[2] Nathan's Apology Version

1.9K 76 7
                                    

||||||||||||||

       Aku berjalan menuju kantin, sendirian. Biasanya sama Nathan, tapi dia sibuk dengan petualangan nya berlayar di pulau kapuk itu. Aku ingin mengisi energi yang akan ku gunakan, untuk berdebat dengan Nathan. Karena Nathan masih belum mengakui bahwa dia yang memberitahu Pak Sem soal adu panco itu.

       Tak butuh waktu lama, bakso favoritku sudah sampai.

      "Nad! Nad! Lontong gue! Lontong gue!" Teriak Nathan dari jauh sambil berlari kearahku. Lo mau minta gue bayarin lontong lo kan? Oke Rp.5000 masuk ke buku utang khusus untuk lo.

       "Mamang, pesen lontongnya satu piring yang pedes pake superduper and double, tuh buat Nathan, mang."

       "Siap neng."

       "Nad, lontong gue!" Sekarang dia sudah duduk disebelahku dengan nafas yang belum teratur.

       "Ya, udah gue pesenin." Ujarku cuek.

       "Ih baik banget chilli gue, padahal gue gak minta."

       "Enak aja lo, tuh lontong masuk ke dalam buku catatan gue, kalo Nathan mau gratis di hutan noh, hidup bersama O-TAN," Ujarku menekankan kata otan dan Nathan. Nathan mengusap wajahku kasar.

       "Gue Nathan, gak pakai O."

       "Free gue dong, nih mulut-mulut siapa?" Ujarku kesal ke arahnya.

      "Sini tuh mulut," Nathan menjepit bibirku dengan jari telunjuk dan jempolnya, membuatku kesakitan, aku menepis tangannya cepat.

       "Au, sakit Tan, bengis amat lo udah kayak Sumanto. Bisa terluka nih bibir seksi gue!" Celutuk ku kesal.

       "Gue kasih tau ya, tuh bibir belum seksi kalau belum gue cium."

       "Oh, gitu? Jadikan hal itu harapan lo aja ya Tan. Fix, gak usah ganggu gue, gue minta lo pikirkan pengumuman tentang adu panco itu, lo harus bisa menjelaskan ke gue se-detail mungkin." Perintahku kemudian beralih untuk melanjutkan makanku.

       Dan Nathan menarik piring lontong yang sudah di sajikan. "Sebenernya sih, gue gak nyuruh lo buat mesenin lontong buat gue."

       "Hem?"

       "Maksud gue, tolong. Cuma tadi lagi terdesak, jadi lontong."

       "Gak lucu,"

       "Serius gue, Nadith."

       "Iya, lanjutkan."

       "Tadikan gue tidur, kepala gue kearah lo, pas gue buka mata gue, bukan lo yang gue lihat, tapi si Lulu, dia menggoda gue gitu, ya gue kaget lah, yang gue harap gadis cantik yang gue lihat, eh ternyata Lulu." Cerita Nathan, mana ceritamu?

       Sedikit informasi tentang Lulu. Lulu kalau tidak salah, gadis Nerd lokal sebelah, yang sudah lama menyukai Nathan. Tapi Nathan sok jual mahal.

       Aku hanya mengangguk pelan.

***

       Nathan sekarang sedang bermain basket dilapangan, aku sudah menunggunya untuk meminta maaf, tapi dia masih saja bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

        Aku masuk kelapangan, dan menyuruh lawan main Nathan untuk keluar sementara dari lapangan, menyisahkan aku dan Nathan. Nathan menatapku 'Apa?'. Beneran menyebalkan lo. Gak sadar apa.

       "Minta maaf." Tuntutku sambil melipat kedua tanganku di perut.

       "Buat apa cantik?" Cantiknya aku terima, tapi nada bicara lo itu nada ejekkan.

       "Bisa enggak, gak usah sok mencairkan suasana kek, gue emang cantik." Nah, loh pede gua keluarkan.

       "Iya ada apa sih, manis?" Tanya nya lagi, manisnya gue terima, tapi sekali lagi nada lo bicara itu, seolah-olah itu hiburan buat lo.

       "Gue emang manis," Ucapku sekilas.

       "Sudah cantik, manis, berprestasi lagi, uuh unccchh banget chilli gue." Nathan mengelus rambutku sambil tersenyum manis menampakan sepasang lesung pipinya yang dalam. Membuat mata yang melihat seakan kami adalah pasangan ter---romantis di sekolah ini. Yang kali ini, lo the best, Tan. Pipi gue ngeblushing nih, gimana ngatasinya. Oh no.

       "Yaah, wajahnya kayak chilli beneran, jadi jelek deh." Ekspresi Nathan seperti anak kecil yang kehilangan permennya.

       Gue menyimpul kan, nih tujuan si Nathan buat nge-fly kemudian nge-down. Dont let me down, Tan!

       Aku memijak kakinya. "Awas lo dirumah ya, gue pites lo kayak kutu Otan, ih benci gue ama lo." Aku menghentak-hentakkan kaki ku geram.

       "Tapi gue cinta ama lo gimana, Nad?" Nathan menatap mataku. Please, Tan. Gak usah buat gue baper, sehari aja. Nih, dinding hati gue rasanya udah tipis karena termakan gembel-an elo mulu.

       "I dont give a damn!" Ucapku memalingkan wajahku. Dan terlihat dimataku wajah Lulu yang cemberut melihat gue dan Nathan bediri disini berdua.

       Aku segera menghadapkan wajahku lagi ke Nathan, Nathan mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, sebuah liontin? Untuk siapa?

       Mulutku terbungkam. "Lo gak sedang sakit atau apa kan tan?" Seketika suasana di lapangan riuh, melihat Nathan memasangkan liontin itu ke leher ku, tapi ada yang aneh, rasanya kalung ini ke kecilan di leherku.

       "Ada udang dibalik kerupuk." Batinku sambil tersenyum kearahnya.

       "Nadith, gue minta maaf ya." Ujarnya pelan.

       Kan bener ini udangnya. Aku menyengir dan mengangguk. Tak berapa lama, Nathan terus memperhatikan kalung yang sudah melingkari leherku ini. Tatapan nya itu membuatku canggung.

       Dan sekarang aku tidak tahu apa yang dilakukan Nathan lagi, dia kembali membuka kalung yang tadi melingkari leher ku.

"Apa?" Mataku membulat, mulutku ternganga, mendengar perkataan Nathan.

       "Sama lo aja cocok, apalagi sama adik gue nanti ya, maaf ya Nadith, tadi cuma percobaan, doang. Thanks sudah maafkan gue." Ucapnya santai sambil melempar-lemparkan liontin itu di tangannya. Lalu lari dari lapangan.

       Sialan lo Nathaaaaaaan! Yang pertama, malu. Gue kejar Nathan dengan kekesalan yang berlipat ganda, gak peduli gue harus dapetin Nathan sekarang juga, mumpung rasa kesal gue lagi berapi-api yang mampu membuat Nathan jadi bahan Herbarium beneran.

       Dasar kamu ya! "Otaaaan!" Teriak ku dan masih mengejar dia.

.
.
.
.

Nadith And Nathan

For You, NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang