Chap 20

494 137 9
                                    

"Hei, lama gue nggak ketemu sama lo. Apa kabar lo, bro?" Arland tidak membalas uluran tangan Vano. Ia hanya melirik sekilas sebelum fokus pada sosok di hadapannya.

"Ok, mungkin sekarang tangan gue udah terlalu kotor untuk seorang Arland yang udah suci dan putih. Haha, loser." Arland masih tidak menghiraukan perkataan Vano dan memilih diam sambil menatapnya. 

"Lo lama-lama serem juga kalau ngelihat gue kayak gitu terus-terusan, Land. Lo nggak tiba-tiba naksir gue kan? Hahahaha, okok. Jadi sebenernya kenapa, sih?"

"Jauhin Kinan! Jangan sangkut pautin dia. Apapun mau lo ngomong aja langsung sama gue," ujar Arland akhirnya. Vano mengangkat satu alisnya meledek. 

"Emang ada hak apa lo nyuruh gue jauhin Kinan? Rasa-rasanya waktu itu Kinan bilangnya lo berdua udah putus?" Arland terdiam. Bahkan pada Vano yang jelas-jelas adalah rival Arland dan Arland sendiri yang mengatakan itu padanya, Kinan bilang kalau mereka sudah putus. Apa memang Kinan sudah mulai melupakannya? Tapi, secepat itukah? Kenapa sekarang ia merasa menyesal? Ia yang menginginkan semua ini dari awal.

"Kenapa, Land? Nggak bisa jawab? Gue tahu dengan sangat jelas, walaupun lo berdua udah putus, kalau Kinan itu orang penting buat lo. Dan kalau lo emang nggak mau dia kenapa-napa, dateng ke balapan besok siang. Gue  sengaja ngadain siang karena kalau malam Kinan nggak bakalan bisa dateng dan gue udah ngajak Kinan dan dia setuju. Kalau lo sampai nggak dateng, liat aja apa yang bakal terjadi besok sama itu anak." Arland mengepalkan kedua tangannya marah. Ia hendak mendekati Vano, tapi anak itu sudah masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan Arland. 

"Sialan! Balik lo, woy! VANO!" Teriak Arland. Ia mondar-mandir bingung. Rambutnya ia acak-acak. 

Drrrrrt drrrrrrt

"Bisa nggak sih lo nggak ganggu gue sehari?!"

"Lo kenapa? Ini gue Arya." 

Arland melihat layar ponselnya dan mengusap wajahnya lelah. "Sorry-sorry, Ya. Gue lagi kalap. Ada apa lo nelpon gue?" 

"Itu nyokap tadi nanyain lo. Lo kalap kenapa?" 

Arland diam. Arya dan Zidan masih dekat dengan Kinan. Ia bisa meminta bantuan mereka berdua. Terutama Arya.  "Ya, gue butuh bantuan lo. Kita ketemu di kedai deket sekolah."

###

Jam istirahat baru saja berbunyi, masih seperti hari-hari sebelumnya, Kinan dan Vero pergi ke kantin untuk mengisi waktu istirahat. Tapi, tidak seperti hari-hari sebelumnya, Zidan dan Arya yang biasanya langsung menghampiri mereka berdua ketika bertemu kali ini seperti ingin lari. Yah, walaupun mereka tidak benar-benar lari. Hanya melihat Kinan dan Vero dari jauh sambil saling sikut. 

"Lo aja, gih! Arland kan kembaran lo."

"Yah, gitu lo, mah. Nggak temen banget. Lo aja, gih!"

"Nggak, ah. Gue nggak berani, ntar keceplosan lagi. Lo aja."

"Iya juga, ya? Ah, dasar lo kaleng bocor. Kalau gitu lo temenin gue!"

"Ah, cemen lo! Masa gitu sendiri aja gak berani kata cowok."

"Yeeee, mending gue cuman minta anterin. Lo aja suruh ngomong nggak berani."

"Ih, lo temen nye-"

"Kak Arya! Kak Zidan!" Vero melambaikan tangannya pada mereka berdua. Arya dan Zidan saling pandang lalu melihat balik Vero dan Kinan dengan senyum terpaksa. Kinan yang awalnya ikut tersenyum dan melambaikan tangannya pelan pada mereka berdua menatap Arya dan Zidan bingung. 

"Kak Arya sama Kak Zidan kenapa?" Tanya Kinan pelan sambil mendekati kedua orang itu. Vero menatap Kinan bingung lalu menatap Arya dan Zidan. 

"Nggak kenapa-kenapa, tuh." Kinan menatap kembali Arya dan Zidan yang mulai kembali seperti berdebat ketika Vero tidak melihat mereka.

"Mau ke kantin?" Tanya Zidan basa-basi. Vero mengangguk antusias, Kinan juga mengangguk tapi ia masih terlihat bingung melihat tingkah laku Arya dan Zidan yang menurutnya aneh. Anehnya, Vero tidak menyadarinya atau Kinan saja yang terlalu peka?

"Yaudah, ayo!" timpal Arya sambil cengengesan tidak jelas. 

Mereka berempat duduk di bangku dekat pintu keluar kantin. Vero oergi untuk memesankan pesanan mereka berempat sementara itu Kinan masih menatapi dua orang di hadapannya yang semakin terlihat gugup. Mereka sesekali melirik Kinan sambil tersenyum sebelum kembali berdebat dengan berbisik. "Kalian berdua ngomongin apa, sih?"

Kinan kini yakin seratus persen pasti ada yang disembunyikan. Karena sekarang mereka berdua terdiam kaku sambil menatap Kinan. "Kak?" Tanya Kinan lagi merasa tidak ada yang ingin buka mulut diantara kedua orang itu. 

"Ok, kalau kalian nggak mau cerita nggak papa, kok," lanjut Kinan merasa terlalu ikut campur. Siapa tahu ini tidak ada sangkut pautnya terhadap dirinya, pikir Kinan. 

"Ehm, sebenernya gini, Nan. Kita mau tanya uhm..." Arya menyikut lengan Zidan untuk melanjutkan ucapannya. 

"Ah, iya, ki-kita mau tanya, uhm, bener lo kemaren dijemput sama Vano?" lanjut Zidan takut-takut. Kinan menghela nafas menegakkan punggungnya. 

"Uhm, iya, kak. Maaf, kak. Aku nggak bermaksud buat deket sama orang yang nggak kalian suka. Pasti kalian kemarin nge-"

"Uh, bukan-bukan itu. Uhm, maksudnya itu juga, sih. Eh, gimana ya? Lo aja ding yang ngomong." Arya memelototi Zidan kesal. 

"Uhm, gini, Nan. Emang bener, ya? Kalau Vano ngajak lo dateng di acara kayak balapan gitu?" Tanya Arya akhirnya. 

"Kok kalian tahu?" Tanya Kinan balik. Arya dan Zidan tidak menjawab, mereka terus menatap Kinan meminta jawaban. "Iya, aku emang diajak kak Vano buat-"

"Jangan dateng!" Kinan sedikit terkejut mendengar Arya dan Zidan yang tiba-tiba berbicara bersamaan. 

"Kenapa?" Tanya Kinan bingung. Kini gantian Arya dan Zidan yang terlihat gelagapan dan bingung. 

"Gawat. Kita musti ngomong apaan ini? Arland nggak bilang apa-apa," ujar Arya berbisik. 

"Lah lo pikir gue nggak tahu kalau dia nggak ngomong apa-apa?" ujar balik Zidan. 

"Ya-ya, kan bahaya juga, Nan, ka-kalauuuu, uhm, ka-kalau cewek pergi malem-malem gitu." Zidan menjetikkan jari menyetujui ucapan Arya. 

"Tapi itu acaranya siang, kak. Bukan malem," balas Kinan. Arya dan Zidan melongo tidak percaya. Mereka melihat satu sama lain. 

"Berarti dia nggak salah bodoh kalau mau pergi bareng ama si kutu," celetuk Arya. 

"Iya-ya? Terus kenapa Arland nyuruh kita ngela-"

"Tunggu-tunggu! Arland? Maksud aku, kak Arland?" Zidan menutup mulutnya cepat. Arya membenturkan kepalanya pada meja seketika itu juga. 

"Kak?" Tanya Kinan lagi.

"Eng, anu, itu, maksudnya..." Zidan menyikut Arya meminta bantuan. 

"Dasar, coeg! Pakek keceplosan segala, bikin pusing aja," celetuk Arya sedikit keras hingga terdengar Kinan.

"Jadi bener kak Arland yang nyuruh?" Tanya Kinan meminta kejelasan. Dan mereka berdua benar-benar gelagapan. 

"Maaf, sebelumnya ya, kak. Tolong bilangin sama kak Arland, apa yang lagi atau akan aku lakuin, atau dengan siapa aku dekat sekarang bukan lagi jadi urusan dia. Aku sama dia udah nggak ada hubungan apa-apa, jadi dia udah nggak ada hak untuk ngatur-ngatur aku lagi," lanjut Kinan tersinggung hatinya. Arya dan Zidan diam mendengar ucapan Kinan. Baru kali ini ada kakak kelas yang terlihat sangat gagu di hadapan adek kelas seperti Arya dan Zidan. 

Tak lama, Vero datang membawa pesanan mereka. Arya dan Zidan makan dengan tidak minat, begitu juga dengan Kinan. Vero melihat ketiga temannya bingung tapi tetapsambil menghabiskan makanannya. 


#####



Kayaknya gue nggak tahu harus ngomong apa, sorry bangeeeeeeet cerita ini jadi slow slow slow update banget. Hope you'll like it deh, jangan lupa vote ya guys

Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang