***
Malam datang menjemput. Diiringi dengan rintikan hujan yang membawa dinginnya malam. Sydney duduk di balkon rumahnya. Ditemani segelas beer dan sebatang rokok. Menikmati betapa pikirannya menjadi kacau belakangan ini.
Ia menikmati batang demi batang rokok yang ada ditangannya.
Membiarkan ponselnya terus menyala. Berbagai notificatin masuk ke dalam ponselnya. Ia tenggelam dalam perasaan kelabu yang ia rasakan saat ini.
Alfa datang, menepuk pundak Sydney. Namun, anak gadis itu tetap tidak menoleh.
Alfa menarik sebatang rokok yang siap untuk masuk ke dalam mulut adik perempuannya.
"Ihhh.." berontak Sydney.
"Stop it."
Tak perduli, kini Sydney menenggak beer dalam gelasnya.
"Kadang gue mikir, kenapa kita gak punya orang tua? Kenapa Tuhan harus ngambil apa yang menurut kita itu berharga? Setelah mereka, gue bakal kehilangan siapa lagi?"
"Syd..."
"Elo?"
Sydney kembali menenggak beer.
"Syd, itu takdir."
"Takdir? Asal lo tau, ya. Takdir yang buat gue begini. Kenal sama rokok dan minum. Sekarang boleh gue nyalahin takdir?"
"Syd! Lo gak boleh ngomong gitu. Biar gimanapun, lo harus tetep bisa ngelanjutin hidup. Dengan atau tanpa mereka."
"Gue punya semuanya, Fa. Uang, temen, kakak yang baik even lo kadang ngeselin. Tapi, satu yang gue gak punya.." Sydney menggantungkan kalimatnya.
"Orang tua," lanjutnya.
"Gue Cuma pengen ngerasain rasanya disayang, punya keluarga utuh, dan bahagia. Tapi, gue gak dapetin itu."
"Syd, Mama sama Papa udah tenang disana. Jangan diungkit lagi."
"Gue kangen mereka, Fa. Bahkan mereka pergi sebelum liat gue gede kayak gini."
Dengan jelas, terdengar suara isak tangis Sydney. Yang sontak membuat Alfa langsung mendekap tubuh adik perempuannya. Mengelus punggung Sydney. Berusaha untuk menenangkannya.
"It's oke, Syd. Lo masih punya gue." Alfa membelai rambut Sydney pelan.
"Gue bakal selalu ada buat lo sampe nanti," lanjutnya.
Sydney melepas pelukkan Alfa, menatap luruh kakak laki-lakinya.
"Thanks," ujarnya dengan nada bergetar. "Udah selalu ada buat gue, udah ngejagain gue.."
"Iya, Syd. Kalo butuh apa-apa, bilang."
Sydney membenahi posisi duduknya. Menatap manik laki-laki yang sudah melindunginya selama ini.
"Gue butuh sesuatu," katanya, serius.
"Apa?"
Sesaat kemudian, mimik wajahnya berubah bak seorang anak kecil meminta permen. "Tambahin uang jajan gue, Fa. Beliin sepatu baru sama baju baru. Yaaaaaa?"
"Ooooogah."
"Ih, Alfa. Pelit banget sih lo jadi kakak."
"Uuuu my lil sweet sista Sydney," Alfa mencubit pipi kanan adiknya. "Bodo amat." Sambil berlenggang pergi membawa bungkusan rokok dan botol beer milik Sydney.
"ALFAAAAAAAA. Balikin."