CHAPTER 7

1.7K 196 13
                                    

Disini. Di kegelapan malam. Mitha dan Radith duduk diloteng Rumah, memandang langit malam yang kelam, sekelam hati Adam. Mitha dan Adam tidak berhenti menertawakan kekonyolan mereka sendiri. Ya. Kenyataan membawa mereka kepada fakta bahwa mereka saudara. Ironis.

"Hampir aja dulu gue naksir lo, dam. Lo ganteng banget, anjir !" Mitha tertawa. Adam yang mendengarnya hanya tersenyum sambil kembali menyelipkan rokok disela-sela bibirnya.

"Kamu masih mending hampir," Adam tertawa.

Kata-kata Adam membuat Mitha berpaling menatap Adam. Adam membalas tatapan mata Mitha.

"Aku suka sama kamu. At the first sight. Kenyataan bahwa aku gak bisa milikin kamu sama sekali lebih menyakitkan daripada melihat kamu bersama orang lain, Mitha."

Adam menghembuskan asap rokoknya ke atas. Asap rokok itu perlahan hilang tertiup angin malam.

"Maaf ," Entah kenapa tapi, kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Mitha.

"Ini bukan salah kamu. Ini hanya masalah ... waktu. Lebih cepat aku tau kalo kamu saudaraku akan lebih baik," Adam menggenggam tangan Mitha erat. Mitha menatap tangannya yang bertautan dengan tangan Adam.

"Sekarang tugasku adalah menjaga kamu. Sebagai kakak. Aku bakal ngelakuin itu."

Mitha mengangguk. Senyum mengembang dari bibirnya. Sedetik kemudian tanpa ada yang tau siapa yang memulai keduanya berpelukan erat. Adam membenamkan wajahnya ke rambut Mitha. Ada sesuatu yang basah mengalir di pundaknya.

Adam .. menangis ?

Mitha membelai lembut punggung Adam, "Kamu kenapa?"

Adam menggeleng lemah, "bantu aku .. bantu aku buat melupakan perasaanku ke kamu. Aku gak bisa sendirian, Mitha. Gak bakal bisa. Perasaan ini sudah terlampau dalam, jauh tanpa aku sadari."

Mitha terdiam. Lidahnya kelu. Hatinya sakit melihat Adam seperti itu. Dan terlebih lagi, hatinya sakit mengetahui dialah penyebabnya. Malam itu satu hati telah mundur teratur, mencoba mengobati luka hatinya sendirian dalam diam.

                                        ⚫️⚫️⚫️

"Mi .. aku tinggal sama Mitha, boleh?"

Mami Ririn yang sedang memotong bawang berhenti dari aktifitasnya.

"Kenapa?"

Adam duduk di kursi dekat mami nya dan menopang dagu dengan satu tangannya, "Semester ini kan aku magang di kejaksaan. Berangkat pagi terus. Kejaksaan lebih deket dari rumah Mitha. Dan enak juga bisa bareng adek kan berangkatnya."

Adam meringis perih dalam hati. Sudah seminggu ia mengetahui bahwa Mitha adalah saudara tirinya. Namun, memanggil Mitha dengan sebutan Adik, terutama di depan mami dan papa masih sangat terasa menyakitkan.

"Kalian lahir ditahun yang sama. Tapi, Mitha november dan Adam Mei. Jadi, Mitha itu adik kamu ya, dam."

Mami mengangguk mengerti dan melanjutkan aktifitasnya, "Udah bilang papi sama Mitha?"

"Mitha udah tau, malah Mitha yang suruh aku di sana aja nemenin dia. Kalo papa belum."

"Yaudah nanti malam bilang papa dulu. Kalo dibolehin gakpapa. Mami malah seneng kamu cepet akrab sama Adek kamu. Dia baik ya, dam?"

Adam tertawa lirih, "Iya mi. Mitha baik banget, persis kaya papa."

Adam bangkit dari kursi dan menuju kamarnya. Dihempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Tangannya meraih handphone yang tergeletak di meja kecil dekat tempat tidurnya. Setelah menemukan apa yang dicari, adam menekan tombol hijau dilayar.

TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang