CHAPTER 19

1.2K 146 4
                                    

Hari yang ditunggu oleh Mitha telah tiba. Sejak kemarin malam Mitha tidak bisa tidur memikirkan Adam yang segera pulang. Sebentar lagi mereka akan bertemu. Sebentar lagi mereka akan bersama lagi. Ya, sebentar lagi.

Pesawat Adam akan mendarat pukul 11 siang di bandara. Ini masih jam sembilan pagi. Sejak subuh Mitha sudah bersiap-siap. Mandi, menyiapkan masakan spesial untuk Adam, mematut dirinya didepan cermin, memastikan tidak ada satu helai rambutpun yang berantakan.

Mitha memang terlalu berlebihan. Sungguh, baru kali ini merindukan seseorang sebegini hebatnya. Sebentar lagi orang yang ia rindukan akan pulang. Dan kali ini Mitha berjanji kemanapun Adam pergi ia akan ikut. Mitha tidak sanggup jika harus berpisah dengan Adam. Tidak walau untuk satu hari.

Pukul setengah sepuluh Mitha mulai siap berangkat ke bandara. Lancer kuningnya sudah bertengger manis di depan garasinya. Jalan pagi ini tidak begitu padat. Mitha bisa dengan leluasa memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas normal. Mitha suka ngebut. Ralat, Mitha tidak pernah bisa menyetir pelan. Rio dan Radith adalah orang yang paling cerewet kalau Mitha sudah ngebut. Sekarang ditambah Adam yang tidak pernah lupa mengingatkannya untuk selalu berhati-hati saat nyetir.

Demi Tuhan, Mitha adalah wanita paling beruntung memiliki tiga pria yang sangat menyayanginya. Namun, bagi Mitha hanya Adam masa depannya. Rio sudah ia anggap sebagai saudara dan Radith sudah mendarah daging dalam dirinya tidak akan pernah hilang sampai kapanpun. Mitha sayang Radith dan hanya sebatas itu. Tidak lebih. Tidak seperti rasa sayang Mitha kepada Adam. Bersama Adam Mitha melihat masa depannya. Bersama Adam Mitha melihat rumah tempat ia menua dan mati.

Sesampainya dibandara Mitha menunggu di pintu penjemputan. Mitha berulang kali mengecek handphone nya.

No call. No message. No shit.

Mitha menyapu pandangannya ke seluruh orang yang lewat didepannya. Mencari sesosok pria yang ia rindukan.

Nihil.

Sudah tiga puluh menit sejak pesawat mendarat namun Adam belum juga muncul. Sampai akhirnya ia melihat seseorang yang sangat ia kenal mengenakan kaos putih dan celana jeans hitam.

"Mas! Mas Adam!" Mitha berteriak sambil melambaikan tangannya. Suara Mitha yang terdengar sangat kencang membuat orang disekitarnya menoleh ke arahnya. Namun ia tidak peduli. Adam yang melihat Mitha dari kejauhan langsung membalas lambaian tangan Mitha dan berjalan dengan setengah berlari. Mitha terlihat berjingkrak-jingkrak sambil terus memanggil nama Adam.

Saat Adam sudah keluar pintu, Adam merentangkan kedua tangannya. Mitha langsung berlari ke arah Adam dan melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Adam. Adam mengangkat tubuh Mitha dan memutarnya di udara.

"I miss you so much." Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Mitha saat berada dalam pelukan Adam.

"Shh...jangan nangis. Aku udah pulang. Aku disini. Kita nggak akan pisah lagi. Nggak akan pernah. Dan nggak akan aku biarin apapun misahin kita. Apapun. Ikut aku kemanapun aku pergi ya, sayang."

Mitha sesenggukan dan mengangguk berulangkali dalam pelukan Adam. Sungguh, Mitha rindu Adam. Saat berada dalam pelukan Adam, rasanya semua rindu yang menumpuk dan menggantung di dadanya serasa menghilang.

Selama perjalanan pulang, tangan Adam dan Mitha tak pernah lepas. Saling menggenggam. Tidak ada yang berbicara apapun. Mereka hanya diam. Namun sentuhan tangan Adam kepada Mitha dan belaian lembut Mitha sudah mengatakan banyak hal. Mitha memacu kendaraannya dengan kecepatan diatas biasanya. Dan tidak seperti biasanya, Adam kali ini tidak protes. Mereka ingin segera sampai Rumah.

Jangan mesum. Mereka mau main karambol.

Sesampainya dirumah, Adam meletakkan kopernya diruang tamu dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak di sofa.

TROUBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang