CHAPTER 4

2.2K 235 6
                                    

Suara Gemuruh hujan dan petir membuat suasana petang menjadi sedikit menyebalkan. Ya, Mitha benci petir. Takut lebih tepatnya.

Televisi di rumahnya meledak di depan mata kepalanya sendiri karena Antena di atas genteng tersambar petir. Saat itu Mitha berusia tujuh tahun. Dia masih ingat bagaimana ekspresinya saat melihat televisi nya mengeluarkan asap.

Bengong. Udah gitu aja.

Setelahnya, Mitha dimarahin habis-habisan oleh Mamanya karena tidak menuruti perintah Mama untuk mematikan televisi saat hujan lebat.

Mitha tersenyum mengingat kejadian itu. Sudah lama sekali rasanya. Sekarang usia Mitha dua puluh tahun menuju dua puluh satu. Semenjak Ibunya meninggal dan Ayahnya menikah lagi Mitha memilih untuk hidup sendirian. Ia masih punya Radith dan itu sudah cukup baginya.

SPLAAASSSHHH

Cahaya kilat menusuk mata. Membuat Mitha reflek menutup mata dan telinga.

"Kenapa harus ada kilatnya sih? Ya Tuhan, udah dong stop jangan mainan kilat. Kaget."

BLLLAAARRRR

"Tuh kaaaannn ... petir kaaannn. Radith lama banget lagi."

Mitha menyembunyikan wajahnya dibawah bantal. Berharap dengan begitu ia tidak melihat kilat. Mitha tetap berada diposisinya sampai beberapa lama, sampai ia mendengar suara dari pintu depan.

"Radith ... Lo bukan?"

Hujan mulai mereda, namun masih ada sisa-sisa kilat yang menyala di langit.

Malaikat minta foto bareng.

Mitha beranjak turun dari tempat tidurnya dan melangkah keluar kamar.

"Radith ..."

Mitha menyalakan lampu ruang tengah dan ruang tamu , namun tidak ada tanda-tanda Radith. Mitha sudah siap berbalik menuju kamar, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara dari arah dapur.

"Kalo ini maling mending, gue gebuk pake palu pasti mampus. Nah kalo setan."

Mitha bergidik ngeri. Ia mengambil baseball bat yang memang sudah ia siapkan dibelakang lemari untuk berjaga-jaga kalau ada maling. Mitha berjalan Tiptoe kearah dapur. Tangannya mencengkeram pukulan baseball dengan kuat. Namun, sesampainya di dapur ia tidak melihat apa-apa.

"Perasaan gue aja kali ya."

Mitha sudah siap berbalik arah. Namun, ia tiba-tiba dikejutkan dengan sesosok pria yang tiba-tiba sudah berdiri dibelakangnya.

"BHAAAA!!!" Radith berteriak kencang membuat Mitha terlonjak kaget dan mundur beberapa langkah.

"BANGSAT LO RADITH!! DASAR BRENGSEK!! GUE KAGET ANJING!!"

Mitha memukul Radith dengan tinjunya berulang kali. Radith tertawa puas sambil tetap melindungi kepalanya dari pukulan Mitha.

"LO KELUAR DARI RUMAH GUE SEKARANG!! TAI !!"

Mitha berlari ke kamar. Mitha menangis saking takutnya. Radith yang mengetahui Mitha benar-benar marah segera menyusul ke kamar.

"Hey .. Maaf," Radith hendak memeluk Mitha namun Mitha dengan sigap menampik tangan Radith. Mitha berdiri membelakangi Radith.

"Maaf .. beneran cuma bercanda. Maaf ya sayangku Mitha," Radith memeluk Mitha dari belakang.

"Gak!"

"Ih kok gitu. Dimarahin Tuhan nanti kalo marahan."

"Bodo!"

Radith menghela nafas, "Gue harus ngapain nih biar dimaafin?"

TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang