21: Badai Tak Berlalu

206 11 0
                                    

Dengan pelan Sheen memakan mie instan cup yang masih mengepulkan asap panas dari dalamnya. Setelah menelan beberapa kali Sheen mendongak dan melihat Nico yang terus menatapnya intens. Gadis itu kemudian menjatuhkan tatapannya pada mie instan cup milik Nico yang belum di buka tutupnya dan disentuhnya sama sekali, padahal seharusnya mie di dalamnya sudah matang karena sudah bermenit-menit yang lalu direndam dengan air panas.

"Gue nggak tau lo pernah apa kagak makan mie instan ginian. Tapi coba sesekali nggak ada salahnya." Kata Sheen masih menumpukan tatapannya pada mie cup Nico, tangan gadis itu juga dengan perlahan membukakan penutup mie cup serta garpu plastiknya.

Setelah menaruh garpu plastik ke dalam mie cup Nico, Sheen kembali memakan mie cup nya dengan pandangan fokus pada mie-nya.

"Kenapa?" Tanya Nico pelan masih dengan intens menatap Sheen.

"Cepet makan keburu mie lo bengkak dan jadi nggak enak." Jawab Sheen yang masih tak menatap Nico dan fokus makan.

"Kenapa, Sheen?" Tanya Nico lagi.

"Kalo lo nggak mau, buat gue aja." Tangan Sheen terulur untuk mengambil mie cup Nico, namun tangan Sheen di cekal oleh Nico. "Kenapa. Lo. Nggak. Bereaksi. Sheen." Kata Nico penuh penakanan.

Sheen menarik tangannya dari cekalan Nico dan menghela napas panjang. Tanpa menggubris Nico, Sheen kembali fokus memakan mie-nya.

"Sheen!"

BRAK!

Dengan kasar Sheen menaruh garpu-nya ke meja kayu di depan supermarket itu. Garpu plastik itu patah menjadi dua bagian sangking kerasnya Sheen menggebraknya ke atas meja.

Sheen menatap tajam Nico yang melihat Sheen dengan terkejut, "Reaksi apa yang lo harapin dari gue?"

"Marah?" Kata Nico ragu.

"Lo pengen gue marah?"

"Bukan ngeharepin lo marah, tapi siapapun yang ada di posisi lo juga bakal marah."

Sheen tersenyum sinis, "Memang apa yang bakal berubah kalau gue marah? Lo bakal ninggalin Ellen? Lo bakal percaya sama gue untuk cerita apapun? Atau lo bakal tutup mata dengan keadaan Ellen?" Senyum Sheen menghilang, "Gue nggak sepicik itu Nic. Gue tau lo baik dan gue tau keadaan Ellen. Gue kecewa? Iya. Bukan karena lo sama Ellen, tapi karena lo nggak sepercaya itu sama gue untuk nyritain keadaan lo."

"Dengerin gu-"

Sheen berdiri dan berjalan pelan menuju parkiran rumah sakit untuk mengambil mobilnya. Namun baru beberapa langkah gadis itu berhenti.

"Dan jangan salahin siapapun karena gue tau masalah Ellen, gue tau sendiri karena nggak sengaja. Bukan karena temen-temen lo ataupun gue tanya-tanya supir gue." Kata Sheen tanpa menoleh dan kembali berjalan.

Gadis itu mengerjap-erjapkan matanya cepat agar air mata yang menggenang di pelupuk matanya tak jatuh. Gadis itu merasa berat untuk mengatakan bahwa dia tahu tentang hal yang terjadi di taman rumah sakit kemarin, namun begitu berat mengatakan hal itu. Lebih baik Nico tak tahu kalau Sheen menonton kejadian kemarin karena Sheen tak ingin Nico menjadi berubah atau merasa bersalah. Sungguh, Sheen tahu betapa kecewa dan marahnya dia pada Nico, namun rasa cinta dan sayangnya lebih besar yang kadang membuatnya membenci dirinya sendiri karena menjadi lemah dan cengeng.

Sepeninggal Sheen, Nico mengusap kasar wajahnya lalu mengacak-acak rambutnya kasar. Lantas dia berdiri dan menendang keras meja kayu di depannya hingga bergeser dari posisi awalnya dan mie dalam cup itu tumpah ruah di atasnya. Nico mengepalkan tangannya kuat-kuat dan mengetatkan rahangnya keras karena menahan marah. Dia marah pada kehidupan yang terus saja mempermainkannya.

Famous UntouchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang