Nightmare

100 16 3
                                    

"Jika aku menemukannya, aku akan menyayat wajahnya!"

"Kita harus memusnahkan perempuan itu!"

"Aku tak akan membiarkannya lolos begitu saja!"

Sekujur tubuhnya yang basah kuyup bergemetar setelah mendengar ucapan mengerikan yang ditujukan untuk dirinya itu. Langkah kaki dan tawa para gadis itu terdengar memenuhi koridor gedung.

Gadis itu bersembunyi di dalam lemari kayu di salah satu sudut di sebuah ruangan gelap sambil memeluk lututnya. Ia tak tahu dimana ia berada saat itu. Entah apa yang telah ia perbuat hingga orang-orang yang tak dikenalinya itu mengincar dirinya. Ponselnya kehabisan daya dan ia tak bisa meminta bantuan siapa pun.

Ia ingin melarikan diri, sekalipun ia harus melompat dari ketinggian. Namun tak ada satu pun jendela yang ditemukannya di ruangan itu. Berada di sebuah ruangan gelap seorang diri seperti saat itu membuatnya merasa sungguh putus asa. Apa yang harus dilakukannya? Ia tak akan bertahan lama di dalam lemari yang gelap dan pengap itu. Ia harus segera keluar dari sana. Tapi bagaimana jika para gadis itu memergokinya? Seseorang tolong aku!, batinnya ketakutan.

Klik.

Gadis itu seketika membatu saat mendengar suara pintu ruangan tempat ia bersembunyi terbuka. Sejenak suasana kembali hening. Kemudian terdengar suara langkah sepatu yang melangkah dengan sangat pelan, disusul dengan beberapa langkah sepatu lainnya yang berpencar di ruangan itu.

Ia menelan ludah dengan pahit. Dari celah lemari ia dapat melihat bayangan seorang perempuan yang berlalu lalang di hadapannya. Ia menutup wajahnya yang mulai basah oleh cucuran air matanya dengan kedua telapak tangannya yang dingin. Nafasnya mulai terasa begitu sesak. Bagaimana jika mereka menemukannya dan menyakitinya?

Kreek..

Nafasnya terhenti. Pintu lemari tempat ia bersembunyi sudah terbuka lebar. Ketika ia mengangkat wajahnya, segerombolan perempuan yang tak dapat ia lihat wajahnya sudah berdiri di hadapannya. Saat itu pula sekujur tubuhnya mendadak tak dapat digerakannya. Tenggorokannya seolah tercekik. Ia tak dapat mengeluarkan suaranya. Seorang perempuan berambut panjang yang berdiri di tengah mereka kemudian mengulurkan tangannya ke lehernya dan tak ada yang dapat gadis itu lakukan saat itu.

...

"HENTIKAN!!"

Dengan nafas tersengal-sengal Gayoung tersentak dari tidurnya dengan kedua tangannya memegangi lehernya. Keringat dingin tampak bercucuran di sekitar wajahnya. Kedua bola matanya langsung menerawang sekeliling ruangan. Saat itu ia tengah berada di sebuah ruang kamar dengan perabot mewah berwarna keemasan di sekelilingnya.

Gadis itu kemudian tersadar, saat itu ia berada di salah satu kamar tamu di rumah Park Chanyeol. Jam dinding di hadapannya sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam. Ia kemudian membungkam mulutnya. Ia baru saja berteriak karena mimpi buruknya. Apa mereka mendengar teriakanku?, batinnya panik.

Sejenak suasana di sekelilingnya tak memberikan tanda-tanda bahwa penghuni rumah itu mendengar teriakannya. Ia pun bernafas lega dan menyeka keringatnya dengan punggung tangan. Mimpinya barusan terasa nyata. Ia bahkan masih merasakan ketakutan yang sama. Bagaimana jika para penggemar Park Chanyeol tahu di mana dirinya saat ini? Mereka pasti akan segera menghabisinya.

"Kenapa seperti ini?" gumamnya sambil memukuli kasur. Seandainya saja hari itu ia tak mempedulikan pekerjaannya dan ikut makan malam bersama rekan kerjanya, mungkin ia tak akan seperti sekarang.

Tok.. tok.

Nafasnya terhenti. Pandangannya langsung mengarah ke pintu kamar. Seseorang baru saja mengetuk pintu kamarnya. Gadis itu tak langsung menjawab.

"Moon Gayoung-ssi. Kau baik-baik saja?"

Itu suara Park Chanyeol. Dia belum tidur? Apa yang dilakukannya di malam selarut ini? Atau dia terbangun karena mendengar teriakanku?

Gayoung langsung beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah pintu. Ketika ia membuka pintu kamarnya, sesosok pria bertubuh tinggi yang mengenakan kaos lengan panjang berwarna hitam sudah berdiri di depan pintu kamar.

"Kau baik-baik saja?" tanya pria sekali lagi.

Gadis itu tersenyum kecil dan mengangguk pelan. Ia berbohong.

"Tadi aku mendengar ada suara berisik dari kamarmu." ujar Chanyeol sambil menggaruk kepala. Sepertinya ia merasa malu saat tahu bahwa dirinya salah mengira. "Kupikir telah terjadi sesuatu padamu." tambahnya lagi.

Sejenak suasana berubah hening. Kemudian pria itu tersenyum. "Kalau kau butuh sesuatu, ketuk saja pintu kamarku." ucapnya sebelum membalikkan badan. "Selamat malam."

"Tunggu!"

Chanyeol terhenti dan menoleh ke arah Gayoung yang saat itu mengenakan baju rajut tebal berwarna krem yang sedikit kebesaran dari tubuhnya. Tatapan yang tertuju padanya itu menyiratkan sesuatu yang tak dapat dipahami oleh Chanyeol. Ia tak dapat menebak apa yang sedang dipikirkan gadis itu.

"Mungkin sebaiknya aku tidur di ruang tamu saja."

Kedua bola mata Chanyeol seketika melebar mendengar ucapan gadis itu. "Kenapa?"

"Aku sepertinya kesulitan tidur di kamar ini. Kupikir sebaiknya aku tidur di ruang tamu saja."

Lelaki itu diam sejenak sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. Bagaimana mungkin ia membiarkan gadis itu tidur di ruang tamu? Jika kakaknya tahu mengenai hal ini, ia pasti akan dimarahi habis-habisan karena membiarkan seorang gadis tidur di ruang tamu. Chanyeol berpikir keras.

"Chanyeol-ssi," panggil Gayoung sambil melambaikan tangannya di depan wajah Chanyeol.

"Kau boleh tidur di ruang tamu, tapi aku akan menemanimu."

Mendengar ucapan pria itu membuat Gayoung membatu. Apakah dirinya tak salah dengar? Lelaki itu ingin menemaninya tidur?!

***

to be continued...


__________________________________________________

Dear Readers!

Thanks banget udah setia menunggu kelanjutan dari tulisanku! I'm really sorry for this late. Kewajiban untuk menyelesaikan skripsi bener-bener menyita waktu (.___.) but, perjuangan untuk skripsi sudah tuntas dan sekarang author punya lebih banyak waktu utk melanjutkan tulisan meskipun sambil bekerja, yeay! I hope you guys enjoy the reading and remember to vote this part if you like my story^^! Happy satnite.

[TAMAT] The First MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang