19: Kelamnya Pendulum

4.7K 292 63
                                    

"Kita mau kemana sih?" Tanya Nico sambil tetap fokus menyetir dan sesekali melirik dua buket bunga krisan yang menurut Nico terlalu erat dipegang oleh Sheen.

Sheen menoleh dan berkata pelan, "Nanti juga bakal tahu."

Nico mengangguk pelan. Sheen kembali melihat ke depan dengan pikiran melalang buana.

"Jangan kenceng-kenceng gitu kali pegang buketnya. Nanti rusak." Celetuk Nico.

Celetukan itu membuat pikiran Sheen kembali ke tempat semula, gadis itu menunduk dan melihat dua buket bunga krisan yang tadi dipegangnya dengan erat menjadi lecek. Sheen memperbaiki kedua buket bunga krisan itu dengan hati-hati seolah-olah tak ingin lebih merusaknya lagi. Setelah lebih baik, Sheen memeluk buket bunga itu dan memejamkan matanya. Semua itu tak luput dari penglihatan Nico, meskipun Nico merasa heran tapi akhirnya cowok itu berpikiran bahwa bunga krisan merupakan bunga favorit Sheen. Jadi dia tak memikirkan perlakuan Sheen yang memang aneh sejak menghubungi Nico unuk mengajaknya ke suatu tempat yang bahkan Nico sendiri tidak mengetahui kemana, dia hanya menyetir mengikuti arah jalan yang ditunjukkan oleh Sheen.

Setelah mengikuti instruksi dari Sheen, Lamborghini metalik itu memasuki bangunan besar yang dari depan terlihat seperti benteng berwarna putih gading. Tanpa banyak bertanya, mereka turun dan mengedarkan pandangan ke sekeliling parkiran itu. Nico menoleh ke arah Sheen dan melihat tubuh gadis itu sedikit bergetar, mukanya pucat, dan saat Nico menarik tangan gadis itu untuk digenggam, telapak tangan Sheen berkeringat dingin.

"Hey, are you okay?" Tanya Nico pelan.

Sheen menoleh dan melemparkan senyum tipis yang terlihat terpaksa, gadis itu mengangguk dan berjalan pelan diikuti Nico masih dengan tangan saling bertautan.

Mereka melewati gerbang mini dan memasuki hamparan rumput hijau dengan marmer-marmer putih tersebar di seluruh penjuru. 'Pemakaman?' Batin Nico bertanya.

"Mbak Afsheen ya?" Tanya seorang bapak-bapak menghampiri mereka berdua.

Sheen mengangguk. "Bapak penjaga makamnya?"

Bapak itu mengangguk dan tersenyum, "Kemarin Nyonya sudah bilang ke saya bahwa mbak akan datang, dan meminta saya menunjukkan makamnya pada mbak. Mari mbak." Kata penjaga makam keluarga ini.

Nico dan Sheen berjalan mengikuti Bapak tadi. Nico menoleh ke arah Sheen yang berjalan seolah memaksakan diri, seolah dia tak mau atau tak bisa menginjakkan kakinya disini tapi tetap dipaksa. Nico meremas pelan tangan mungil Sheen yang di genggamnya seolah memberinya dukungan moril secara tersirat.

Sheen menoleh ke arah Nico dan kembali melempar senyum tipis terpaksanya seolah mengucapkan terima kasih secara non verbal.

"Ini mbak makamnya." Kata Bapak penjaga makam yang sudah berhenti berjalan.

Sheen mengangguk pelan dan tak melirik sama sekali makam yang ditunjukkan Bapak tadi. Seolah takut?

"Terimakasih pak," ucap Sheen saat Bapak itu pamit pergi agar tak menganggu privasi kedua remaja di depannya.

Bapak tadi sudah sangat jauh tapi Sheen tetap pada posisinya saat mengucapkan terimakasih tadi. Nico menepuk bahu gadis itu dan merasakan tubuh Sheen yang sangat kaku. Segera di baliknya tubuh gadis di depannya itu agar berhadapan dengannya.

Setelah berhadapan, Sheen menunduk sangat dalam seolah tak ingin Nico melihat wajahnya. Dan Nico mengerti.

"Mau pulang?" Tanya Nico lembut seolah mengerti akan perasaan tertekan gadis itu.

Tapi Sheen menggeleng sebagai jawaban.

Dengan lembut Nico mengangkat wajah Sheen hingga matanya bertumbukkan dengan mata biru Sheen yang sudah tak terlalu jelas keindahannya karena tertutup air mata yang menggenang. Sheen menghela napas panjang lalu menyusut pelan air matanya. Gadis itu menarik pelan tangan Nico agar lebih dekat ke salah satu makam. Setelah dekat, Sheen berjongkok dan meletakkan satu buket bunga krisan itu di bawah marmer putih, sedangkan satu buket lainnya masih di peluknya. Sheen menarik tangan Nico agar ikut berjongkok di sampingnya.

Famous UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang