***
"Ayolah! Kau harus ikut bersama kami, Gayoung-ah."
Gadis berambut pendek bertubuh kurus itu tak hentinya membujuk Moon Gayoung untuk ikut bersama mereka. Kang Seolmi dan rekan-rekan lainnya berencana untuk makan malam bersama di sebuah restoran yang tak jauh dari gedung perusahaan. Walaupun merasa enggan pada seniornya itu, Gayoung tetap menolak.
"Mianhae, Seolmi eonni. Aku ada janji malam ini." ujar Gayoung berbohong. Ia terpaksa melakukannya, mengingat ada tumpukan desain yang harus segera diselesaikannya. "Aku janji akan ikut dengan kalian di lain waktu. Oke?"
Rasa kecewa jelas terlihat dari wajah Seolmi. Tapi alasan Gayoung membuatnya tak lagi memaksa. "Baiklah, baiklah." Seolmi menyerah sambil menepuk bahu Gayoung pelan. "Aku akan menagih janjimu itu. Sampai jumpa di hari senin, Moon Gayoung." ujarnya sambil melambaikan tangannya sebelum pergi bersama rekan lainnya.
Gayoung membalas lambaian tangan Seolmi dan memperhatikannya hingga sosok seniornya itu menghilang dari hadapannya. Sekarang di ruangan itu hanya tersisa dirinya. Ia kemudian mengambil kertas-kertas penting di atas mejanya dan mematikan lampu ruangan, lalu mengunci rapat pintu ruangan dan bergegas meninggalkan gedung itu.
Langit mulai senja. Gayoung merapatkan mantelnya menelusuri sepanjang trotoar di Myeongdong. Hujan deras baru reda tak lama sebelum ia meninggalkan kantor, meninggalkan udara lembab dan sejuk.
Sudah dua tahun ia bekerja sebagai seorang desainer di salah satu perusahaan brand pakaian yang cukup ternama di Korea Selatan. Baru-baru ini ia menerima tawaran dari sebuah agensi hiburan untuk merancang busana yang akan dikenakan salah satu artis mereka yang akan mengadakan konser. Tentu saja ini menjadi kesempatan emas bagi Gayoung untuk melebarkan sayapnya di dunia fashion. Meskipun selama ini ia jarang mengikuti perkembangan dunia hiburan, ia tetap bersemangat dengan tawaran yang diberikan kepadanya kali ini.
Ponselnya berdering tepat ketika ia berbelok di persimpangan. Dengan susah payah ia membuka resleting tasnya. Dering ponselnya seolah mendesaknya untuk segera menjawab telepon.
BRUKK!
Sesuatu menabrak tubuhnya, membuatnya terhuyung. Ia tidak terjatuh, namun kertas-kertas yang dipegangnya dengan sebelah tangan terlepas begitu saja dan berceceran di atas trotoar. Ia juga merasakan sedikit percikan air panas mengenai tangannya.
Semuanya terjadi begitu cepat. Pria berpenampilan serba hitam yang baru saja menabraknya itu segera berjongkok dan memungut kertas-kertasnya yang tercecer. "Maafkan aku," ujar pria itu terburu-buru.
Sosok pria bertubuh tinggi yang mengenakan sebuah mantel hitam panjang, topi dan penutup wajah itu mengembalikan kertas-kertas itu padanya seraya membungkukkan badan sebagai tanda permintaan maaf.
Namun Gayoung tak mengacuhkannya. Perhatiannya sekarang tertuju penuh pada lembaran pekerjaannya yang telah lusuh tersiram kopi panas.
Pria itu menoleh sekilas ke dalam kafe, lalu mencampakkan gelas kopinya ke dalam tong sampah. Ia menurunkan topinya dan berniat untuk pergi. Tetapi Gayoung segera mencegatnya.
"Tunggu!" Gayoung menatap pria itu dengan raut wajah tak terima. Alisnya tertekuk. "Tuan, kau mau pergi begitu saja setelah membuat lembaran pekerjaanku seperti ini?" Gadis itu mengangkat kertas-kertasnya yang kini berubah warna kecoklatan.
Pria itu sama sekali tak memperhatikannya. Pandangan matanya tertuju ke arah lain. Keningnya tampak berkerut samar. Ketika Gayoung menyadari hal itu, ia memutar badan ke belakang, menengok sekilas ke arah pria itu memandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] The First Met
RomanceBerawal dari sebuah ketidak-sengajaan yang dilakukan oleh Park Chanyeol, salah satu artis kelas atas di Korea Selatan yang membuatnya merasa harus bertanggung jawab atas hari-hari sulit yang akan dihadapi oleh Moon Gayoung, seorang desainer yang bar...