Chap 18

542 162 9
                                    

Vote dulu, weh. Baru baca, okokok?

"Ma, adek berangkat!"

"Hati-hati di jalan! Pulang jangan malem-malem! Rawan penculikan loh sekarang. Nanti kalau kamu diculik gimana?" Kinan memutar bola matanya. Memangnya ada yang masih ingin menculiknya?

"Iya, ma." Kinan menutup pagar rumah dan masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan.

"Ke PIM ya, pak," ujar Kinan. Si supir taksi menganggum dan menjalankan taksinya.

Kinan menyandarkan punggungnya dan menghela nafas. Hari ini ia berencana untuk pergi ke toko nuku di salah satu mall dan memborong novel yang ia inginkan selama ini. Kinan ingin menyegarkan otaknya dari masalah yang akhir-akhir ini datang dan mumpung lagi ada diskon juga.

"Hhh, masalah kecil gini aja aku udah stres. Gimana kalau ntar masalah waktu aku udah nikah," gumam Kinan pelan.

"Eh, apaan sih? Belajar dulu yang pinter," lanjutnya menggelengkan kepala pelan.

"Neng, nggak papa?" Kinan melihat ke supir taksi.

"Nggak papa kok, pak," jawab Kinan.

"Oh, saya kira kenapa, Neng. Oh iya, biasanya minggu-minggu gini anak-anak jaman sekarang pada keluar sama pacarnya. Neng kok sendiri aja?" Kinan membelalak terkejut.

"Ah, eng, itu, hehe. Baru aja putus, pak." Kinan menggaruk belakang kepalanya pelan.

"Eh, baru putus? Kalau boleh tau putusnya kenapa, Neng?" Orang ini kepo banget. Kinan menggelengkan kepalanya heran.

"Yah, dia terlalu sibuk, pak," jawab Kinan malas. Sibuk sama perempuan lain maksudnya, lanjut Kinan dalam hati.

"Nggak usah sedih, Neng. Cowok kayak gitu mah emang pantes ditinggalin. Masih pacaran aja sok-sokan sibuk, apalagi nanti kalau udah nikah." Kinan tertawa kecil menanggapi ucapan si sopir.

"Nah, udah sampai nih, Neng." Kinan melihat ke cendela lalu melihat argo taksi. Kinan mengamb beberapa lembar uang dari tasnya dan diberikan ke sang sopir.

"Makasih ya, Neng," ujar sopir taksi.

"Saya yang makasih, pak. Bapak udah hibur saya," balas Kinan tersenyum.

"Ah, Neng, bisa aja." Kinan terkekeh lalu keluar dari taksi dan masuk ke dalam mall.

Baru saja melewati pintu masuk, Kinan sudah disugui pemandangan para muda-mudi yang pacaran. Ada yang berdiri sambil mengobrol, jalan sambil bergandengan, selfie-selfie, dan lain-lain. Kinan mendengus merasakan sedikit sesak di dadanya.

"Udah-udah. Sebelum-sebelumnya sendirian aja nggak papa masa baru sebentar pacaran aja udah lebay," gumam Kinan sambil menunduk tanpa melihat depan.

"Kalau jalan lihat depan kali. Nabrak orang kan bahaya." Kinan berbalik untuk melihat seseorang yang tadi bicara.

"Hai!" sapa orang itu. Kinan melihat orang itu sambil berpikir, sepertinya ia pernah bertemu orang ini.

"Kita pernah ketemu?" Tanya Kinan memberanikan diri. Orang itu ikut melihat Kinan sambil berpikir.

"Oh, gue inget!" Kinan melihat orang itu semakin bingung. "Lo cewek yang waktu itu dibonceng Arland kan?" Kinan mengerutkan keningnya berusaha mengingat.

"Oh, Vano rivalnya kak Arland, kan?" Vano mengangkat satu alisnya terkejut.

"Lo tau dari mana gue rivalnya Arland?" Tanya Vano heran.

"Kak Arland yang bilang," jawab Kinan. Vano mangut-mangut, ia lalu melihat Kinan dengan selidik.

"Lo ceweknya Arland, ya?" Tanya Vano tiba-tiba.

"Eh?" Kinan mengerjapkan matanya tidak siap mendengar pertanyaan Vano.

"Ya, soalnya yang tau masalah gue rival Arland selain keluarga dia ya si Zidan sama Letta. Sekarang lo," jelas Vano.

"Ah, hehe iya," balas Kinan bingung harus ngomong apa.

"Iya lo pacarnya Arland?" Tanya Vano lagi. Kinan menggelengkan kepalanya pelan.

"Baru dua hari yang lalu putus."

"Oh?" Respon Vano terkejut. Vano diam berfikir, ia menggelengkan kepalanya lalu menatap Kinan sesuatu.

"Eng, kalau gitu aku duluan, kak," ujar Kinan lalu pergi.

"Eh, tunggu-tunggu!" Kinan terpaksa berhenti karena lengannya ditahan Vano. "Gimana kalau gue barengin lo aja?" tawar Vano.

"Nggak usah deh, kak. Lagian aku mau ke toko buku, nanti kakak bosen lagi," tolak Kinan.

"Yaelah ke toko buku doang. Gue juga sering kali," ujar Vano.

"Belj buku atau baca buku, kak?" Tanya Kinan penasaran.

"Nganterin adek doang, hehe. Tapi, biasanya gue sambil baca-baca komik sih," jawab Vano cengengesan. Kinan tersenyum lalu mengangguk.

"Yaudah boleh."

"Nah, gitu dong dari tadi, hehe. Yuk!" Vano mengulurkan tangannya mempersilahkan Kinan untuk jalan terlebih dahulu. Kinan tersenyum lalu jalan di depan Vano.

Sampai di toko buku, Kinan langsung pergi ke bagian novel. Vano memperhatikan Kinan dari belakang sebelum menuju ke bagian komik-komik. Melihat tumpukkan novel di depannya, senyum merekah di wajah Kinan. Ia langsung memilih beberapa novel untuk ia beli. Sekitar tujuh novel sudah ada di pelukannya. Kini, Kinan tengah membaca bagian belakang sebuah novel tapi Kinan novel itu dan mengambil novel yang lain. "Ini aja deh."

"Udah selesai?" Kinan menoleh ke sampingnya.

"Eh, kak Vano. Iya, udah kok." Kinan langsung pergi menuju kasir meninggalkan Vano. Sambil menunggu Kinan, Vano memilih untuk menunggu di luar toko. Tak lama Kinan datang membawa kantong plastik yang berisi novel-novel yang ia beli tadi.

"Jadi, habis gini lo mau kemana?" Tanya Vano samb berjalan di samping Kinan.

"Pulang," jawab Kinan santai.

"Pulang?" Kinan menatap Vano lalu mengangguk sambil menunjukkan kantong plastik yang ia bawa.

"Kan udah dibeli bukunya."

"Gue tahu. Oh, gini aja, gimana kalau kita makan dulu? Gue yang traktir," tawar Vano berusaha menahan Kinan.

"Gak usah deh, kak. Aku makan di rumah aja, ngerepotin nanti," tolak Kinan tidak enak.

"Ngapain ngerepotin sih, orang gue yang nawarin juga. Gini deh, itung-itung sebagai gantinya gue nemenin lo beli novel gimana?" Kinan mengerutkan kening kesal. Ngerti gitu mendingan tadi nggak usah ditemenin sekalian, batin Kinan.

"Udah jangan kebanyakan mikir, ayo!"

###

"Makasih udan mau ngenterin." Vano terkekeh lalu menggelengkan kepalanya.

"Gue yang makasih lo udah mau nemenin gue hari ini." Kinan terdenyum tipis sambil mengangguk lalu keluar dadi mobil Vano.

"Kalau gitu aku masuk dulu," pamit Kinan. Vano mengangguk sambil tersenyum. Kinan berbalik lalu masuk ke dalam rumah. Tepat saat pintu rumah Kinan tertutup, senyuman di wajah Vano berganti dengan seringai.

"Kita lihat apa yang bakal terjadi nanti."

#####

8 Agustus 2017

Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang