***
"Hahahaha." Qisha tertawa terbahak-bahak, sesaat setelah ia melihat video perkenalan Sydney dan Shabian.
"Anjrit. Cowok pertama nih yang nolak Sydney," ledek Zahra.
Sydney dengan malas harus membahas soal insiden tadi pagi.
"Puas?" tanyanya cetus. "Are we done with this shit?"
Qisha menoleh,"Its not over, yet."
"Yaps. Ini belum selesai. Lo harus bisa bikin dia welcome sama lo. Kalo bisa, bikin dia jatuh cinta sama lo," sambar Zahra dengan cepat.
"Hah? Tapi kan dare nya cuma nyapa dia," kesal Sydney.
"Gue gak mau deket-deket sama itu freaky man," lanjutnya.
"Ya secara kasarnya kan lo ditolak sama dia. Berarti lo gak berhasil."
"Dan, kalo lo gak mau lanjutin ini, berarti lo kalah."
"Wow... untuk pertama kalinya seorang Sydney kalah?"
Sydney berdecak.
"Arrgh.."
"Syd, Dio." Qisha menyenggol tangan Sydney, memberi tanda.
Sydney menoleh ke arah Dio yang datang membawa bunga.
"Hai, Syd."
"Hmm?"
"Buat lo." Dio menyerahkan sebucket bunga mawar pada Sydney.
"Ha?"
"Gue sayang sama lo, Syd," katanya dengan nada gugup .
Zahra menahan tawa.
"Means?"
"Ya, gue sayang sama lo. Lo lupa kalo waktu itu lo cium gue?"
Qisha tak sanggup lagi menahan tawanya. Dio nampak terlihat semakin bingung.
Sydney mengambil bunga dari genggaman Dio dan membuangnya ke tempat sampah tak jauh darinya.
Sontak, Dio semakin terkejut.
"Gue bisa cium siapapun yang gue mau. Bukan Cuma lo. Get it?"
Betapa terkejutnya Dio mendengar perkataan Sydney barusan. Ia bahkan tak menyangka bahwa ada perempuan yang dengan mudahnya mempermainkan laki-laki seperti yang dilakukan Sydney.
Sydney dan kedua temannya pun berlalu.
"Parah lo, Syd."
Sydney tersenyum licik. "Cinta? Makan tuh cinta, gue kenyang."
Qisha dan Zahra hanya dapat saling beradu pandang dan mengangkat kedua bahu mereka masing-masing. Tidak ada yang berani berucap atau membalas perkataan Sydney barusan.