Don't Want! -14-

15.8K 1.7K 157
                                    

[Tokiya]

"Oi, sampai kapan kau mau terus-terusan begitu, Tokiya?" tanya Hisoya sambil menarik pipiku dengan nada bicara yang kesal. "Hisoya, saat ini Tokiya sedang gundah jangan mengodanya." komentar Muraki.

"Kalian berdua benar-benar menyebalkan!!" seruku meledak kesal

"Apanya? Sedari tadi kau membuat wajah seperti mayat begitu!" jawab Hisoya, kini menendangku dengan kesal lalu merangkak mendekati Muraki. "Mucchi, usir bocah menyebalkan ini dari apartemenmu!" pinta Hisoya, tapi Muraki menghiraukannya dan menatapku, "Tokiya, ada apa?" tanya Muraki

"Aku sendiri tidak tahu..." jawabku. Jujur saja aku tidak tahu apa yang terjadi, padaku dan Narufumi—Kemarin semua masih baik-baik saja, tapi tadi siang dia berubah dingin.

"Ngomong-ngomong, tadi pagi sebelum kelas dimulai, anak kelas satu anggota kedisplinan datang ke kelas 3 mencarimu, Tokiya." ujar Muraki, aku membelalakan mata dan menatap Muraki dalam-dalam.

"Maksudmu Narufumi ke kelas kita dan mencariku?!"

"Kau tidak memahami kata-kataku..?"

Aku berpikir sejenak, "Narufumi tadi pagi ke kelas kita..." gumamku pelan.

"Ohh... jadi penyebabnya bocah kelas satu itu!" seru Hisoya dan aku terperanjat kaget. "Nampaknya memang benar karena dia." tambah Muraki. "Dia tiba-tiba berubah dingin padaku.." ujarku, "Bukannya dari dulu dia memang dingin?" Tanya Hisoya, "tidak! Dia tidak dingin! Setidaknya dia begitu perhatian padaku sebelumnya.." bantahku lalu menghela napas panjang. "Apa benar kau dan Narufumi pacaran?" tanya Muraki, aku menatap Muraki dan mengangguk malu.

"K-Kau tidak bercanda?"

"Kenapa aku harus bercanda?! Hisoya, kau masih belum percaya?!"

"Mau bagaimana lagi, dia anak kelas satu yang disebut Mr. Perfect komite kedisplinan, ya kan Mucchi?"

Muraki menganggukkan kepala, "siswi-siswi di sekolah kita sering membicarakannya. Dia dan semua anggota komite, laki-laki idola para siswi." ujar Muraki

"Karena itu aku sedikit tidak percaya! Tokiya, kau yakin dia serius denganmu?" tanya Hisoya, wajahnya berubah lunak, seolah dia merasa cemas. Aku bangkit dari dudukku di lantai dan melemparkan diri ke ranjang Muraki, mengambil bantalnya lalu memeluk bantal Muraki erat.

Narufumi tidak mungkin main-main... buktinya selama ini dia begitu perhatian dan peduli padaku. Dia mengobati lukaku serta memintaku berhati-hati pada ancaman Arakita.

"Tokiya?"

Aku bangun dan menatap Hisoya dengan sungguh-sungguh, "tidak, Narufumi tidak main-main! Aku percaya itu!" jawabku. Hisoya terperanjat kaget mendengarku. "Aahh... aku tidak tahu darimana datangnya rasa percaya diri itu," balasnya. "Dia mungkin sedang ada masalah dengan komite," ujar Muraki lalu meneguk tehnya. "Lebih baik besok kau menemuinya lagi." usul Muraki, aku menganggukkan kepala lalu kembali berbaring di ranjang Muraki.

(*)

Keesokan paginya, aku sudah siap untuk bicara lebih serius dengan Narufumi. Sebagai seniornya, aku harus bisa jadi orang yang dapat diandalkan dan jadi contoh! Bagaimanapun juga Narufumi kan masih anak kelas satu! Kemarin dia mungkin lelah karena urusan komite, ini sebabnya aku tidak menganjurkan anak kelas satu bergabung dengan komite sekolahan!

"Tokiyaaa, sarapan sudah siaapp!" teriak ibu dari luar kamar.

"Yaa! Aku segera turuuunn!" balasku lalu bergegas mengambil tas dan berlari keluar.

"Hari ini ibu akan pulang terlambat lagi, jadi kau bisa makan malam lebih dulu." ujar ibu lalu menaruh semangkuk nasi dan sup miso di depanku. "Selamat makan!" ujarku menyambut gembira sarapan. "Ibu, kau nampak senang sejak kemarin...meski kau sering lembur," ujarku sambil mengunyah nasi putih hangat.

The Love That Won't Be Apart [ 3 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang