[2]

621 20 2
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Seperti itulah cinta ini, begitu sulit bagiku
Seperti itulah hati ini, hanya mencarimu
Meskipun terasa begitu menyakitkan
Aku tetap tak bisa melihatmu
_JP van Helden Verleden_

Aku, aku tidak tahu apa-apa.
"Mp...mp..." Sesaat dunia ini terasa gelap dan aku tidak merasakan apapun yang terjadi pada tubuhku. Entahlah apa yang terjadi pada tubuhku. Biarkan ini menjadi pengalaman pahit bagiku.

***

Apa yang terjadi pada ku?
Ada apa dengan tangan ini?
Kenapa aku tertarik dengan tubuh gadis jalang ini?
Tidak yang jalang itu adiknya. Tidak apakah aku melakukan ini?

Tapi dia juga kakak dari jalang itu yang tentu sama jalangnya.
Aku pun tersenyum licik. Aku bisa membalaskan dendam ku kepada dia. Toh adiknya sudah meninggal.

Suruh siapa dia membiarkan adiknya kabur dari tanggung jawab dengan cara bunuh diri. Dasar gadis bodoh!

Lama aku bermain main dengannya. Dasar gadis jalang, kenapa berpura-pura menangis aku tidak akan mengampuni mu sedikit pun. Saat aku mulai meraba ke arah bawah, tiba-tiba dia tidak sadarkan diri.

Apakah dia berpura-pura? Aku pun membalikan badannya. Seluruh tubuhnya penuh dengan keringat dingin. Ku pegang kening dan lehernya. Panas! Dia sedang demam apa yang telah aku lekukan dengan gadis sakit ini. Oh tidak, ya Tuhan!

"Bostton, cepat kemari!"

"Yah! Kenapa kau berhenti disaat aku menikmati tontonan itu?"

"Dia pingsan! Aku tidak main-main." Jawabku yang mulai panik dengan keadaannya sekarang.

"Hey! Palingan dia berpura-pura agar kau menghentikan," ku tarik tangannya untuk menyentuh kening gadis dipelukanku ini "Oh my God! Badannya panas sekali." Dasar sepupu kurang ajar.

Benar orang yang terlihat seperti awak kapal itu adalah Bostton sepupuku. Aku sudah menganggapnya sebagai adik sendiri sekaligus teman karena dia lebih muda dua tahun di bawahku, umurku 24 tahun dan dia 22 tahun. Orang tuanya meninggal ketika dia masih kecil jadi ibukulah yang merawatnya.

Bagaimana dengan ayahku? Hah! Ayah ku adalah seorang Jendral Belanda yang tergila-gila dengan penduduk Hindia. Ketika dia ditugaskan disana dia jatuh cinta dengan wanita Hindia. Tapi takdir berkata lain. Wanita itu dikabarkan sudah meninggal, dibunuh oleh bandit pria pribumi.

Beberapa tahun setelah mendengar kabar itu ayah yang dulu belum menikah dengan ibu terus menerus berbuat kasar terhadap semua pria pribumi. Sampai akhirnya Kakek dan Nenek yang tidak tega dengan para pribumi Hindia mulai mencarikan wanita pribumi untuk ayahku. Lalu ibukulah yang menjadi korban kekejian ayah ku, mewakili seluruh rakyat pribumi. Hingga saat ini aku masih benci dengan ayahku dan para pribumi, meskipun ibuku berasal dari sana.

Tidak hanya itu, beberapa bulan lalu ibuku meninggal terkena serangan jantung setelah melihat apa yang dilakukan ayahku dengan Martini adik dari gadis yang sekarang berada di gendongan ku.
Aku pun mencoba membaringkannya di atas kasur kamar ku. Satu-satunya kamar nyaman dan teraman untuk gadis yang tidak sadarkan diri.

"Hey, Helden! Apa kau melupakan status dia sebagai kakak si jalang?" sergah Bostton sebelum aku membaringkan dia.

"Apa maksudmu?"

"Kenapa kau baringkan dia di kasurmu? Itu akan mengotori tempat tidurmu."

"Minggir Bostton! Kau tadi memanggilku Jendral, sekarang memanggil Helden. Apa kau lupa permintaanku? Panggil aku Kakak!", ku alihkan perhatian Bostton sejenak, akhirnya aku dapat membaringkan gadis itu.

"Kau, jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Diamlah! Dia sedang sakit." Jawabku dengan nada datar.

"Ho,ho,ho... Ayolah! Apakah kau merasa nikmat atas apa yang kau lakukan tadi kepadanya Helden?" Apa yang dia katakan? Membuatku geram saja.

"Hey! Ini tempat ternyaman untuk gadis yang sedang sakit Bostton."

"Kamarku juga nyaman untuk digunakan dia. Lalu, dari mana kau tau kalau dia gadis? Baringkan lah di kamarku, lalu aku dapat menidurinya dan mengetahui apakah dia masih gadis? " Pada akhirnya aku pun tau maksudnya.

"Memangnya aku tidak tau apa yang akan terjadi padanya sekarang jika dia ada di tempat tidurmu." Timpalku sambil menggelengkan kepala.

"Hahaha... Kau cerdas sekali Helden. Bukankah itu bagus, kau tidak usah repot-repot menyentuh gadis jalang itu."
Aku tidak tau apa yang terjadi pada diriku. Sekarang aku merasa tidak rela jika ada orang lain yang menyentuh mangsaku. Apakah ini yang dinamakan perasaan dendam?

"Dengar ya Bostton. Ku peringatkan! Tidak ada satupun orang yang boleh menyentuhnya selain aku. Mengerti!"

"Kau! Sikapmu seperti orang yang sedang jatuh cinta. Mengerikan!"

"Cukup katakan mengerti!" ku beri tatapan mematikan pada Bostton, "Mengerti?"
Apa yang dia katakan jatuh cinta? Itu mustahil bagiku. Aku hanya... Aku hanya... Ah entahlah apa yang terjadi pada ku.

“Baikla, baiklah, aku mengerti!” jawabnya enteng.
Mungkin benar perempuan itu bisa jadi sudah tidak gadis mengingat perkiraan umurnya.

Perjalanan dari Amsterdamke  memerlukan waktu sekitar 6 sampai 8 pekan. Koloni kami termasuk, unit Nederland yang sangat cepat dalam melakukan ekspedisi. Dalam perjalanan kali ini aku diperintahkan langsung menangani pembangunan perluasan cabang perusahaan Hindia Timur Nederland di Banten. Beberapa hari yang lalu baru saja melakukan pertemuan dan  melihat lokasi didirikannya bangungan, semuanya telah selesai. Kami memutuskan kembali untuk menyelesaikan tugas di Amsterdam sebelum nanti dikembalikan ke Hindia.

“Bagaimana Kesultanan Banten?” Tanya Bostton yang tidak mengikuti pertemuan rahasia itu.

“Entah lah, mereka berencana mengadakan perang saudara. Rasanya ingin angkat tangan saja, dan segera meminta tugas di Nederland.”

“Kau tidak tertarik menjadi perwira pemimpin? Bukankah ini keinginanmu dari dulu berperang dengan pribumi itu?” dengan nada kulas Bostton meninggalkan kamar ini.

“Cantik” batinku tanpa sadar terus memandangi wanita yang ku bawa dari Hindia itu. Bajunya yang aneh, tapi terlihat cantik. Kulitnya yang bercahaya berbeda dengan wanita pribumi lain. Kulihat dia meregangkan tangannya. Dia sangat aneh, penampilannya sungguh aneh. Model rambut yang aneh dipadu gaun putih peninggalan ibuku dari Hindia-Belanda berkualitas buruk tapi terlihat pantas untuknya.

Maafkan aku ibu, manamungkin aku membiarkan gadisini dalam keadaan telanjang di kapal. Semua itu perbuatan Bostton bu, salahkan dia. Bostton memang sedikit, tidak tapi sangan cabul dan kejam pada seseorang yang dia anggap pantas mendapatkannya. Lalu, apakah gadis ini pantas mendapatkannya? Tapi setidaknya karena aku lahir dari wanita aku tidak boleh membiarkannya. Aku akan menjaganya sebagai kakak laki-laki, karena aku ingin ibu melihat ku  tumbuh menjadi lelaki baik.

“Tidurlah, aku tau kamu sudah terbangun dari tadi.” Kutinggalkan gadis itu yang memang sedari tadi sudah terbangun. “Ku ingatkan jangan sekali-kali berpura-pura pingsan lagi.”

Tiga minggu, apa yang harus aku lakukan kepadanya selama tiga minggu berlayar? Menyiksanya? Membunuhnya? Apapun itu, aku selalu mengingat ibu saat meilhat perempuan pribumi. Sepertinya aku tidak akan mampu melakukan itu. Kututup pintu, dan melakukan pengecekan koloni. Sembari mengingat perkataan Bostton.

“Kau tidak tertarik menjadi perwira pemimpin? Bukankah ini keinginanmu dari dulu berperang dengan pribumi itu?” Aku teringat hari itu dua janji yang sangat berlawanan, saat aku meilhat ibu tersiksa karena ayah aku berjanji pada ibu saat malam tiba. Dipangkuannya aku berkata “Aku akan menyangi semua orang di bumi kecuali ayah. Aku tidak akan seperti ayah menyika kaum pribumi.” Tapi saat kejadian itu, saat kulihat ibu terbujur kaku karena pribumi aku berjanji untuk membalaskan dendam kepada kaum pribumi. Kejadian saat Martini memuat ibu meninggalkan ku untuk selamanya.

To be Continue

NOW AND KNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang