja." Fadil memakaikan Nayla sabuk, lalu mencium pipi Nayla dengan cepat.

"Ihh, ko ngeselin. Ayo jalan."

Fadil terkekeh lalu menjalankan mobilnya.

Nayla mendelik kesal ke arah Fadil. "Kamu tau 'kan jalannya?"

Raut wajah Fadil seketika berubah menjadi cemberut. "Haduh Nay, aku lupa lagi. Ini aja asal jalan, gimana dong?"

Perfect ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang