***
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 siang, cuaca Bandung yang masih mendung membuat suasana dingin meski pada siang hari.
Sydney yang mulai merasa tak enak badan, harus berjalan gontai. Berharap sang Kakak ada disini dan membantunya untuk pulang.
Melihat Sydney membawa ranselnya dengan banyak barang dari kejauhan, membuat Shabian terlihat ingin membantunya.
Tanpa aba-aba, Shabian menarik tas ransel Sydney.
"Sini gue bawain," ujarnya.
Kedatangan Shabian yang tiba-tiba, membuat Sydney terperangah.
Shabian pun tak kalah terperangahnya kala melihat wajah Sydney yang sedikit pucat.
"Lo sakit?" Shabian menempelkan punggung tangannya di dahi Sydney.
Sydney hanya mengangguk.
Tanpa kata, Shabian menuntun Sydney berjalan pelan menuju mobil.
Merasakan sentuhan Shabian, membuat Sydney merasa aneh. Pasalnya, ia biasa bersentuhan fisik dengan banyak lelaki. Tapi, kali ini terasa berbeda.
Shabian bahkan membiarkan Sydney bersandar di bahunya. Menyelimuti tubuh Sydney yang sudah semakin menggigil. Dan, terus memeriksa keadaan gadis itu setiap setengah jam sekali.
Sydney merasa baru kali ini ia diperlakukan special oleh laki-laki. Biasanya, ia hanya dianggap perempuan murah yang bisa disentuh dan diberi ciuman. Tapi, kali ini, Shabian memperlakukannya seolah-olah Sydney adalah berharga.
Nyamuk pun tidak dibiarkan untuk menyentuhnya.
Perjalanan menuju Jakarta. Sydney masih terus bersandar di bahu anak laki-laki itu.
Untuk beberapa saat, Shabian terlihat sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
"Lo dimana? Rumah sakit? Yaudah nanti gue kesana."
Merasa penasaran, Sydney hanya memendam rasa keponya. Lagi pula, apa urusannya untuk bertanya.
Sampai, sebuah pemberitahuan datang mengejutkan.
LINE.
Zahra; Syd, gimana darenya? Finish it, ASAP!
Sydney hanya dapat menghembuskan nafasnya berat. Diliriknya sekilas ke arah laki-laki disampingnya.
Perasaan bersalah itu mulai memenuhi pikirannya.
"Im sorry, Shab."