Chapter 17

7.9K 245 4
                                    

Lupa, atau memang seharusnya tidak pernah ingat.

—————————————————————————

Daffa's POV
Hari ini adalah hari pertama Amel pulang dari rumah sakit. Aku membantunya keluar dari mobil, tapi Amel hanya terdiam dengan ekspresi kaku di wajahnya.

"Amel, kamu baik-baik saja? Apa ada masalah?" tanyaku khawatir.

Amel tidak langsung menjawab. Ia terlihat sangat murung, lalu akhirnya berkata,
"Kenapa aku harus kehilangan ingatan? Aku ingin mengingat semuanya," ucapnya dengan tatapan kosong.

"Amel, jangan sedih. Aku akan membantumu mengingat semuanya. Aku akan menemanimu dan selalu ada untukmu. Karena aku sayang sama kamu, Mel," kataku penuh perasaan.
Namun, Amel tetap terdiam. Tiba-tiba, Tasya dan Vergi datang ke rumah Amel.

Tasya's POV
Dari kejauhan, aku melihat Amel dan Daffa di depan rumahnya. Mereka terlihat begitu dekat, dan aku merasa cemburu.

"Hai, Amel! Kamu sudah merasa lebih baik? Maaf ya, aku tidak bisa menemani kamu kemarin karena banyak urusan di sekolah. Oh iya, besok teman-teman kita mau datang menjenguk kamu," ucapku kepada Amel.

"Benarkah? Teman-temanku? Aku punya banyak teman?" tanya Amel dengan ekspresi bahagia.

"Iya, Mel! Jangan sedih lagi, yuk kita main ke taman!" ajakku dengan semangat.

"Ayo!" jawab Amel penuh antusias.

Daffa's POV
Aku terdiam. Kenapa Amel begitu bersemangat saat bertemu Vergi? Apa dia merasakan sesuatu saat berada di dekatnya? Atau mungkin dia mulai mengingat sesuatu tentang Vergi? Aku takut Amel akan kembali kepada Vergi.

"Heii, kenapa kamu melamun?" tanya Tasya sambil tersenyum.

"Amel sudah baikan, kamu nggak perlu galau lagi. Lihat tuh, dia udah ceria lagi."

Aku tidak menggubris perkataan Tasya. Pandanganku hanya tertuju pada Amel. Dia terlihat begitu bahagia bersama Vergi. Mereka berdua saling bercanda dan tertawa. Aku hanya bisa diam, menyaksikan mereka.

Tasya's POV
Aku menatap Daffa. Raut wajahnya terlihat begitu sedih.

"Heii, kenapa kamu melamun?" tanyaku lagi. "Amel sudah baikan, kamu nggak perlu galau lagi. Lihat tuh, dia ceria lagi."

Namun, Daffa tetap diam. Aku tahu betapa besar rasa khawatirnya terhadap Amel. Tapi kenapa Amel terlihat tidak terlalu peduli pada Daffa? Dia justru tampak sangat bahagia bersama Vergi. Apa Amel merasa lebih nyaman dengan Vergi daripada dengan Daffa?

Amel's POV
Aku bingung dengan apa yang terjadi. Pacarku Daffa, kan? Tapi kenapa aku merasa lebih senang saat bersama Vergi? Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah aku selingkuh? Atau bagaimana?
Ah, lagi-lagi kepalaku terasa sangat pusing.

Author's POV
"Kamu kenapa? Kepalamu sakit lagi? Lebih baik kita pulang saja dan kamu istirahat," kata Vergi dengan nada sangat khawatir.

"Vergi! Kenapa Amel?" teriak Daffa sambil berlari ke arahnya.

"Aku nggak apa-apa, cuma sedikit pusing. Ayo kita pulang saja," jawab Amel lemah.

Keesokan Harinya
Amel sudah terlihat lebih baik.
"Pagi yang cerah untuk mengawali lembaran baruku," gumamnya sambil membuka mata.

"Hey, Amel!" seru teman-temannya yang ternyata sudah ada di rumahnya sejak tadi.
Amel segera bangun dan menyisir rambutnya. Daffa membantu Amel duduk di kursi roda.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau mereka datang pagi-pagi begini?" tanya Amel sedikit kesal.

"Oh, maaf. Aku lupa memberitahumu. Soalnya kemarin kamu terlalu asyik bermain dengan Vergi," jawab Daffa dengan ekspresi datar.
Mereka berdua pun pergi ke ruang tamu untuk bertemu teman-teman Amel.

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan (COMPLETED {MASA REVISI})Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang