[13] Second Suspension

917 50 0
                                    

[13] Second Suspension : Nathan Back.

***

"Lalu, apa ayah mengenal Abraham?" Tanyaku menyelidik.

Ayahku berfikir sambil menyeruput teh hangat yang aku buatkan.

"Hem, dia teman ayah."

"Ayah dari Elsa, bukan?"

"Iya, kenapa kau menanyakan tentang mereka, apa ada keperluan?" Ayahku berbalik tanya, mungkin dia heran. Kenapa aku bertanya tentang teman nya, yang jelas-jelas aku sendiri belum mengenal ataupun melihat wajahnya.

"Oh, tidak. Aku satu sekolah dengan anaknya. Dia murid baru disekolahku, dan orang bilang dia anak milyader bernama Abraham gitu, jadi aku ingin tahu aja. Iya, haha. Sekedar ingin tahu."

Ayahku mengangguk. "Oh, bagaimana kabar temanmu itu? Apa dia sering menemanimu selama aku tidak ada?"

Aku sedikit terkejut, teman. Teman yang mana?

"Te, teman? Otan? Eh, Nathan?"

"Iya, anak Jemson itu."

"Oh, iya. Dia baik." Aku mengambil teh didepanku lalu meminumnya.

"Nanti sore, temani ayah untuk menyapanya kerumahnya, karena cuma rumahnya yang belum ayah kunjungi."

Tidak sengaja aku mengeluarkan kembali teh yang sempat masuk ke mulutku.

"Un,untuk?" Tanyaku terbata-bata.

"Kau kenapa?" Tanya ayah menaikan alis. "Oho, ayah tahu. Ayah paham."

"Paham?"

"Apa dia sering main kerumah?"

"Ti, tidak kok yah." Aku menyengir.

"Yaya, ayah tahu. Temani ayah kesana nanti."

Aku mengangguk pelan lalu kembali meminum teh ku.

Kerumahnya? Bagaimana ketika aku masuk, dia sedang bersama Elsa. Lalu, karena ayah ingin menyapa Nathan saja, jadi aku ditinggalkan alias jadi obat nyamuk, atau mengobrol dengan Elsong itu. Oh. Ayah tidak tahu, aku sedang memiliki konflik dengan mereka, terutama Elsa.

Ringtone handphone ayah berbunyi, ayah mengangkatnya. Aku pun beranjak dari tempat dudukku dan menuju kamarku. Memikirkan bagaimana nanti, tepatnya beberapa menit lagi jam pulang sekolah, aku dan ayah kerumah Nathan. Eh, kenapa gue kaya gini ya. Ini bukan sebuah acara perjodohan atau pertunangan. Hanya sekedar bertamu kerumah teman anaknya, yang sudah lama tidak bertemu, dan itu dan Nathan itu teman lo, bahkan lebih dari teman. Sahabatan gitu loh. Apa gue gugup? Beginikah rasanya?

Aku mondar-mandir didepan jendela, menggigit kuku jari kananku. Jantungku berdebar. "Oh. Ayolah, bersahabat. Ini diluar kendali." Aku mencoba menenangkan diriku. Namun belum selesai aku melakukan itu. Mobil sport putih sudah terparkir di depan rumah Nathan. "Waw."

Aku terduduk dipinggiran kasurku. "Oke, bukankah ini reaksi yang terlalu berlebihan. Nadith, lo harus tenang. Itu cuma rumah Nathan, udah lima tahun lo bolak balik ke rumah itu, dan sekarang ayah meminta lo untuk temani kerumahnya. Apa itu masalah besar buat lo? Itu Nathan, Nathan, NATHAN!"

"Nadith.."

"Apalagi Nathan!"

Aku terbangun, itu adalah ayahku. Lagi lagi ayah heran denganku, dan menggodaku lagi. "Baiklah, aku tahu kau ingin bertemu Nathan, hingga kau memanggilku dengan nama itu."

Aku hanya tersenyum malu, nih mulut hobinya kelewatan mulu.

"Tapi sayangnya, aku punya urusan, dan aku harap kau tidak kecewa." Ayahku menuju ke arahku.

For You, NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang