CHAPTER 22

1.2K 142 1
                                    

Mitha menatap foto yang sedari tadi ia genggang. Mitha mengkhawatirkan Radith. Sudah hampir seminggu ini Mitha mencoba menghubungi Radith tapi hasilnya nihil. Mitha menyesal. Sungguh. Tidak ada maksud sedikitpun untuk menyakiti Radith. Mitha sayang Radith. Mitha yakin Radith tahu itu. Namun, yang tidak bisa dipahami oleh Radith adalah rasa sayang Mitha hanya sebatas sahabat. Tidak lebih. Mitha mencintai Adam. Mitha sudah mematrikan hatinya untuk Adam. Mitha hanya ingin Radith mengerti.

Hanya itu.

"Kamu udah makan?"

Lamunan Mitha buyar ketika mendengar suara dari balik pintu. Dengan cepat Mitha menghapus air mata disudut matanya. Dilihatnya Adam sedang berdiri disana. Mitha tidak tahu seberapa lama Adam berdiri disana, tapi Mitha yakin Adam melihatnya menangis tadi. Mitha memberikan senyuman lebar untuk Adam.

"Nanti mas. Belum lapar."

"Fine. Terserah." Adam mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Tak selang berapa lama terdengar suara mesin mobil menderu dan berlari meninggalkan garasi rumah. Itu Adam. Adam pergi. Mungkin Adam sudah muak melihat Mitha yang hanya diam melamun, memandang foto Radith dan menangis.

Tangis Mitha semakin menjadi ketika mengingat wajah kecewa Adam. Kenapa Adam tidak mau mengerti? Mitha sayang Radith sebagai sahabat. Tidak lebih. Mitha khawatir dengan Radith. Dulu sebelum Adam datang, Radith adalah orang yang selalu ada untuk Mitha dalam keadaan apapun. Sekarang saat Radith sedang dalam kondisi terburuk, Mitha ingin membalasnya. Mitha ingin ada untuk Radith. Meyakinkannya bahwa semua baik-baik saja. Hanya itu. Kenapa Adam tidak bisa merasakan bahwa cinta Mitha hanya untuk Adam.

Mitha bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Mitha mengunci pintu kamar mandinya dan diam disana. Mitha menghidupkan shower, membiarkan air membasahi tubuhnya, membiarkan air membantunya mengurai rasa sakit dalam dadanya. Tangis Mitha tidak terbendung lagi.

Kenapa semua harus begitu rumit?

***

Adam meletakkan kunci mobilnya di meja tamu. Bajunya sedikit basah karena hujan yang cukup deras. Saat memasuki rumah ia merasa heran. Tidak biasanya rumahnya segelap ini. Biasanya Mitha akan menyalakan semua lampu saat menjelang senja. Mitha benci gelap, Mitha benci hujan dan Mitha benci petir.

Adam menghela nafas. Harusnya ia tidak meninggalkan Mitha sendirian. Mitha pasti ketakutan. Radith berjalan menuju kamarnya sambil membawa cemilan yang ia beli barusan. Mitha suka keripik kentang.

"Sayang."

Kosong.

Mitha tidak ada dikamar. Adam mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi.

"Sayang, kamu lagi mandi?"

Adam mengetuk pintu kamar mandi berulang kali namun tidak ada jawaban.

"Mitha..."

"Mitha !!"

Adam mulai panik. Adam bukan lagi mengetuk tapi menggedor pintu kamar mandi.

"MITHA!!!"

Adam memutar kenop pintu namun ternyata terkunci. Mau didobrak? Mustahil. Rumah Mitha adalah rumah dengan arsitektur penuh kayu jati tua. Mendobrak pintu kayu jati sama saja bunuh diri. Adam berlari kebawah kemudian kembali dengan membawa sekotaj peralatan pertukangan. Adam mencoba mencongkel pinggiran pintu. Setelah berkutat dengan kayu jati agak lama dan tidak membuahkan hasil akhirnya Adam terpaksa menggunakan gergaji mesin. Namun, sebelum memutuskan untuk memotong pinggiran kayu, Adam mendengar  langkah kaki dibelakangnya.

"Mas Adam mau ngapain?"

Adam terlonjak kaget melihat Mitha berdiri dibelakangnya. Badannya basah kuyup. Wajahnya terlihat pucat. Namun, saat ia berkedip beberapa kali tiba-tiba sosok didepannya menghilang.

TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang