Don't Want! -05-

17.9K 1.7K 146
                                    

[Ryou]


"Aki-nii, aku berangkat" ujarku seraya mengambil roti bakar yang dibuatkan Aki-nii. "Hari ini pagi sekali?" ujar Aki sambil menyodorkan kotak bekal makan siangku. "Ada rapat dengan komite sekolah," balasku lalu memasukkan kotak itu ke dalam tas. "Begitu ya.. Ryou, berjuanglah!" ujar Aki sambil mengepalkan ke-dua tangannya dan menampakkan wajah serius yang manis. "Aku akan berjuang, terima kasih Aki-nii." Jawabku lalu menggigit roti bakar lagi.

"Hati-hati di jalan, Ryou!" aku menganggukkan kepalaku dan berjalan keluar dari ruang makan. Di saat yang sama Reo-nii yang baru saja bangun berjalan masuk ke ruang makan, tapi sebelum masuk ia berhenti untuk menyapaku.

"Aku berangkat dulu, Reo-nii" sapaku, "Ah, hati-hati di jalan" jawab Reo-nii lalu menguap dan masuk ke ruang makan. Aku bisa mendengar Reo-nii memanggil Aki-nii sweet-heart dan Aki-nii tertawa geli. Mereka berdua memang pasangan yang selalu bahagia bukan?

Aku berjalan keluar rumah, menyusuri trotoar yang menuntut ke sekolah. Berangkat pagi-pagi seperti ini tidak buruk juga. Udara pagi yang segar dan jalanan yang masih sepi dari pejalan kaki memudahkanku berjalan.

Sepanjang menyusuri jalan di trotoar, aku memikirkan kembali kejadian kemarin di sekolah. Presiden komite sekolah mengumpulkan semua anggota komite dan membahas peraturan kedisplinan dan aturan baru yang akan diterapkan di sekolah. Tentu saja mereka sudah mendapat ijin dan persetujuan kepala sekolah untuk mengganti peraturan yang sudah ada, ditambah lagi presiden komite sekarang ini orang yang sangat menyebalkan. Aku tidak tahu maksud dari presiden mengganti peraturan yang sudah ada, tapi mendengar apa yang dia katakan kemarin...

"Semua ini dilakukan agar sekolah kita, Koutemae mendapatkan reputasi yang baik. Ini demi kenyamanan dan keamanan semua murid di SMA Koutemae.."

Aku menghela napas saat mengingat kembali ideologinya yang sedikit terkesan diktaktor. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku masih belum punya wewenang untuk menghentikan semua ide aneh yang presiden miliki. Saat ini yang bisa kulakukan hanya melakukan tugasku sebagai wakil ketua komite kedisplinan sekolah.

Setelah beberapa menit berlalu, aku tiba di sekolah yang masih sepi, tapi beberapa anggota komite sudah bersiap-siap mengganti sepatu mereka untuk pertemuan pagi komite hari ini. Aku bergegas masuk, mengganti sepatuku dan berjalan mengikuti anggota komite lainnya.

"Selamat pagi, Sarufumi-kun." Seseorang menepuk pundakku seraya menyapaku dengan panggilan yang salah. Aku menghentikan langkahku kemudian berbalik dan melihat wajah menyebalkan presiden komite yang maha agung.

"Selamat pagi, Sarufumi-kun!" ujarnya lagi sambil tersenyum. Aku menghela napas dan membalas salamnya, "Selamat pagi, pres." Lalu kembali berjalan, presiden mengikutiku, berjalan disampingku.

"Sarufumi-kun, kau tidak perlu begitu formal. Kau boleh memanggilku dengan nama saja!" ujarnya. "Nah, saya rasa itu kurang sopan." Balasku acuh tak acuh. "Aku memang presiden komite di sini, tapi diluar dari sekolah aku bukan siapa-siapa, bukan? Karena itu kau tidak perlu terlalu formal!" ujarnya lagi.

"Begitukah? Tapi saya diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua." Balasku, presiden menghentikkan langkahnya sementara aku berjalan lurus menuju ke ruang pertemuan. "Sarufumi-kun! Aku tidak terlalu tua!" serunya, mendengar jawabannya, aku hanya bisa menghela napas.

*~*~*~*

"Pres, kita bisa mulai rapatnya sekarang bukan?" ujar wakil presiden. "Ah, tentu saja." Presiden berdiri lalu tersenyum. Harus diakui bahwa dia pemuda dengan wajah tampan yang sempurna, style anak orang mapan sejak lahir. Bagaimana tidak sempurna? Arakita Seo, satu-satunya penerus keluarga Arakita yang menguasai hotel berbintang di Chiba, Hakone, dan area Fukuoka.

The Love That Won't Be Apart [ 3 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang