CHAPTER 14

1.4K 161 2
                                    

Radith mengetuk-ngetuk meja didepannya dengan jarinya. Sesekali matanya melirik jam yang melingkar ditangannya. Sudah hampir satu jam ia menunggu, namun Mitha tak kunjung datang. Beberapa kali matanya melirik ke arah jalan mencari sesosok wanita yang ia rindukan.

"Permisi kak, apakah ada tambahan pesanan lain?"

"Nggak mbak. Saya nunggu teman saya dulu. Sepertinya sedang kena macet."

"Baik kak."

Setelah pelayan undur diri, Radith mengecek handphone nya.

No message. No call. No shit.

Jari Radith mencari nama Mitha di handphone nya dan bersiap memencet tombol hijau. Namun, belum sempat ia melakukannya, sesosok wanita yang ia tunggu dari tadi. Wajahnya terlihat lelah, rambutnya berantakan namun tetap menawan. Radith berdiri dari kursinya dan melambaikan tangannya. Mitha tersenyum sambil membalas lambaian tangan Radith.

"Sorry telat," Mitha duduk di kursi depan Radith. Tangannya langsung menyambar tissue yang ada didepannya dan mengelap wajahnya.

"Nggak papa. Gue bakal nunggu lo selama apapun itu."

Mitha menghentikan aktifitas menyeka peluh kemudian melempar tissue ke arah Radith.

"Gue kesiangan. Adam nggak bangunin gue. Kejebak macet. Panas gila! Gue laper, haus, capek. Mana nyetir sendiri soalnya tadi Adam lagi ada urusan nggak bisa nganterin. Eh, tadi pas dijalan di perempatan depan ada orang motong jalan. Kesel gue! Kalo ketabrak gue juga yang disalahin."

Radith tersenyum lebar mendengar celotehan Mitha. Sepertinya sudah berabad-abad ia tidak mendengar suara Mitha. Sungguh Radith rindu setengah mati. Mitha berdiri dari kursinya dan menuju ke arah kasir. Mitha memang tidak suka berteriak memanggil pelayan. Ia lebih memilih berjalan dan mengambil buku menu lalu kembali ke kursinya. Katanya itu tidak sopan seperti halnya saat menunjuk seseorang saat berbicara.

Ketika Radith bersiap memulai pembicaraan tiba -tiba dering ringtone terdengar dari handphone Mitha.

"Holla ..."

"..."

"Iya, udah sampe."

"..."

"Iya, Ya Allah. Kamu cerewet."

"..."

"Iya ... iya. Udah ah. Daahh!"

Mitha memasukkan handphone nya kedalam tas.

"Adam?"

Mitha mengangguk sambil tersenyum, "kakak gue possesive abis emang. Saya banget gue sama dia."

Radith mengangguk, "kalo sama aku sayang nggak?"

Mitha menyantap banana split didepannya, "sayanglah. Kan gue sayang sama lo dari dulu. Lo aja yang nggak nyadar."

"Kalo sekarang masih?"

Mitha mengangguk sambil terus menyantap hidangan didepannya, "dari dulu gue sayang. Tapi lo nggak peka. Ya udah."

"Gue juga sayang sama lo lebih dari temen tapi lo nggak peka juga. Sama aja udah," Radith membalas.

"Dimana-mana itu yang harus peka yang cowok," Mitha melotot.

"Ini udah abad millennium. Nggak ada salahnya cewek yang maju duluan, lo malah pacaran sama Rio," Radith balik melotot.

"Lah kan dulu lo yang nyuruh. Katanya suruh nyoba dulu," Mitha berbicara dengan suara sedikit meninggi.

"Ya kan harusnya lo peka, Mitha."

Mitha melempar garpunya membuatnya beradu dengan piring membuat suara nyaring. Beberapa mata disekitar mereka sekarang memperhatikan Mitha dan Radith.

TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang