Kehidupan yang sederhana, orangtua yang sangat menyayanginya, serta kakak yang selalu ada untuknya, itu sudah cukup.
Teman-teman yang meskipun bukan orang kaya namun tulus berteman dengannya, itu sudah cukup.
Hidup sendiri tanpa kekasih dan bahagia bersama keluarga dan sahabat, itu juga sudah cukup.
Tapi, untuk pengetahuan tidak akan pernah cukup untuk Kinan.
Belajar adalah hobinya.
Menghafal rumus itu makanannya.
Dan buku-buku pelajaran adalah kekasihnya.
Kegigihannya dalam belajar membuat dirinya selalu menjadi nomor satu di sekolah. Tidak ada nilai di bawah sembilan di buku tugas, kertas ulangan, maupun raportnya.
Dan hal itu pula yang membuatnya berada di sini. Berdiri, berhadapan dengan orang-orang baru, dengan kelas baru serta sekolah baru. "Perkenalkan dirimu, nak!" Kinan menatap sang guru sejenak lalu mengangguk.
"Hai, namaku Kinan Anggraini. Aku pindahan SMA Negeri 18 Jakarta. Senang berkenalan dengan kalian."
"Baiklah, Kinan. Silahkan duduk di bangku yang kosong." Kinan segera menuju bangku yang dimaksud si guru dan kebetulan yang akan menjadi teman sebangku Kinan adalah perempuan.
"Hai, gue Vero. Semoga kita bisa berteman baik." Kinan melihat gadis di sebelahnya itu dan menjabat tangan yang diulurkan si gadis.
"Baik anak-anak, ibu tinggal dulu. Sambil menunggu guru jam pertama datang, silahkan belajar materi sebelumnya. Selamat pagi!" Semua murid membalas sapaan sang guru.
Setelah kepergian si guru, semua murid kelas itu mulai mengerubungi Kinan. Maklumlah, anak baru. Tapi tak lama, kerumunan itu buyar karena guru pelajaran jam pertama datang.
Di luar dugaan Kinan, ia pikir teman-teman barunya akan belajar lebih serius dari dirinya, tapi ternyata tidak. Dibandingkan dengan kelasnya di sekolah lama, kelas ini lebih brutal. Kadang saat guru mereka menerangkan ada yang ngomong sendiri, main handphone, tidur, bahkan jalan-jalan. Saat guru mereka marah, mereka diam. Tapi setelah semua selesai, mereka kembali ramai. Di kelasnya yang dulu, mentok cuman ngomong sendiri atau ngelamum. Sekali kena semprot guru langsung kapok.
"Muka lo nggak bisa lebih selow, Nan?" Kinan melihat ke arah Vero yang kini tengah terkekeh pelan. Kinan menggelengkan kepalanya pelan dan kembali melihat ke atah kelas barunya speechless.
"Aku cuma nggak habis pikir, aku kira murid-murid di sekolah ini...." Kinan menggigit lidahnya lalu melirik Vero nggak enak, takut jika Vero tersinggung dengan ucapannya. Tapi, tidak. Vero malah terkekeh dengan mata yang senantiasa fokus pada papan tulis.
"Maksud lo kutu buku? Pendiem? Individual, gitu?" Kinan mengangguk pelan. "Kelas lain mungkin iya. Di sini, kita lebih santai dalam belajar. Yah, bisa dibilang kalau lagi mood aja belajarnya. Kalau serius, kita malah ngerasa tertekan," jelas Vero.
Kinan mangut-mangut masih dengan mengamati kelas barunya. "Oh, iya!" Kinan menoleh ke arah Vero. "Nggak cuman kelas kita, ding. Ada juga kelas 12 IPA 3, yah, tetua kita, itu juga sama kayak kita. Sama-sama brutalnya. Tapi, walaupun kita brutal, kita kalau temenan tulus, kok. Dan lagi, kita lebih suka jujur walaupun kadang-kadang nyelekit, sih." Kinan tersenyum mendengar penjelasan Vero.
###
Bruk
"Aw!"
"Eh, sorry-sorry. Lo nggak papa?" Kinan melihat seseorang di depannya yang terlihat seperti kakak kelasnya, sedang membungkuk ke arahnya dan mengulurkan tangan ke arahnya.
"Iya, nggak papa, kak," jawab Kinan menerima uluran tangan orang itu.
"Kinan, lo nggak papa?" Kinan melihat ke arah Vero lalu tersenyum dan mengangguk.
"Woy, Land! Buruan! Anak-anak udah pada nungguin, tuh!" Seorang pemuda tiba-tiba muncul merangkul orang yang menabrak Kinan sambil sedikit menariknya.
"Lo beneran nggak papa?" Tanya orang yang menabrak Kinan tadi setelah melepas rangkulan temannya. Sebagai jawaban, Kinan hanya mengangguk.
"Yaudah, gue duluan!" Dua orang tadi pergi dari hadapan Kinan. Sementara Kinan masih berdiri di sana sambil memerhatikan punggung kedua orang tadi.
"Oy, Nan! Ngelamun mulu lo, kenapa? Kak Arland ama Kak Zidan cakep, ya?" Kinan melihat ke arah Vero bingung.
"Yang nabrak lo itu namanya Kak Arland. Nah, yang baru dateng ngerangkul Kak Arland itu namanya Kak Zidan," jelas Vero. Kinan lagi-lagi mengangguk mendengar penjelasan Vero. Namanya kak Arland.
"Ah, udah nyari meja, yuk! Berdiri di sini mulu pegel kaki gue. Mana lo ngangguk-nggangguk mulu dari tadi."
###
Arland duduk di atas mejanya sambil melamun. Sejak kejadian dimana ia menabrak adik kelas tadi, pikirannya tidak lepas dari adik kelas tadi. Siapa tadi namanya? Ah, Kinan.
Ya, Kinan. Arland tidak pernah melihatnya. Untuk ukuran murid-murid perempuan di sekolahnya, dia terlihat lebih kalem. Walaupun sekolahnya adalah tempat dimana anak-anak pintar berkumpul, tidak dipungkiri bahwa penampilan mereka jauh dari kata nerd, kutu buku, atau apalah itu. Mereka malah terlihat seperti fashionista.
"Woy, Land! Ngelamun mulu lo, ngelamunin apa, sih?" Arland mengerjapkan matanya dan melihat temannya sudah siap untuk pulang. Ia turun dari meja lalu membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Oh, jangan-jangan lo mikirin dedek emes yang lo tabrak tadi, ya?" Goda Zidan. Yah, bisa dibilang partner in crime-nya dia dan saudara kembarnya, Arya.
"Ngaco, lo! Dedek emes-dedek emes pala lo, noh!" Balas Arland.
"Widih, serius lo, Land? Gila, hampir aja gue kira lo homo," ujar Arya saudara kembarnya. Arland melotot ke arah Arya lalu melempari Arya dengan buku milik teman sekelasnya yang ketinggalan.
"Eh, sialan lo! Untung kagak kena kepala gue. Eh, btw, Dan. Adek kelas yang mana?" Tanya Arya.
"Gak tau. Gue nggak pernah lihat itu anak. Kayaknya anak baru, soalnya polos-polos tai, git- Aw!" Zidan melihat Arland tidak terima sambil mengusap kepalanya yang baru saja di gitak Arland.
Arya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh melihat tingkah laku kembaran dan sahabatnya. "Yaudah, gue cabut duluan, ya? Mau jemput Letta, nih, gue. Lo berdua yang akur," ujar Arya lalu meninggalkan Zidan dan Arland di kelas.
Tak lama, mereka berdua ikut meninggalkan kelas. Di parkiran, sekilas saat ia melihat ke gerbang, ia melihat Kinan berdiri di sana. Tapi, saat ia melihat lagi, Kinan sudah tidak ada di sana, yang ada hanya mobil sedan hitam berhenti di sana, tapi tak lama mobil itu jalan.
"Arland! Nggak balik lo?" Tegur Zidan. Arland berbalik lalu menganggukkan kepalanya. Ia berjalan ke arah dimana motornya di parkir dan langsung pergi dari lingkungan sekolah.
#####
Hae hae hae
Kita ketemu lagi di cerita kedua gue. Masih sama kayak cerita sebelumnya, masih tema remaja atau anak SMA (karena gue sendiri masih SMA).
Silahkan membaca, jangan lupa vommentnya ya guysssssss
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough [END]
Teen FictionKinan si pemalu, dan Arland si pujaan. Sama-sama tidak pernah mengenal kata cinta. Saat mereka dipertemukan dan baru memperlajari apa itu cinta, halangan datang berusaha memisahkan mereka berdua.