Chap 4

1.1K 464 78
                                    

Arland menyeret tasnya ketika masuk ke dalam rumah. Ia sangat lelah, bahkan untuk menyapa mamanya yang sedang memasak di dapur. Ia memilih untuk naik ke kamarnya. Mungkin ia akan berbaring terlebih dahulu sebelum mengganti pakaiannya.

Di kamar, Arland langsung membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia memejamkan matanya, rasa-rasanya ia tidak ingin bangun dari tempat tidurnya. Otaknya saat ini sedang mengingat-ingat kejadian yang terjadi di sekolahnya.

Kinan.

Mata Arland langsung terbuka. Kenapa ia tiba-tiba jadi terbayang Kinan? Tapi, kalau dipikir-pikir Kinan cantik juga. Lucu, kalem. Dan pemalu pastinya. Lihat saja tadi saat Arland, Arya, dan Zidan bergabung dengannya dan Vero. Kinan juga manis. Terutama saat di perpustakaan tadi ketika Arland mengusap kepalanya. Wajahnya memerah.

Sebenarnya, bukan kali ini saja Arland tiba-tiba kepikiran Kinan. Malah setelah pertemuan awal mereka, Arland pernah memikirkan Kinan. Entahlah, Arland sendiri tidak tahu kenapa. Ia juga membiarkan hal itu terjadi, karena nggak tau kenapa ia menjadi senyum-senyum sendiri ketika mengingat Kinan.

Tok tok tok

"Masuk!"

Arya masuk ke kamar Arland, masih seperti Arland menggunakan seragam sekolah. Ia ikut berbaring du samping Arland. "Tumben lo udah balik?" Tanya Arland. Arya melihat Arland bingung.

"Lah, emang biasanya gue balik jam berapa? Jam enam, kan?" Tanya balik Arya.

"Emang. Nah, lo kenapa jam empat udah balik? Eh, apa sekarang jam lima, ya?" Arya memutar bola matanya.

"Sekarang udah jam enam kali, Land. Lo ngapain aja sampai nggak sadar waktu?" Tanya Arya. Arland melihat jam dinding di kamarnya, ternyata benar kata Arya. Ia mengangkata bahunya acuh.

"Mikirin Kinan." Arland langsung menutup mulutnya ketika menyadari apa yang baru saja ia katakan. Arya melihat Arland terkejut, ia langsung duduk mengahdap Arland.

"Gila! Lo beneran suka ama tuh cewek?" Arland menatap Arta bosan. Terkadang, kembarannya ini bisa menjadi terlalu berlebihan jika menyangkut soal percintaannya Arland. Walaupun ini baru pertama kalinya, sih. Sebenarnya, kebanyakan ketika Arland menanyakan perempuan. Padahal, Arland hanya bertanya saja tidak ada niat apapun.

"Lebay, lo. Gue cuman tiba-tiba kepikir dia, doang." Sekarang, giliran Arya yang memutar bola matanya bosan. Ia kembali berbaring di samping Arland.

"Ngelak aja terus," ujar Arya.

"Eh, tapi?" Arya melihat Arland dengan dahi berkerut. "Gue nggak cuman kali ini kepikiran Kinan. Terus masa gue tiba-tiba jadi senyum-senyum gitu," lanjut Arland. Arya terkekeh mendengar ucapan Arland.

"Udah gue bilang, lo suka ama itu cewek," balas Arya santai.

"Masa, sih?" Tanya Arland masih tidak percaya.

"Serah lo." Arland mengangkat bahunya tidak peduli. Ia diam melihat langit-langit kamarnya, kepalanya kembali mengingat-ingat tentang Kinan.

"Oh, ya, Land. Lo nggak mau balik balapan?" Arland langsung terduduk dan melihat Arya terkejut sekaligus curiga.

"Ya, lo nggak-"

"Tunggu-tunggu, dengerin gue dulu! Gue nggak ada kepikiran sama sekali buat balik ke dunia itu. Gue cuman nanya ke lo," sergah Arya cepat. Arland menghela nafas bosan.

"Lo tau jawaban gue, Ya. Gue gak bakal balapan lagi," balas Arland. "Lo sendiri kenapa tanya-tanya hal itu?" Lanjut Arland.

"Tadi waktu gue jalan sama Letta, gue ketemu ama si Vano. Dia nggak rela Ferrari nya lo ambil. Dia mau tanding balik," jawab Arya.

"Ck, kayak nggak tau Vano aja lo. Didiemin juga ntar capek sendiri," balas Arland. Tapi, Arya tidak. Dia diam memikirkan bagaimana ekspresi serius Vano tadi. Tidak, ini tidak seperti Vano yang biasanya. Arya tidak yakin jika nantinya Vano akan lelah sendiri. Setelah satu tahun tidak bertemu, cowok itu banyak berubah. Entah kenapa, Arya merasa cowok itu sekarang lebih....... Sadis? Entahlah.

"Gue nggak bakalan mau balik ke dunia itu lagi, Ya. Sekalipun hadiahnya hal yang paling gue pinginin banget. Cukup sekali aja kita bikin nyokap nangis sampai kolab." Arya mengangguk mendengar penuturan Arland. Ya, benar. Jangan sampai hal itu terjadi lagi. Cukup sekali saja ia hampir kehilangan orang-orang yang ia sayangi. Mamanya, Letta.

"Oh, ya, Land. Terus itu mobil-mobilnya gimana? Dibalikin?" Arland diam berfikir sejenak.

"Biarin ajalah itu mobil-mobil. Ntar, kalau misalkan kita butuh dijual bisa, kan?" Arya mangut-mangut setuju.

"Btw, Land. Gue tadinya kesini disuruh nyokap manggil lo buat makan malam, kenapa jadi ngerumpi melo-melo gini?" Arland menonyor kepala kembarannya itu pelan.

"Dih, lo kali yang ngerumpi melo-melo. Gue mah kagak." Arland meninggalkan Arya yang baru saja bangkit dari tempat tidur Arland sambil menggerutu.

###

Matahari bersinar terik siang itu. Keringat siswa-siswi kelas 11 IPA 3 berkucuran dimana-mana. Mereka baru saja selesai lari menyudahi pelajaran olahraga hari itu. Biasanya, mereka lari di awal pelajaran. Tapi, karena hari ini di awal pelajaran di pakai materi, mereka larinya ketika jam olahraga hampir habis.

Sambil menunggu jam istirahat kedua, mereka duduk-duduk di tengah lapangan. Tapi, tidak dengan Kinan. Ia baru saja selesai berlari, ia memang yang paling terakhir dari teman-temannya. Kinan memilih duduk di pinggir lapangan yang lebih adem. Ia memperhatikan teman-temannya sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.

"Istirahatnya kenapa masih lama banget?" Ia mengipasi wajahnya sambil sesekali melihat jam tangannya.

"Eh," Kinan langsung menoleh ketika pipinya terasa dingin. Arland tersenyum sambil menyodorkan air mineral dingin ke arahnya.

"Minum dulu, gih. Lo kelihatannya haus banget." Kinan melihat air mineral itu ragu. Tapi, tenggorokannya saat ini terasa sangat kering. "Udah minum aja nggak usah sungkan. Gue beli buat lo, kok." Kinan mengambil air itu setelah menggumamkan terimakasih ke Arland.

"Kak Arland kok bisa ada di sini?" Tanya Kinan memulai obrolan.

"Kenapa emang?" Tanya balik Arland tiba-tiba dan menoleh ke Kinan. Kinan langsung memundurkan kepalanya gelagapan. Pasalnya ia tadi sedang melihat Arland dan ketika Arland menoleh ke arahnya, jarak wajah mereka menjadi sangat dekat. Ia langsung membuang muka berusaha menyembunyikan semburat merah yang muncul di pipinya.

"Eh, uhm, ya, kan, ini be-belum jam istirahat," jawab Kinan gagap.

"Suntuk di kelas. Jadi gue bolos, deh." Kinan melebarkan matanya mendengar jawaban Arland.

"Kakak bolos?" Seru Kinan. Arland mengangguk. "Ya ampun, kak Arland. Bolos itu gak baik, kak. Nanti kalau ada ulangan dadakan gimana? Ada tugas? Paktikum? Absen? Terus kakak gak ada di kelas? Nanti nilai ka-"

"Lo ternyata bawel, ya?" Ujar Arland gemas sambil menyubit pipi Kinan pelan. Ia terkekeh ketika melihat Kinan yang saat ini melihat Arland dengan mulut menganga dan mata melebar, pipinya juga perlahan memerah.

Kriiiinnngggg

"Udah bel. Gue duluan, ya? Udah sana istirahat. Jangan cengo mulu, blushing lagi," ujar Arland terkekeh sambil mengusap kepala Kinan laku pergi.

Kinan tersadar dan mengingat apa yang baru saja terjadi. Ia menunduk sambil menutupi pipinya malu. "Astaga, Kinan bego! Kenapa tadi- Aaaahh, malu!"

#####

Hai hai hai,

(Edisi males ngomong. Jadi,) Jangan lupa vomment guys

Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang