[6]

76 4 0
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Saat aku bertemu mu rasa sesak tiba-tiba lenyap
Meski sangat sulit, tapi aku hanya bersandar padamu
_Stella de Suzy_

Saat aku tertidur suara petir tiba-tiba menyambar. Serasa baru satu detik yang lalu aku tertidur dan sekarang aku sudah terbangun lagi. Tapi tidur ini belum cukup menghilangkan kantuk ku, dasar petir kenapa mengganggu waktuku mengisi tenaga untuk empat SKS nanti.

Anehnya kenapa aku seperti tidur terlentang, bukannya tadi duduk dan bertelungkup di meja perpustakaan? Apa ini? Siapa yang tidur disampingku dan memegang tanganku?
"Helden!"
***
Hari ini aku terbangun di ranjang bertirai. Kuno memang akan tetapi indah ditambah dengan wajah tampan dan menyejukan seseroang disampingku. Dia Helden tuan ku di mimpi ini. Tangannya sekarang mengenggam tanganku sembari duduk dan tertidur, dengan kepalanya disenderkan di atas kasur.

Ini ternyata mimpi, tapi terasa nyata. Sebelum aku tertidur dikampus tadi, beberapa jurnal berbahasa Belanda aku baca. Hingga akhirnya aku menemukan nama Bostton. Dia merupakan jendral abad 18 dan ada lukisan dia di jurnal itu yang memang sama persis dengan wajahnya. Bukankah itu berarti ada yang aneh dengan pristiwa ini.

Aku tiba-tiba terbangung di abad 17 ini, dan bertemu Bhoston, Helden, serta Ayahnya setelah aku sampai di lawang sewu ini. Maksudku rumahnya Helden yang seperti lawang sewu ini. Sebenarnya seberapa kaya Helden hingga rumahnya sekelas lawang sewu yang dulunya perusahaan kereta api?

"Aku yakin ada cara aku kembali ke abad 20 dan kembali lagi kea bad 17. Tapi bagaimana?" Gumamku. Setelah aku terluka dan tertidur lalu kembali ke tahun 2017, kini kembali lagi ke abad 17 ini.

"Apakah aku harus terluka dulu baru bisa kembali?" Tapi jika benar karena terluka, bukankah sepersekian detik setelah muncul darah aku sudah harus ada di abad ke-20. Apa sebenarnya yang ada dibalik pristiwa ini?

"Ibunda, ibunda, ayahanda ku mohon hentikan! Hik...hik...!" Ada apa dengan Helden kenapa dia menangis. Ku usap air mata yang menetes di matanya. Sembari duduk di sampingnya tanpa melepas genggaman tangannya aku memeluk dia, dan menepuk bahunya. Miris rasanya melihat seorang Jendral angkuh menangis seperti itu.

"Begitu rapuh." Perasaan ingin membangunkan Helden tiba-tiba meluap. Ku urungkan niat itu setelah mengingat dia belum istirahat sejak tiba di dermaga. "Andai aku bisa membangunkannya dari mimpi buruk." Karena semuanya cukup rumit, hingga susah membedakan mana mimpi dan kenyataan. Aku akan memutuskan bahwa ini adalah mimpi ku, dan Helden cepatlah bangun dari mimpi burukmu itu.
Tubuh Helden semakin bergetar karena tangisan. Ku eratkan pelukan kepadanya seperti merengkuh sesosok anak kecil.

"Seburuk apakah mimpi itu?" Semakin lama aku bisa melepaskan pelukanku karena dia sepertinya sudah tenang. "Bukankah tidur seperti itu sakit? Apa aku harus memindahkan dia? Tapi, wah! Dia terlihat sangat berat"

Kucoba untuk memindahkannya ke atas ranjang dan diluar dugaan dia sangat ringan.
Selesai memindahkan Helden, aku bergegas keluar kamar untuk melihat rumah ini "mungkin aku harus membuat peta saking luasnya".

"Hati-hati tersesat lagi! " dingin itu.

"Kau sudah bangun? "

"Sedari tadi. " terangnya. Apa? Apakah tadi dia tau aku memeluknya? Tidak, pasti dia bangun saat aku mulai melangkah keluar dari kamar luas ini. Karena butuh waktu lama untuk sampai pintu kamar ini.

"Kalau begitu ada yang bisa aku ban-"

"Ambilkan minuman dan haute, isi bak madi ku dengan penuh, serta tolong rapihkan ruangan depan kamar ku!"
"Apa? "

"Kau budak ku." Kenapa banyak sekali permintaan tuan ini?

"Bukan itu, maksudku apa itu haute?" tanyaku. Karena sepertinya aku belum pernah mendengar kata itu.

"Kau tidak tau masakan Prancis? Padahal sudah ada sejak dua abad yang lalu. Daging dengan krim, lalu ditambah buah dan sayur. Sana buatkan!"

"Baik tuan!" ucapku kesal sedikit menaikan nada bicaraku.
Suhu disini sangat dingin mungkin karena musim salju apalagi sekarang aku masih memakai dress ini.

Setelah ku berikan minum dan haute yang susah payah aku panggang kini aku ada di kamar mandi dalam, kamar Helden untuk mengisi penuh bak. Karena suhu air juga ikut dingin di musim ini maka dengan sangat terpaksa aku memasak air hangat untuk jendral gila itu mandi.

"Apakah dia sedang bermain-main denganku. Memanggang daging kerbau dan kini memasak air hangat penuh sebak yang kira-kira 1.5 m3 ini?" ku coba menenangkan diri diabad ini berkali-kali dan jangan sampai merusak kesehatan jiwaku.
Selama hampir 2 jam Helden tertidur dan selama dua jam itu pula aku memasak air panas yang menghasilkan luka-luka bakar ditanganku.

"Benarkan, aku tidak kembali lagi kea bad 20 karena terluka." Kini hanya menambahkan air dingin sedikit didalam bak mandi untuk menyesuaikan suhu air, lalu mulai membersihkan kamar depan ruangan Helden tersebut.

"Apa ini aksara Jawa?" Terukir pahatan di pintu kamar itu, kurasa itu aksara jawa tapi aku sudah sangat lama mempelajarinya dan kini lupa.

Setelah aku membersihkan seluruh kamar itu, udara semakin dingin karena sudah hampir petang. Tadi aku merasa hangat karena selalu dekat dengan api memanggang dan merebus. Ku buka lemari yang ada dikamar itu untuk merapihkannya. Senang rasanya meihat pakaian tebal yang ku pikir sangat pas dengan badanku. Apakah pemilik pakaian ini wanita Indonesia?

Tanpa berpikir panjang ku pakai baju itu untuk menghangatkan. Bayangkan saja sejak di atas kapal selama 3 minggu berturut-turut hanya memakai satu baju. Harus mencuci dan menunggu pakaian itu kering sehingga dapat dipakai lagi.

"Sebentar saja aku meminjamnya ya. Petang ini sangat dingin." Lalu aku keluar dari kamar itu.

"Hei! GADIS PRIBUMI!" Aku bergegas lari ke arah suara yaitu kamar mandi Helden. Dia sekarang hanya menggunakan celana panjang tanpa memakai atasan yang membuatku seketika menutup mata.

"Apa yang kau lakukan dengan air ini?" Apakah air itu sudah mendingin? Ku celupkan tanganku untuk mengetes kehangatan air itu.

"Masih hangat. "

"Atas seizin siapa kau membuat bak ini hangat? "

"Itu-"

"Sudahlah! Kuras semua air itu dan isi dengan air keran" Apa? Selama dua jam aku merebus air itu dan kini harus dibuang sia-sia?

"Kau kuras saja sendiri! " Aku pun membalikan tubuh untuk melangkah keluar. Tapi tiba-tiba dia memegang tanganku.

"Tunggu!" bentaknya sangat keras diikuti tatapannya dari atas hingga bawah diriku.

"Ada apa ini? Lepaskan?" Baru kulihat tatapan mata seseram itu. Rumor diatas kapal yang tidak ku percayai tentangnya seolah terlihat dimata itu saat ini.

"Lepas baju itu!" kutupi badanku dengan tangan spontan. Kepalaku berputar tiba-tiba, memikirkan ucapan para sandera pribumi dan penghuni kapal tentang kekejamannya.

"Tidak! Apa yang mau kamu lakukan?" Dengan cepat aku mundur ke arah pintu keluar kamar. Seluruh badanku bergetar ketakutan ia berlari dengan sangat cepat kearah ku. Aku dengan sekuat tenaga meberontak saat ia dengan paksa membuka baju ini hingga tersobek dimana-mana.

"Hentikan!" ucapku sangat lirih takuat menahan tangis. Kupikir karena dia lelah menghadapi aku yang terus memberontak, dilepaskannya tangan itu dari baju ku.

"Aku tidak akan melakukannya jika kau tidak melepasnya sendiri. " Kemudian dia meninggalkanku yang terperosot jatuh kelantai karena seluruh lututku sangat lemas.

"Apa yang dia lakukan!" isaku keras.

To be Continue

NOW AND KNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang