Don't Want! -27-

10.7K 1.4K 103
                                    

[RYOU]

.

.

Aku bangun sambil meregangkan otot-otot dan menguap lebar. Hari ini aku berjanji pada Tokiya-senpai kalau aku akan ikut dan menunggunya sampai ujian gelombang keduanya selesai. Seminggu lalu hasil ujian gelombang pertama diumumkan dan nomor ujian Tokiya-senpai tidak tercantum di daftar nomor ujian peserta yang lulus. Artinya, ia gagal. Seminggu berikutnya tepatnya hari ini, akan diadakan ujian gelombang kedua dan entah kenapa aku ingin sekali mendampingi Tokiya-senpai.

Aku keluar dari kamar dan langsung pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah selesai mencuci muka dan menggosok gigi, aku berniat untuk langsung kembali ke kamar tapi saat aku mendengar suara dari dapur, aku memutuskan untuk mampir ke dapur. Di dapur aku melihat Aki-nii tengah sibuk memasak. "Aki-nii, pagi sekali sudah memasak. Hari ini kan hari sabtu, bukannya sekolah libur?" tanyaku dan Aki-kii sedikit terkejut. "R-Ryou, kau sudah bangun rupanya." ujar Aki-nii. "Ya, hari ini aku ada janji menemani Tokiya-senpai ikut ujian gelombang kedua." jawabku seraya berjalan menghampiri counter dan melihat apa yang Aki-nii buat. "Oh? Hari ini ujiannya?" tanya Aki-nii sambil menyumpit daging ayam yang sudah matang dari panci kuah semur. "Ya, hari ini." jawabku, "semoga ujiannya berjalan lancar ya." balas Aki-nii, "ujiannya pasti lancar, hanya saja Tokiya-senpai bisa lancar menjawab atau tidak... masih menjadi misteri." Aku menimpali sambil mengambil daging ayam dan melahapnya tanpa ijin. "Ryou, kebiasaan buruk!" protes Aki-nii dan aku hanya terkekeh geli. "Tokiya-kun kan sudah rajin belajar, dia pasti bisa." Aku menghela napas panjang, "masalahnya dia bisa menjawab dengan benar atau tidak. Nilai yang sebelumnya tidak cukup bagus untuk bersaing dengan peserta ujian lain, haah... aku tidak tahu lagi apa ada harapan." Aki-nii menatapku saat mendengar apa yang kukatakan. "Ryou, semakin besar, kau semakin mirip Reo atau Luca-nii ya..." Kini ganti aku yang menatap Aki-nii dengan bingung tapi akhirnya mengerti maksud Aki-nii bicara seperti itu. "Aki-nii saja yang terlalu baik dan positif, sama seperti Nagisa-nii yang terlalu percaya semua akan baik-baik saja." Aki-nii menggembungkan pipinya saat ia mendengar balasanku. "Kalau terus begitu kau tidak bisa menghargai usaha Tokiya-kun!" Aku berkedip tak percaya ketika Aki-nii meninggikan suaranya. "M-Maaf.." jawabku.

Suasana mulai berubah canggung setelah Aki-nii meninggikan suaranya, meski Aki-nii tampak merasa bersalah tapi ia tidak mengatakan apa-apa. "A-Aku harus siap-siap," ujarku kemudian berbalik dan mulai pergi meninggalkan dapur. Bodohnya diriku... aku tidak bermaksud berkata seperti itu padahal, hanya saja memang aku tidak berharap banyak pada Tokiya-senpai, cuma...aku juga tidak bermaksud meremehkan Tokiya-senpai. Sesampainya di kamar, aku mulai mengganti piyama dengan baju yang sudah kusiapkan tadi malam. Selesai ganti pakaian, aku ganti merapihkan rambut. 'Sebaiknya sebelum berangkat aku minta maaf dulu pada Aki-nii', pikirku. Setelah semuanya siap, aku tidak buang-buang waktu dan bergegas keluar dari kamar untuk segera berangkat. Saat aku membuka pintu aku dikejutkan Aki-nii yang mengangkat tangan hendak mengetuk pintu kamarku. "K-Kau membuat Niichan terkejut saja." komentar Aki-nii sambil mengelus dadanya. "A-aku juga kaget," jawabku. "A-Anu...Aki-nii...soal tadi.." Aki-nii menggelengkan kepalanya kemudian tersenyum dan menyelentikkan jarinya ke keningku. "Daripada memberikan logikamu bagimana kalau kau memberikan hatimu?" Aku menatap Aki-nii bingung. "Ya?" responku, "Tokiya-kun mungkin tidak punya harapan masuk ke universitas Tokyo, tapi Ryou, apa kau tidak merasakan sesuatu ketika melihat Tokiya-kun giat belajar demi keinginanmu?" Aki-nii menatapku lekat-lekat. Mata coklatnya menatapku sungguh-sungguh, ketulusan bisa kurasakan. Mendengar kata Aki-nii, entah kenapa jantungku jadi berdegup kencang dan wajahku berubah menjadi panas. "Aku senang melihat Tokiya-senpai begitu rajin dan sungguh-sungguh." jawabku seraya merenggut ransel yang kubawa. Aki mengulurkan tangannya dan membelai kepalaku, "Ryou, tidak semua orang seperti Reo atau Luca-niisama atau Ryou sendiri, meski begitu semua selalu mencoba untuk bersungguh-sungguh dalam apapun yang mereka lakukan, jadi tolong hargai kesungguhan mereka." ujar Aki-nii, aku menganggukan kepalaku dan memeluk Aki-nii tiba-tiba hingga Aki-nii terkejut dan memelukku dengan gugup. "Aki-nii, terimakasih." bisikku. "Ini...berikan ini pada Tokiya-kun." balas Aki-nii, aku melepaskan pelukanku dan melihat apa yang Aki-nii berikan. "Ini kan.." Aki-nii menganggukan kepala, "Ibu membeli o-mamori ini sewaktu Nii-chan masuk SMA, katanya supaya semua berjalan lancar di hari pertama masuk sekolah." Aku mengambil o-mamori yang Aki-nii sodorkan kepadaku. "Apa aku boleh membawanya?" tanyaku, "hmph! tentu saja. Semoga berhasil untuk Tokiya-kun." jawab Aki-nii. Aku memandangi o-mamori cantik itu beberapa saat sebelum memasukkan ke dalam kantong celana. "Senpai pasti bisa lebih baik hari ini!" ujarku, Aki-nii tersenyum lalu menganggukkan kepalanya penuh semangat. "Ryou-nii, Aki-nii... ?" Aku dan Aki-nii menoleh ke arah suara yang memanggil nama kami, Yuuto dan Arata baru saja bangun, mereka mengintip dari kamar mereka dan sewaktu melihat kami bicara, mereka berlari keluar lalu menghampiri kami

The Love That Won't Be Apart [ 3 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang