Tok Tok Tok
"Sayang ayo bangun. Ayo kita sarapan, papa sudah menunggu di bawah." Ucap seorang wanita dengan suara yang cukup keras.
Tidak ada jawaban dari arah dalam. Ini sudah ketiga kalinya ia mencoba untuk membangunkan putrinya tetapi hasilnya tetap saja.
"Jika kau sudah bangun. Turunlah ke bawah, mama telah menyiapkan sarapan untukmu." Ucap wanita itu sekali lagi kemudian ia pergi turun ke bawah.
Wanita yang sedang berada di dalam kamar hanya diam dengan menekuk kedua lututnya dan menatap ke arah pintu kamarnya.
Hari ini, tepatnya pagi ini adalah pagi yang sama saja seperti pagi sebelumnya. Ia menghembuskan nafasnya perlahan lalu mengecek ponsel yang ada di samping tubuhnya.
Tidak ada satupun notifikasi yang tertera di layar ponselnya. Kemudian ia beranjak dari kasurnya dan beralih menuju ke sebuah meja yang berada di dalam kamarnya. Ia melihat ke arah kalender. Dan disana ia dapat melihat satu tanggal yang ia lingkari dengan spidol berwarna merah. Ia menandai tanggal tersebut karena pada tanggal itulah ia harus kehilangan orang yang sangat ia cintai.
Ini sudah lima tahun berlalu, tetapi kenyataan pahit itu tetap saja terngiang di dalam pikirannya. Seperti film yang diputar berulang kali tanpa habis-habisnya.
Ia kemudian beranjak pergi dan berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan dirinya dari segala pikiran yang membuatnya penat.
------
"Hari ini apa yang akan kau lakukan sayang?"
"Entahlah ma, aku tidak tahu harus melakukan apa."
Wanita yang dipanggil dengan sebutan 'ma' mendekat ke arah putrinya yang sedang duduk di sofa dengan wajah yang cukup sedih.
"Tadi temanmu menghubungi mama, ia mengatakan akan datang sebentar lagi ke rumah dan akan mengajakmu pergi untuk keluar. Kau mau ikut Felicia?"
Felicia terdiam sesaat lalu mengangguk pelan dan pergi beranjak meninggalkan mamanya sendirian. Sebagai seorang ibu ia selalu memperhatikan keadaan putrinya. Jika saja kejadian 'itu' tidak terjadi kepada putrinya, mungkin sekarang Felicia akan tetap menjadi seseorang yang ceria, terbuka, dan selalu tersenyum. Tetapi mama Felicia bukanlah Tuhan yang bisa mengetahui kapan hal buruk akan terjadi kepada putrinya dan jika pun terjadi ia tidak akan mungkin bisa mencegahnya atau menghentikannya begitu saja. Tetapi sekarang ia patut bersyukur karena kondisi Felicia sudah lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, meskipun sekarang Felicia tidak banyak bicara dan cenderung bersikap dingin tetapi hal itu patut ia syukuri sebagai seorang ibu yang melihat sendiri betapa menyedihkannya kondisi putrinya dahulu.
------
"Felicia, kita minum teh aja kali ya untuk hari ini, karena harinya lagi dingin gitu. Jadi kalau minum teh pasti hangat. Mau kan?" Tanya seorang wanita dengan mengenakan baju panjang berwarna coklat.
Felicia hanya mengangguk pelan dan wanita itu pun langsung memegang tangan Felicia dan mengajak wanita itu untuk ke salah satu cafe yang berada di sebuah pusat perbelanjaan.
"Moly tadi ngabarin aku, dia bilang kalau dia udah ada di cafe yang akan kita kunjungi ini." Ucap wanita itu dengan penuh antusias. Tetapi Felicia hanya diam tanpa bergeming.
Wanita itu yang awalnya memasang ekspresi senang berubah menjadi sedih karena tidak ada satupun kata-kata yang dapat ia dengar dari Felicia.
Jujur sebagai teman, ia merindukan Felicia yang dulu. Tidak Felicia yang sekarang. Tetapi nasi telah menjadi bubur, ia tidak bisa merubah ataupun kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahan yang ia perbuat.
"Nah itu dia Moly, ayo kita kesana."
Felicia masih tetapi diam. Pikirannya kosong, ia sekarang hanya mengikuti kemana temannya akan membawanya dan kemana kakinya akan pergi membawanya.
"Kalian sudah datang, ayo duduk. Kalian mau pesan apa?" Tanya Moly.
"Hari ini karna Felicia sama kita jadi kita pesan lemon tea aja, gimana Stev mau kan?" Tanya Icha sekali lagi.
Wanita dengan baju panjang berwarna coklat tadi adalah Stevani. Stevani merupakan seseorang yang sangat periang dan begitu ceria. Berbeda dengan Moly, wanita itu merupakan kebalikan dari Stevani, Moly lebih pendiam dibandingkan Stevani.
Lalu Moly langsung memanggil pelayan dan memesan tiga lemon tea untuk mereka. Setelah memesan Moly langsung melihat ke arah Stevani dan Moly dapat dengan jelas melihat Stevani memberikannya kode kepadanya untuk membuka percakapan.
"Em..gimana Fel, kamu udah kerja?" Tanya Moly.
Felicia hanya diam sembari menatap ke sekeliling ruangan cafe.
"Ceritain ke kita dong gimana perasaanmu setelah bertemu kita berdua." Ucap Stevani. Dan kali ini pun tetap sama seperti tadi, tidak ada jawaban.
"Setidaknya ucapkan beberapa kata untuk menjawab pertanyaan kami. Tetapi kau malah diam dan hanya melihat sekeliling, disini kau tidak mungkin menemukan 'dia' Felicia." Stevani langsung menutup mulut dan Moly pun langsung menepuk jidatnya pelan.
Lalu Felicia menatap dengan tatapan datar ke arah kedua temannya.
"Aku tidak akan menjawab pertanyaan kalian jika kalian harus menyuruh salah satu diantara kalian untuk berbicara kepadaku. Dan kau benar Stevani, aku tidak akan menemukan 'dia' disini karena 'dia' telah pergi meninggalkanku. Apakah itu sudah cukup untuk kalian berdua?" Tanya Felicia.
Lalu Felicia bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kedua temannya tanpa memperdulikan perasaan Stevani dan Moly.
Untuk kali ini ia ingin benar-benar tidak diganggu oleh siapapun. Ia pikir dengan ia keluar rumah pikirannya akan teralihkan tetapi tidak.
"Bahkan setelah kau pergi meninggalkanku, kau tetap saja masih menghantui pikiranku." Ucapnya dengan pelan lalu ia tersenyum tipis dan kemudian ia melangkahkan kakinya untuk menjauh dari tempat itu.