Kaki itu terlihat lunglai memasuki apartementnya. Jaket yang kini ditangannya ia lempar asal kearah sofa. Ia seret tubuhnya kearah kamar dan menghempaskannya keatas kasur. Kejadian yang terjadi sekitar dua jam yang lalu itu masih membekas dipikirannya, bahkan menyisakan rasa yang amat Chanyeol benci. Penyesalan.
Haruskah penyesalan selalu datang diakhir?
Haruskah ia memikirkannya dengan matang sebelum melakukannya agar tidak ada yang namanya penyesalan? Haruskah ia memikirkan perasaannya yang bahkan dirinya saja sulit mengartikan perasaannya yang sebenarnya?. Chanyeol mengembuskan nafasnya berlebihan, emosi dengan apa yang telah terjadi. Kini ia dihujani oleh penyesalan. Menyadari kalau ia memang nyaman disamping Eunji, tapi ia terlalu berusaha keras untuk membuat semuanya mudah baginya tanpa memikirkan perasaan Eunji yang sebenarnya. Ia terlambat menyadari hal itu. Ia terlalu fokus memindahkan haluan hatinya hingga mengesampingkan perasaan Eunji.
Ia kehilangan sosok bak malaikat disampingnya. Malaikat tanpa sayap yang menunggunya dengan sabar selama ini, dan sekarang malaikat itu pergi karena terlalu jenuh menunggu. Menunggu memang bukan hal yang menyenangkan. Chanyeol sadar ada saat dimana orang yang selama ini berharap padanya akan pergi karena lelah terus terabaikan.
Chanyeol mengerang seraya mengusap kasar wajahnya. Hari yang benar-benar buruk untuknya.
➰
Eunji menatap manik yang tergantung dijendela kamarnya. Terlihat seperti bingkai dari bulan. Meskipun begitu fokus Eunji bukan kearah manik yang seolah mengikat bulan, tapi pada kejadian tadi sore. Ia putuskan dengan mantap untuk menyerah. Menyerah memperjuangkan cintanya dan berhenti berharap.
Titik terburuknya adalah ketika harus menelan kecewa oleh harapan yang digantungnya pada orang yang tidak tepat. Sekarang Chanyeol memang bukan orang yang tepat untuknya, namja itu tidak mudah keluar dari lubang perasaannya pada gadis lain. Ini suatu pembelajaran untuknya bahwasanya ia tidak boleh kecewa pada orang yang ia harapkan, semua berawal dari dirinya sendiri yang memilih terus berharap, ketika dirinya yang memulai ketika itulah dirinya yang harus mengakhirinya.
➰
"Eunji-ya, Baekhyun bersikap manis padaku kemarin, apa ini awal dari semuanya?" Tanya Bomi tampak berpikir. Gadis itu belum menyadari betul apa yang telah menimpa sahabatnya itu.
"Aku harap begitu, chukkae" kata Eunji ikut senang. Inilah yang namanya ketegaran, saat ia harus tersenyum ketika hatinya menangis. Bukankah ini lucu? Berpura-pura kuat agar terlihat baik-baik saja didepan orang lain.
"Aku juga sangat berharap itu benar-benar terjadi, tapi aku harus membatasinya"
Eunji menyelidik perubahan ekspresi dari wajah Bomi yang berubah muram.
"Kau ragu saat ini?" Tanyanya pada Bomi.
"Aku takut saat harapanku menelanku bersama kekecewaan, aku takut saat waktunya itu tiba aku tidak mampu menahannya, aku takut saat harus terbang tinggi bersama harapanku... aku takut saat waktu itu tiba bukan seperti apa yang aku harapkan"
Eunji mengelus pelan pundak sahabatnya. Mencoba menyalurkan ketegarannya pada sahabatnya. Terkadang ia memang harus beracting baik-baik saja untuk orang disekitarnya, bukan karena ingin terlihat hebat, tapi karena ia tahu sedihnya adalah urusannya dan orang lain tidak perlu tahu tentang hal itu. Saat seperti ini seseorang akan menjadi sosok yang munafik, beracting baik-baik saja saat hatinya menangis. Bukan bermuka dua, tapi ia menjaga hati yang terluka agar tidak diketahui orang lain.
"Kau tidak perlu ragu untuk masa yang akan datang, aku yakin semua akan baik-baik saja saat kau berjalan tepat dimana garis itu ditentukan, kau hanya perlu percaya diri kalau kau mampu membuatnya melihatmu" kalimat penyemangat untuk sahabatnya dan juga dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Love
Fanfiction- Jung Eunji- 'Aku berusaha tidak perduli pemikiranmu tentangku, aku akan berpura-pura tidak melihat semua tentangmu meskipun itu menyakitkan,aku akan melihatmu tersenyum meskipun itu sedikit merobek hatiku, aku akan melakukan sandiwara ini sampai...