25: Marmer Putih (END)

2K 98 42
                                    

Nico membuka pelan pintu kamar VVIP rumah sakit itu, manik matanya langsung menangkap sosok Sheen yang terlelap dengan berbagai alat medis yang menempel pada bagian-bagian tubuhnya. Nico mematung sejenak, lalu dengan langkah pelan dan tatapan nanar menghampiri Sheen. Cowok itu menarik pelan kursi kosong disamping brankar Sheen dan duduk diam.

Menghela napas pelan, tangan Nico kemudian perlahan menuju tangan Sheen yang tergeletak lemah. Dingin. Tangan Sheen yang digenggamnya terasa dingin, Nico membawa pelan tangan Sheen ke depan bibirnya lalu meniup-niupnya pelan berharap dapat menyalurkan kehangatan pada gadis itu. Mata Nico tak pernah beranjak dari muka Sheen yang pucat dan dipasangi alat bantu napas.

Melihat Sheen terbaring di atas brankar rumah sakit, hati Nico terasa diremas kuat oleh tangan tak kasat mata. Matanya memanas melihat gadis yang selalu kuat dan angkuh itu hanya terbaring lemas, pucat, dan tak sadarkan diri. Bahkan untuk bernapas saja dia perlu bantuan sebuah alat, untuk makan dan minum saja dia perlu infus, dan untuk membersihkan diri saja dia perlu suster. Namun dari semua rasa sakit itu, rasa penyesalan yang paling menyiksa Nico.

Tangan Nico yang sedikit gemetar terangkat menuju pipi Sheen, menyingkirkan lembut anak rambut Sheen yang menutupi pipinya, diusapnya lembut pipi gadis itu dengan satu tangan, sedangkan satu tangan lainnya tetap menggenggam tangan dingin Sheen.

"Af..." lirih Nico, "Gue tau, gue nggak termaafkan. Tapi ijinin gue minta maaf secara langsung Af, ijinin gue nebus kesalahan gue, ijinin gue ngejaga lo. Gue akan agresif deketin lo kalau lo gamau sama gue lagi, gue bakal terus usaha dapetin lo lagi Af meskipun lo nolak mati-matian. Karena kali ini gue juga bakal usaha mati-matian." Rahang Nico yang mengeras berbanding terbalik dengan matanya yang berembun.

Nico terkekeh pelan, namun tak ada sarat rasa geli pada kekehan itu, seolah itu hanya pelampiasan rasa frustasi. "Gue cengeng banget ya Af." Nico menghela napas lalu tersenyum tipis. "Gue bakal jagain lo Af, gue bakal nemenin lo dan nunggu lo membuka mata lo lagi."

"Gue kangen Af. Gue kangen mata biru lo yang dingin, kangen senyum lo yang sinis, kangen wajah lo yang datar. Gue kangen semua hal dari lo Af."

Nico berdiri dari duduknya, membungkuk pelan dan mengecup lama dahi Sheen. "I love you, Afsheen..." Nico mendekat ke samping kepala Sheen dan berbisik lembut, "I love you till the sun meet the moon."

Nico kemudian duduk kembali dan memindahkan aatu tangganya di atas jantung Sheen.

"Maafin gue bro udah nyakitin gadis lo, kali ini izinin gue buat jaga dia lagi ya, sebagai gadis gue. Gue janji nggak akan ngecewain lo, lo bisa tenang di sana karena gue bakal bikin dia jadi cewek paling bahagia di semesta ini."

Setelah mengucapkan itu, Nico menelungkupkan kepalanya di lipatan tangannya, memejamkan mata dan tertidur dengan masih menggenggam sebelah tangan Sheen tanpa menyadari setetes air mata yang meluncur dari sudut mata Sheen yang masih terpejam.

***

4 years ago

Sheen terdiam lama menatap kerlap-kerlip lampu kendaraan di bawahnya. Jendela besar di kamar rumah sakitnya itu sedang menampilkan pemandangan malam hari kota Jakarta yang padat. Sudah berjam-jam gadis berambut panjang itu menatap kosong keluar jendela, hanya deru napas pelan dan detik jam dinding yang mengisi keheningan ruangan itu sedari tadi.

"Sudah makan, Sayang?" Suara lembut seseorang membuat gadis itu mengerjap. Sheen memutar pelan kursi rodanya untuk memandang Mama-nya. Gadis itu tersenyum tipis dan mengangguk pelan.

Mama Sheen tersenyum lebar lalu mengelus lembut rambut anaknya. "Bentar lagi Dad dateng bareng Elys, tadi ke bandara dulu buat jemput Elys. Kamu mau nitip apa? Biar Mommy telfon buat bawain."

Famous UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang