.
.
Suara kicauan burung gereja yang bertengger di atas pohon pinus membuat pagi indah di hari senin ini menjadi semakin indah. Bius cahaya matahari memasuki celah-celah jendela setiap bangunan dan mencerahkannya tanpa lelah.
Ya. Hari ini adalah hari senin.
Setelah dua hari yang lalu larut dari keterpurukan dan menangis secara terus menerus. Hari sabtu dan minggu kemarin jinhwan dan hanbin berjalan-jalan walau hanya sekedar kesebuah pasar tradisional didekat rumahnya. Membeli beberapa makanan dan baju couple yang menurut jinhwan sangat menjijikan. Sekuat tenaga dan hati jinhwan menyembunyikan rahasia terbesar dalam dirinya. Dia hanya tidak siap jika hanbin tahu keadaanya. Dia benar-benar tidak bisa kehilangan hanbin. Jinhwan juga belum memberitahu kedua orang tuanya. Dia masih menunggu saat yang tepat
Dia keluar dari balik kamar mandi dengan sweater merah dan celana jeans panjang berwarna biru muda. Dia terpaksa bangun saat hanbin dengan tidak sopannya mengusik paginya yang damai. Jinhwan hanya menurut dan melakukan perintah hanbin. Setidaknya dia akan lebih baik hidup dalam keterpura-puraannya pada pria tampan yang kini duduk di atas ranjangnya
"yak. Aku sudah siap" jinhwan berucap nyaring saat melihat hanbin yang masih fokus pada layar ponsel di hadapannya. Jinhwan tahu apa yang di lakukan hanbin. Paling-paling menghubungi pria manis berlipbalm tebal di sebrang sana.
"kau benar-benar tidak bisa melihatku santai kim jinhwan. Baiklah ayok" ujarnya bangkit dan pergi bersama jinhwan. Kemana lagi kalau tidak ke tempatnya menuntut ilmu
.
.
Jinhwan mencoba sekuat tenaga mencerna apa yang dosennya katakan dan terangkan didepan sana. Jinhwan memang anak yang banyak tingkah, dan cukup nakal. Namun otaknya bisa dibilang lumayan. Dan namanya bertengger diantara orang-orang cerdas di universitas itu. Tapi kali ini, otaknya benar-benar kehilangan keahliannya. Ia seperti orang yang lupa ingatan atau terkena syaraf otak karena benar-benar tidak bisa berfikir. Fikiran hanya tentang satu. Kau pasti tahu itu.
Ia menatap buku diatas mejanya malas. Buku tentang hotel yang biasanya membuatnya semangat. Ia lalu menatap jam tangan yang bertengger di tangannya. Kemudian mengecek ponselnya harap-harap jiwon membalas pesannya dan mengubah pikirannya saat beberapa hari lalu
"kim jinhwan" panggilnya cukup kencang sampai mendapat tatapan dan ancaman dari beberapa orang dan pengawas di ruangan itu. Dia lupa bahwa ia sedang berada di sebuah perpustakan. Tempat yang seharusnya sunyi.
Yang di panggil hanya menatap sumber suara. Hingga sang pelaku duduk di kursi di hadapannya
"kau pasti akan senang dengan apa yang akan ku katakan" ujarnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya
Jinhwan tidak--, belum mengerti dengan apa yang di bicarakan hanbin. Yang jelas ia benar-benar melihat wajah cerah secerah matahari di pagi ini di wajah hanbin
"aku"
"akan pergi ke Harvard University" hanbin memberikan lembaran kertas pengumuman yang ia dapat dari dosennya
"dan kau kim jinhwan"
"kau akan pergi ke Boston College. Bukankah ini benar-benar menyenangkan" ujarnya semangat tanpa melepas senyuman yang mengembang lebar di bibirnya.
Kini hanbin menyodorkan kertas pengumuman kepada jinhwan. Jinhwan tersenyum. Ia bahagia, bahwa ia akan dengan mudah menggapai mimpinya membangun sebuah hotel yang dekat dengan tempat wisata terlebih lagi pantai. Mimpinya sejak kanak-kanak kini ada di depan mata. Sampai ketika ia sadar bahwa ada bayi yang menempel di perutnya. Kebahagiaannya hancur dalam beberapa detik. Jinhwan diam
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE SICK
Romance"Apakah kita hanya benar-benar mendapatkan satu kesempatan akan cinta sejati?"