"Ok, makasih, mbak." Arland keluar dari perusahaan itu menuju parkiran. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Enam perusahaan sudah ia datangi, tapi tidak satupun dari perusahaan-perusahaan itu yang memberinya pekerjaan. Arland menaiki motornya dab pergi dari sana.
Tidak butuh waktu lama, Arland kembali berhenti di sebuah perusahaan, Andrea's group. Arland mengerutkan dahinya, sepertinya ia mengenal perusahaan ini. Arland tetap masuk dan tidak peduli. Toh, kalau dia memang mengenal seseorang yang ada di perusahaan ini, itu akan membuatnya lebih mudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan ini.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya mbak-mbak resepsionis.
"Saya mau ngelamar pekerjaan, Mbak," jawab Arland.
"Tunggu sebentar ya, Mas. Say tanyakan dulu pada pihak HRD." Arland mengangguk. Ia berdiri di depan meja resepsionis sementara si mbak-mbak tadi menelpon seseorang.
"Baik, Pak." Mbak-mbak tadi menutup telfonnya dan berpaling ke Arland. "Maaf, Mas. Tapi, untuk saat ini perusahaan masih belum membutuhkan tenaga kerja baru," ujar si Mbak.
"Oh, yaudah makasih ya, Mbak." Arland menjauh dari meja resepsionis lalu mengusap wajahnya kasar. Baru ia akan menuju parkiran, ia tidak sengaja menabrak seseorang.
"Sorry-sorry, gue nggak se-"
"Arland?" Arland segera mendongak melihat orang yang ia tabrak.
"Jenny? Lo ngapain disini?" Tanya Arland heran.
"Ini kantor bokap gue. Lo ngapain disini? Nggak sekolah lagi," Tanya balik Jenny.
"Gue lagi nyari kerja. Lo sendiri ngapain mabal juga?"
"Hehe, gue tadi agak nggak enak badan. Sekarang udah baikan. Oh, iya, lo ngapain cari kerja? Ort-"
"Sorry gue musti pergi. Bye, Jen." Arland langsung ke parkiran dan menaiki motornya pergi dari sana, ia tidak menghiraukan Jenny yang terus-terusan memanggilnya.
Arland berhenti di sebuah cafe, ia mengedarkan pandangannya dan mendapati Arya di meja paling pojok di cafe itu. "Ada apa? Lo udah dapet pekerjaan?" Tanya Arland baru saja duduk di hadapan Arya.
"Ck, boro-boro. Gue di satu perusahaan ada dua sampai tiga jaman cuman buat jadi bahan godaan mbak-mbak yang kerja disana. Mana waktu gue tanya gak ada kerjaan lagi," jawab Arya kesal.
"Lah, terus kenapa lo ladenin?" Balas Arland sambil memanggil pelayan untuk memesan sesuatu.
"Ya, kan gue pikir kalau gue ladenin mbak-mbaknya bisa bantu gitu. Eh, ternyata enggak. Nyesel gue. Dasar mbak-mbak girang!" Gerutu Arya. Arland tertawa mendengar kebodohan kembarannya.
"Udah jam tiga nih, Ya. Gimana? Balik?" Tanya Arland.
"Balik, deh. Ntar nyokap malah curiga. Lo ganti baju aja di sini. Gue mau jemput Letta dulu." Arland mengangguk.
Ketika Arland pergi ke kamar mandi, Arya mulai membereskan barang-barangnya dan pergi darisana menuju ke sekolah Letta. Saat Arya sampai di sekolah Letta, Arya melihat Letta sudah menunggunya di depan gerbang sekolah. Letta sendiri mengerutkan dahinya bingung ketika mendapati Arya memakai jeans hitam dan kemeja biru dongker alih-alih seragam sekolahnya.
"Kamu darimana? Nggak sekolah?" Tanya Letta sambil menaiki motor Arya.
"Nanti aku ceritain. Sekarang pegangan, gih!" Letta berpegangan pada baju Arya dan pergi dari sana.
Selama di jalan, Arya dan Letta sama-sama diam. Arya memikirkan cara agar bisa membantu orangtuanya sementara Letta menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi pada Arya. Sampai di depan rumah Letta, Letta langsung turun dari atas motor Arya dan menatap kekasihnya dengan tatapan menunggu. "Ayo, katanya kamu mau cerita."
"Iya, aku naruh motor dulu." Arya dan Letta masuk ke dalam rumah bersamaan. Ibu Letta yang kebetulan sedang merapikan ruang tamu rumah, menyambut mereka ramah.
"Eh, Arya. Apa kabar kamu?" Tanya mama Letta.
"Alhamdulillah baik, tante," jawab Arya.
"Yaudah, kamu duduk aja dulu. Tante mau masuk, lanjut beres-beres. Letta, itu Aryanya buatin minuman, gih!" Letta mengangguk. Dengan itu, ibu dan anak sama-sama masuk ke dalam meninggalkan Arya di ruang tamu sendirian. Arya menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumah Letta. Badannya terasa sangat pegal. Benar apa yang dikatakan orangtua-orangtua di luar sana. Cari uang itu susah.
Tak lama Letta datang membawa minuman. Ia duduk di sebelah Arya yang terlihat sangat lelah. "Ini kamu minum dulu," ujar Letta. Arya meminumnya sedikit lalu kembali menyandarkan ounggungnya. Kali ini, ia menaruh kepalanya di pundak Letta.
"Mama sama papa aku bangkrut, Let." Letta menoleh cepat ke arah Arya.
"Nggak lucu, Arya," ujar Letta tidak percaya.
"Emang nggak lucu." Arya tersenyum sambil mendengus. "Lagian siapa juga yang lagi bercanda," lanjutnya.
"Kok bisa?" Tanya Letta ketika merasa Arya tidak sedang berbohong.
"Aku juga nggak tahu. Waktu kamu, Rania, Kinan sama Vero jalan, akukan langsung pulang sama Arland, sampai rumah kita denger mama sama papa ngomongin tentang itu. Yah, walaupun cuman perusahaan yang kesita. Tapi, tetep aja aku sama Arland nggak bisa tinggal diam. Masa papa sama mama lagi susah terus aku harus bersikap nggak ada apa-apa gitu. Apalagi, kita berdua sama-sama takut kalau rumah bakal dijual. Dari kita belum lahir sampai sebesar ini tinggal ya disana, masa udah gede harus pindah. Kan, sayang kenangannya," jelas Arya.
"Terus hari ini kamu cari kerja sama Arland?" Tanya Letta lagi. Arya mengangguk. Letta mengangkat kepala Arya dari bahunya. Arya menatap Letta bingung. Letta hanya tersenyum lalu menaruh kepalanya di pundak Arya dan memeluknya dari samping.
"Jangan nyerah, kalau emang kamu harus part time buat bantu orangtua kamu, lakuin sungguh-sungguh. Jangan lupa bedoa juga, minta sama yang di atas pasti nanti dikasih jalan," ujar Letta. Arya tersenyum mendengar perkataan Letta. Ia membalas pelukan Letta dan mengecup puncak kepala Letta sekilas. Beruntung bagi Arya punya Letta yang begitu perhatian.
#####
20 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Enough [END]
Teen FictionKinan si pemalu, dan Arland si pujaan. Sama-sama tidak pernah mengenal kata cinta. Saat mereka dipertemukan dan baru memperlajari apa itu cinta, halangan datang berusaha memisahkan mereka berdua.