[7]

73 4 0
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Saat dia menjadi kehidupanmu, dia juga menjadi kenanganmu
Ada dua cara untuk melupakannya
Mati atau menemukan kehidupan yang baru.
_JP Helden Verleden_

"Aku tidak akan melakukannya jika kau tidak melepasnya sendiri. " Kemudian dia meninggalkanku yang terperosot jatuh kelantai karena seluruh lututku sangat lemas.
“Apa yang dia lakukan!” isaku keras.

***

"Tidak! Apa yang mau kamu lakukan?" berani sekali dia menolaknya. Jalan tercepat adalah menghampiri dan memaksanya untuk melepas baju itu. “Apa yang aku lakukan?” batinku, kesadaranku pulih setelah melihat dia  menangis dengan lirih. Bagaimana bisa tangan ini hampir menelanjangi seorang wanita dengan paksa? Terlebih tangan yang ku genggam erat ini penuh dengan luka lebam dan luka bakar. Sebenarnya apa yang telah dia kerjakan hingga sampai seperti ini. 

"Aku tidak akan melakukannya jika kau tidak melepasnya sendiri. " rasa bersalah meluap dibenakku. Sepertinya tidak melihat wanita itu adalah jalan terbaik untuk mengontrol emosi ini.

"Sial! " lubang pembuangan air itu sudah terbuka dan mengalirkan air hangat yang paling ku benci. Siapapun yang melihat diriku sekarang berendam tidak akan menyangka yang terisi di dalam bak adalah air dingin. Bahkan mereka akan mengira uap yang berasal dari tubuhku ini uap air panas.

Memiliki suatu trauma masa kecil itu sangat sulit diatasi meski kejadian tersebut tidak lebih berselang dari satu menit. Semua bermula dari tidak satupun orang yang mengurus seorang anak ini setelah ditinggal ibunya sakit.

Saat itu umurku sekitar 10 tahun bagi orang eropa rutinitas  mandi dimusim dingin memang tidak berjalan seperti musim lainnya. Berbeda dengan para bangsawan, mereka memiliki pelayan yang akan memasakan air.

Mansion keluarga kami tidak ada satupun pelayan sejak diri ini lahir dan hanya ibu yang memasakan air panas serta memandikanku. Setelah apa yang terjadi tentu saja mandi dengan air dingin menjadi sebuah kebiasaan ku. Bahkan aku mulai tidak pernah mandi hingga hari ke sepuluh turunnya salju pertama setelah ibu sakit.

Saat itu pesta diselenggarakan dua hari berturut-turut di rumah ini yang dulu merupakan  mansion utama juga ditempati ayahku. Dia membawa para pedagang, beberapa jendral dan tamu kerajaan untuk merayakan keuntungan dagang yang besar. Tidak ada sedikitpun ketertarikan akan pesta itu mengingat ibu yang terbaring dan ayah yang terus tertawa. “Andai ibu bisa melihat tawa itu sekali saja.”

"Siapa dia?  Dari mana budak seperti ini ada disini?" Cecar orang-orang yang melihatku saat mengambil makanan karena lapar. Sejak lahir wajahku memang lebih condong ke ibuku alis dan rambut hitam serta wajah tidak seperti orang Nederland karena campuran. Tapi anehnya saat di akademi wajah ini sangat terkenal dikalangan wanita.

Tentu saja sangat berbeda saat aku melupakan mandi berhari-hari mungkin lebih dari sepuluh hari di tambah kebiasaan diriku yang suka bertani. Kebiasaan itu ada karena hobi ibu mencari tahu  bagaimana caranya bunga Hindia dapat tumbuh di Amsterdam.

"Bukankah itu Helden? Hai! Helden apa kamu baik-baik saja? " ku cari darimana sumber suara itu berada dilihat dari bajunya sepertinya dia salah satu jendral.

Tiba-tiba seluruh orang di rumah ini berbisik-bisik. Tatapan mereka membuat ku takut dan berlari pergi ke kamar. Belum sempat membaringkan diri di ranjang, pintu kamar terbanting  dan menampakkan wajah geram ayahku.

"Kau!  Kemari! " ayah membawaku ke kamar mandi besar bawah tanah dan dari mulutnya tecium bau alkohol. Kolam besar sudah terisi dengan air yang mengeluarkan uap. Tanpa aba-aba dia memasukanku ke dalam air hangat di dalam kolam besar itu.

NOW AND KNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang