Don't Want! -22-

14.3K 1.5K 212
                                    

[RYOU]

.

.

Aku menatap cermin yang memantulkan wajah kecewa (?) Ichimatsu-senpai yang tidak bisa aku jelaskan. 'Apa yang membuatnya terlihat begitu kecewa?' pikirku. Ichimatsu-senpai memutar kursinya ke belakang dan menatapku dengan alis berkerut.

"Lihat baik betapa jeleknya diriku." Ujar Ichimatsu-senpai

"Eh?" aku menatap Ichimatsu-senpai heran. 'Apa maksudnya dengan jelek?' batinku. Ichimatsu-senpai menatapku lekat-lekat lalu dengan wajah yang mulai memerah, ia berseru. "GAYA RAMBUT INI TIDAK COCOK SAMA SEKALI UNTUKKU! KEMBALIKAN RAMBUTKU!!"

Spontan aku dan beberapa staff salon terkejut mendengar seruan Ichimatsu-senpai. Staff salon mulai berbisik-bisik dan beberapa tertawa kecil. "NARUFUMI BRENGSEK! BUKANKAH AKU SUDAH MEMINTAMU UNTUK BENAR-BENAR MEMILIH MANA YANG COCOK!" serunya lagi dengan marah. Aku beranjak dari sofa lalu berjalan menghampiri kursi salon yang mana Ichimatsu-senpai duduk sambil memaki-maki aku. Begitu aku berdiri di hadapnya, aku mengambil tangannya dan membawa tangan itu berhenti di dada kiriku, tepat di jantung.

"Ichimatsu-senpai, apa kau bisa merasakannya? Jantungku berdebar-debar karena...kau terlihat lebih normal dengan rambut barumu." Ujarku seraya menatapnya dalam-dalam. Ichimatsu-senpai membalas tatapanku dengan wajah merah. "Maafkan aku jika pilihanku tidak berkenan..." lanjutku. "K-Kau tidak bohongkan?" tanya Ichimatsu-senpai. Kerutan alisnya dan nada bicara memakinya hilang setelah mendengar apa yang aku katakan. "Aku tidak." Jawabku, meski sebenarnya jantungku berdebar-debar karena dia tiba-tiba berteriak histeris. Ichimatsu-senpai menganggukkan kepalanya, lalu menarik tangannya dan menundukkan kepala. "M-Maaf," ujarnya pelan.

Setelah berhasil meredam marah, kami akhirnya pergi meninggalkan salon. Beberapa staff salon menatapku dan Ichimatsu-senpai dengan mata berbinar-binar. Sepertinya mereka tidak merasa risih meski tadi aku tanpa pikir panjang melakukan hal yang memalukkan.

'Mereka pasti berpikir kalau kami pasangan homo...'

"Oi, Narufumi kenapa kau menghela napas sedaritadi?" tanya Ichimatsu-senpai.

"Aku hanya berpikir kalau-"

"AH! KAU SEKARANG MENYESAL BUKAN SOAL RAMBUT INI!" seru Ichimatsu-senpai lagi, lagi-lagi alisnya bekerut dan suaranya memaki marah.

'.....berilah aku panjang sabar.'

"Bukan soal rambut. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan soal rambut." Jawabku, Ichimatsu-senpai menatap menelisik, "Aku berpikir kalau meskipun kita sudah menjadi kekasih, kita masih saja memanggil nama keluarga masing-masing." Jelasku dan kerutan alisnya hilang.

"Senpai, apa kau keberatan kalau dibandingkan Ichimatsu-senpai, aku memanggilmu Tokiya-senpai?" tanyaku lagi, kali ini mengutarakan maksudku dengan lebih hati-hati. Ichimatsu-senpai menatapku terkejut dengan wajah merah. "K-Kalau begitu... a-aku boleh m-memanggilmu... R-Ryou?" jawabnya kembali melontarkan pertanyaan. Aku menutup wajahku yang terasa panas karena malu. 'Kenapa rasanya begitu berbeda ketika Senpai yang memanggil namaku?!'

"T-Tentu saja, boleh." Jawabku sambil melirik ke arahnya.

"R-Ryou.."

"Y-ya?"

"ARGH!! RASANYA MALU SEKALI!!" serunya lagi tiba-tiba, lagi-lagi Tokiya-senpai mengundang perhatian beberapa orang yang tengah berlalu-lalang. Dengan sigap aku menarik Tokiya-senpai dan berlari mengikuti jalanan trotoar. "N-Narufumi???" Aku mengabaikan Tokiya-senpai dan masih terus mengajaknya berlari, melewati deretan toko, hingga tiba di taman kecil biasa untuk teman bermain anak-anak.

The Love That Won't Be Apart [ 3 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang