Part 1

15.8K 607 8
                                    

Berlari dan terus berlari menerobos rintikan air dari langit. Ga ada kata berhenti!! Waktu sudah mepet. Telat bentar aja bisa gatot rencana sore ini. Gadis berambut panjang coklat kemerahan sedikit curly diujungnya dikuncir, memakai kemeja putih dan rok abu abu. Dia berhenti didepan sebuah restoran cepat saji. Dia mengatur nafas dan memperbaiki penampilannya. Dengan anggun memasuki restoran.

"Permisi mba, saya ingin melamar pekerjaan"

Wanita tua yang ada didepannya mengangkat sebelah alisnya. Dia melihat jam tangan dan menyerigai.

"Kami membuka lowongan pukul 7 pagi. Anda tau sekarang pukul berapa?"

Zea Zayla Mays mengitari pandangannya diseluruh penjuru restoran dan berhenti ketika melihat jam dinding bertengger ditengah ruangan. Dia kembali menatap wanita tua tadi.

"Pukul 9 bu, dan saya rasa ibu sudah tau"

Wanita tua itu kembali menyerigai. "Jadi, anda sudah tau kalo lowongan kerja sudah ditutup kan? Silahkan meninggalkan restoran ini"

"Ta-tapiii bu"

"GO AWAY!!"

***

'Shiit'

Aku melangkah gontai meninggalkan Restoran cepat saji yang aku harapkan ini. Ga ada lagi kesempatan kerja dan aku harus cepat cepat mendapatkan kerja untuk menghidupi hidup kami. Kami yang aku maksud adalah aku sendiri, Dion adikku dan Dea kakak perempuanku.

Aku Zea Zayla Mays umur 17 tahun, seorang mahasiswi jurusan Ekonomi diuniversitas Jakarta yang sedang mencari pekerjaan part time. Seminggu yang lalu Aku dipecat secara tidak hormat oleh bos botak itu. Huuhh malang nian nasibku ini. Sekarang aku luntang lantung ga jelas.

Aku membuka halaman koran yang berisi lowongan kerja. Sebenernya capek ngurusin ginian. Padahal aku ini tadinya kalo belanja tinggal gesek, makan tinggal suruh pembantu atau ke restoran termahal, jalan jalan tinggal suruh supir atau bawa mobil sendiri. Dan sekarang?? Berubah 180 derajat. Boro boro belanja, makan aja susah. Boro boro punya mobil, sepeda aja ga punya. Mau kuliah harus mati matian cari beasiswa agar tetap bisa belajar tanpa mengeluarkan banyak uang. Aku memberi lingkaran pada beberapa jenis lowongan yang bisa aku lakukan. Aku memperhatikan satu lowongan yang sekiranya bisa aku andalkan. Jarak lumayan dekat dari sini. Aku menutup koran, melipatnya kemudian masuk didalam rumah mini yang aku miliki sekarang. Bila dibandingkan dua tahun lalu rumah ini seluas kamarku. Berarti memang mini banget deh.

Aku melihat Dea duduk dikursi menekuk lutut, melipat tangan diatas lutut dan menelungkupkan kepalanya ketangan. Aku mendekatinya, duduk disebelahnya, mengelus rambut lurus panjang hitamnya. Berbeda denganku yang rambutnya coklat. Ayah dan Bunda memiliki rambut hitam, kakak dan adikku juga, tetapi rambut aku coklat.

"Kak Dee udah makan?"

Dea mendongak, menatap mataku lurus lurus. "Dee ga laper, Dee cuma pengen nyusul Ayah sama Bunda".

kini Dea menatap pintu yang terbuka, pandangannya kosong. Aku sedih jika melihat kak Dea. Dia belum bisa menerima kepergian Ayah dan Bunda. Dea anak kebanggaan Orang tua. Dia baik, penurut, cantik, pintar, dan berbakat sehingga dia sangat disayang oleh Ayah dan Bunda. Dia ada didalam mobil ketika kecelakaan itu terjadi. Dan sekarang bisa dilihat sendiri kan? Dea mengalami depresi. Dia lebih banyak diam dan menangis. Perkataannya juga ngelantur. Dea juga galak pada orang asing.

aku mengambil makanan untuknya. Menyuapinya. Dia menggelengkan kepalanya. Dea memang susah makan.

"Emang kak Dee mau kalo ayah bunda sedih liat kakak yang ga mau makan?"

Akhirnya dia membuka mulut menerima makanannya.

Suara motor didepan mengalihkan perhatianku. Dion masih mengenakan seragam SMPnya masuk kedalam. Padahal sudah jam 5 sore.

"Dari mana aja Yon?"

"Bukan urusan lo"

Aku menghela nafas dan menyuapi Dea kembali. Dion masih kelas 3 SMP awal semester dan bandelnya bukan main deh. Semasa kecil dia dimanjakan dengan uang yang berlimpah. Sehingga saat kami jatuh miskin dia jadi amburadul ga jelas. Suka marah ga jelas. Suka main sampe malem. Mau jadi apa dia?

Uang sekolah kami memang sudah dibayar lunas sejak awal masuk sekolah. Sehingga kami tidak perlu repot membayar sekolah dua tahun ini. Kami hanya membeli alat tulis saja. Aku baru satu bulan lulus SMA, ketika sekolah aku bekerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Keadaan Dea tidak memungkinkan untuk bekerja. Sedangkan Dion masih terlalu kecil untuk bekerja. Aku juga harus memikirkan biaya untuk Dion melanjutkan SMA. Dan aku harus mempertahankan beasiswa yang aku dapat. Aku ga mau berhenti ditengah jalan.

Cuaca cerah namun tidak seperti suasana hatiku saat ini. Aku membawa berkas berisi surat lamaran kerja. Sudah lebih dari lima tempat lowongan kerja. Namun aku belum diterima. Sekarang ini sudah sore. Aku berjalan ke tempat terakhir. Dikoran tertulis membutuhkan jasa sopir. Aku bener bener gila karena ikutan kaya gini. Aku memang sudah bisa ngendarain mobil sejak SMP. Dan terakhir aku bawa mobil kelas 1 SMA sebelum mobil aku diambil pastinya. Aku berhenti didepan sebuah rumah mewah. Aku cek lagi alamat rumah ini dengan alamat yang ada dikertas koran yang aku gunting. 'Bener kok'

Aku masuk, disambut dua orang satpam yang satu gendut dan yang satu berkumis.

"Cari siapa?"

"Pemilik rumah pak"

"Ada perlu apa?"

"Ngelamar kerja"

Keduanya manggut manggut lalu mengajakku masuk ke rumah mewah ini.

"Yakin mau kerja disini?"

"Tentu"

"jangan nyesel ya?"

"Memang dirumah ini ada gorilla nya pak?"

"Tidak juga sih, nanti juga kamu tau kalo kerja disini" ucap pak satpam sambil tersenyum ramah.

Women DriversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang