Suara jarum jam yang terus bergerak mengisi kesunyian ruangan yang sedang Kenneth tempati ini.
Memang kesunyianlah yang Kenneth butuhkan agar bisa berpikir lebih tenang tentang langkah selanjutnya yang harus ia ambil agar tidak kecolongan lagi.
Lawan yang ia hadapi itu tangguh, terlalu tangguh hingga sulit untuk ia kalahlan.
Selama 26 tahun hidupnya, Hanya laki-laki dihadapannya ini yang sulit ia hadapi.
Alvero Theodore Bramantyo.
Laki-laki itu tertawa puas melihat Kenneth yang berpikir keras, hingga Alvero rasa kepala Kenneth akan berasap sebentar lagi.
"Nyerah?" Tanya Alvero memecahkan kesunyian berpikir Kenneth.
"Sttttt... Aku lagi mikir!" Seru Kenneth kesal.
"Elah, mau jalan kemana lagi juga kamu bakalan skak-mat. Ngapain dipikir lagi." Sindir Alvero seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
Kenneth yang sudah sadar sedari tadi kalau langkah apapun yang dia ambil akan berujung kekalahan, lalu berdecak sebal.
"Om!" Serunya kesal, "Please lah om, aku mau nikah sama Alle!"
Alvero menatap Kenneth seakan meremehkannya.
Kenneth kembali berdecak, "Ayolah, Om! Aku tahu kalau Om juga pasti mikir, gunanya menang catur sama ngehidupin Alle itu gak ada hubungannya."
"Ada." Jawab Alvero yakin, "Yang jadi suami Alle itu harus lebih hebat dari Om."
"Kurangku dimana, om?" Tanya Kenneth sambil mengernyit. Lalu ia mengeluarkan jemari tangannya seraya menghitung saat ia berbicara, "Ganteng, CEO Clavinsky Empire, Wakil Presdir McKenzie Group, kaya, baik hati, rajin menabung, pinter, cinta mati sama Alle. Emangnya Om mau Alle nikah sama orang yang jahat? Jelek? Nanti cucu om ikutan jelek. Kan mending sama aku,Om! Cuman gak bisa main catur doang. Di dunia ini gak ada yang sempurna, Om. Lagipula, catur sama Alle itu gak ada hubungan. Alle aja gak ngerti aturan catur."
"Kata siapa?" Tanya Alvero membungkam Kenneth. "Alle malah lebih jago dari kamu deh kayaknya sekarang."
Gak perlu di publikasi juga kali, Om! Kenneth membatin.
"Lagian, kamu gak kekurangan apapun -selain catur, ya!-. Tapi kamu kelebihan."
"Tuh kan!" Seru Kenneth seraya menjentikkan jarinya puas.
"Kelebihan percaya diri. Om belum selesai ngomong tadi." Sambung Alvero membuat Kenneth mencibir sebal, sedangkan ia tertawa kecil melihat Kenneth. Senang sekali membuat laki-laki -mesum, kebelet kawin, jiplakan sahabatnya, Peter McKenzie-, kesal.
"Kenneth, Kamu ada janji meeting sama kepala cabang New York 1 jam lagi." Alleira tiba-tiba memunculkan kepalanya dari cela pintu ruangan kerja Kenneth. "Hai, Dad." Sapa Alleira begitu matanya bertemu pandang dengan sang Daddy.
"Hai, Sweetheart." Sapa Alvero, Kenneth mencibir kesal. Alvero menangkap gerak itu dengan ekor matanya. "Ya sudah, Om balik ke kantor dulu. Kamu sepertinya sibuk sekali." Alvero kemudian berdiri dari tempatnya dan merapikan jasnya yang sedikit lecek karena duduk selama hampir satu jam bermain catur dengan Kenneth. "Obrolan kita tadi, akan om pikirkan lagi." Ucap Alvero sebelum berlalu keluar dari ruangan Kenneth.
Kenneth sempat memberikan senyum simpul pada Alvero sebelum laki-laki itu keluar dari ruangannya.
Memangnya kenapa sih harus dipikirin lagi? Gue yakin kalau gue bisa membahagiakan Alleira, dan Kebahagiaan gur tentu ada di Alleira. Terbukti selama 8 tahun pacaran, kita gak pernah berantem yang sampai putus nyambung kayak remaja lainnya. Hubungan kita tenang kayak air.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lady [#DMS 3.2]
Romance"SEQUEL IS IT LOVE? BY ANINDANA" CERITA DI PRIVATE. FOLLOW DULU BARU BISA BACA. "Let me love you, My Lady." Bisiknya ditelingaku. Bulu kudukku meremang dibuatnya, bersamaan dengan sentuhan hangat tangannya di pipiku. "In a Gentleman way..."...