"kim jinhwan"
Jinhwan POV end
.
.
.
Langit cerah telah berganti hitam dengan sebuah cahaya rembulan yang cukup terang di malam ini.
Seorang pria bertubuh tinggi dengan memakai kaos putih longgar yang dibalut dengan kemeja panel merah hitam berjalan terburu tanpa membawa sebuah tas ataupun koper, baginya hanya cukup dengan membawa sebuah dompet dengan blackcard dan juga pasport.
Ia keluar dari pintu barat Gimpo International airport dan dengan cepat menaiki sebuah taksi. Jantungnya berdetak cepat. ia panik. Sepanjang perjalanan tangannya menggengam cukup erat ponsel berwarna hitam.
"disini" ucapnya saat merasakan taksi yang ia naiki berhenti
Setelah melalukan pembayaran ia segera masuk. Berlari cepat bahkan sesekali hampir menambrak orang-orang yang berlalu lalang disana.
Napasnya tak beraturan akibat kelelahan berlari.
Ia berhenti dihadapan pintu kayu. Menatap ruangan itu sebentar
--Tn. Kim Jinhwan—Class A room
Ia menggeser pintu ruangan itu. Matanya langsung menangkap sosok pria yang masih betah memejamkan matanya.
"kau sudah datang?" ucap seorang pria yang mendapat anggukan dari pria yang mendekat pada ranjang disana
"dia hanya belum sadar karena pengaruh obat" ucapnya
"aku donghyuk, teman jinhwan" donghyuk berucap menjelaskan saat mendapat tatapan tak kenal dari pria yang kini tengah menatap pria yang masih juga enggan membuka matanya
"terimakasih sudah memberitahuku" ucap pria itu
"dia benar-benar merindukanmu hanbin-ssi. Merindukan sahabatnya" ucap donghyuk. Hanbin terdiam.
Ya, orang yang barusan berbicara dengan donghyuk adalah hanbin. Setelah membaca pesan email dari jinhwan ia segera memesan tiket dan pergi ke korea selatan. Perjalanan yang ia tempuh selama 10 jam membuatnya tidak menikmati penerbangan. Bagaimana bisa menikmati saat ia cemas dengan keadaan jinhwan.
Dan ya, donghyuk memang memberitahu alamat rumah sakit tempat jinhwan di rawat setelah ia dengan tidak sopannya membaca pesan balasan dari hanbin yang memberi kabar bahwa dia akan kembali ke korea.
"temani dia" ucap donghyuk yang mendapat anggukan dari hanbin dan kemudian donghyuk meninggalkan tiga orang diruangan itu. Ya tiga, jinhwan, hanbin, dan bayi yang belum di beri nama.
Hanbin memandang wajah sendu jinhwan. Wajahnya tak indah karena pucat dan bulat kehitaman di bawah matanya. Ia memandang kotak bayi di sebelah jinhwan
Ternyata ia memang hamil dan aku dengan bodohnya tidak mengetahui itu. Batinnya
Hanbin kemudian membelai surai coklat jinhwan. Sudah lama ia merindukan sosok sahabatnya ini. Sosok yang dulu selalu menemaninya kemanapun ia berada dan bagaimanapun keadaanya
Sosok yang sudah cukup lama tak ia lihat karena kesibukannya mengejar gelar sarjana di Amerika. Hanbin mengelus pipi berisi jinhwan.
Ia tersenyum, pipi itu masih sama dengan pipi yang beberapa bulan lalu ia sentuh. Ia merindukannya.
"kim jinhwan" ucapnya pelan. Tak ada sautan dari orang yang ia panggil namanya
"kim jinhwan" ucapnya lagi. kini ia mengaitkan tangannya pada tangan jinhwan yang masih terdapat aliran dari saluran infuse
"kim jinhwan" panggilnya lagi
"eugh—" jinhwan menggerakan tangannya
"kau sudah sadar?" ucap hanbin bangkit saat melihat kedua mata jinhwan terbuka. Masih sayu memang, tapi itu sudah cukup mengobati rasa khawatirnya
"hanbin-ah" ucap jinhwan lemah namun ia masih sanggup menyunggingkan sebuah senyuman
"iya, ini aku hanbin sahabatmu" ujar hanbin. Tangannya masih ia kaitkan pada tangan jinhwan
"hanbin-ah, benar kau hanbin" ucap jinhwan meyakinkan dirinya sendiri. Ia tersenyum
Hanbin ikut tersenyum, ia belai rambut coklat jinhwan. menatap tepat di mata hitam jinhwan.
"jinhwanie, tidak ada pelajaran matematika di hari senin." Ucap hanbin, jinhwan diam sesaat.
"Ini akan jauh lebih menarik dari itu. Pelajaran matematika itu membosankan. itu membuat kau tidur dan membuatmu sakit kepala" lanjutnya
jinhwan mengerti. Ia ingat email terakhir yang ia kirimkan pada hanbin. Mungkin ini adalah balasannya.
Hanbin membelai wajah jinhwan halus
"Seorang bayi akan mengisi hari-harimu dengan cinta dan kebanggaan, membuatmu tertawa, membuatmu menangis, membuatmu kuat, dan membantumu untuk lebih mandiri. kau akan belajar jauh lebih banyak dari pengalaman ini daripada kelas matematika"
"Aku di sini untukmu, akan ada setiap kali kau membutuhkanku. Boston College akan menunggmu, Jinhwan. karena kau memiliki pekerjaan yang jauh lebih penting untuk dilakukan sekarang"
Jinhwan menatap hanbin, pandangannya merabun karena bulir air mata yang mengenang di bola matanya. ucapan hanbin membuatnya ingin menangis.
"Semua akan baik-baik saja" lanjut hanbin dengan menggenggam tangan jinhwan erat.
"anakmu, cantik sepertimu" ucap hanbin menyadarkan jinhwan
Jinhwan. ia memalingkan wajahnya saat melihat dagu hanbin yang bergerak kesamping kanannya, memberi isyarat
Jinhwan menatap sebuah kotak kaca yang berisi bayi yang masih nyenyak dalam tidurnya. Ia meneteskan air mata saat ia menatap bayinya. Bayi yang selama ini berada di dalam tubuhnya, bayi yang selama ini ia benci. Ia meneteskan air mata, tiba-tiba saja kebahagiaan menelusup cepat ke dalam hatinya. Ia benar-benar menjadi seorang ibu sekarang.
"dia pasti akan menjadi anak yang pintar sepertimu" ujar hanbin sembari menghapus jejak air mata di pipi jinhwan. Jinhwan tersenyum
"jadi siapa namanya?" tanya hanbin.
Terlihat jinhwan menatap lekat pria di hadapannya. Pria yang selama ini sangat-sangat ingin ia peluk
"kim hanbyul"
.
.
TBC
lanjut engga lanjut engga? wkwkwXD

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE SICK
Romance"Apakah kita hanya benar-benar mendapatkan satu kesempatan akan cinta sejati?"